Humoris tapi Berwibawa, Kaya tapi Dermawan


Humoris tetapi berwibawa, kaya tetapi dermawan. Begitulah gambaran tentang sosok Prof Idris Arief (almarhum) di mata para pimpinan, dosen, dan karyawan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Makassar (STIEM) Bongaya. “Kami benar-benar merasa sangat kehilangan. Kehilangan besar. Kepergiannya benar-benar sangat terasa,” ungkap Ketua STIEM Bongaya Dr Muhammad Jusuf Radja








--------
PEDOMAN KARYA
Kamis, 20 Juli 2015


Humoris tapi Berwibawa, Kaya tapi Dermawan


(Mengenang Dua Tahun “Kepergian” Prof Idris Arief)


Humoris tetapi berwibawa, kaya tetapi dermawan. Begitulah gambaran tentang sosok Prof Idris Arief (almarhum) di mata para pimpinan, dosen, dan karyawan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Makassar (STIEM) Bongaya.

Maka ketika Prof Idris Arief (pendiri STIEM Bongaya dan mantan Rektor Universitas Negeri Makassar/UNM) meninggal dunia pada 22 Juni 2013, seluruh civitas akademika STIEM Bongaya benar-benar merasa sangat kehilangan.

“Kami benar-benar merasa sangat kehilangan. Kehilangan besar. Kepergiannya benar-benar sangat terasa,” ungkap Ketua STIEM Bongaya Dr Muhammad Jusuf Radja, kepada “Pedoman Karya”, di ruang kerjanya, Senin, 29 Juni 2015.

Prof Idris Arief yang juga dikenal sebagai pakar ekonomi (kerakyatan), katanya, tidak pernah terlihat marah, apalagi memarahi seseorang di depan orang banyak.

“Saya cukup lama mendam-pingi beliau dan saya tidak ingat apakah beliau pernah memarahi saya atau tidak. Saya juga tidak pernah melihat beliau memarahi orang,” tutur pria kelahiran Sinjai, 24 September 1951.

Para pimpinan, dosen, dan karyawan STIEM Bongaya, ujarnya, Prof Idris Arief benar-benar dianggap sebagai orangtua yang sangat dihormati.

Apapun yang akan dilakukan oleh pimpinan, dosen, dan karyawan, kalau Prof Idris Arief mengatakan “jangan”, maka semua akan mendengar dan menaati. Sebaliknya, meskipun sesuatu yang akan dikerjakan dianggap memberatkan dari segi biaya misalnya, tetapi Prof Idris Arief mengatakan “silakan”, maka sesuatu itu pun akan dikerjakan.

“Beliau benar-benar pimpinan, orangtua, dan bapak yang sangat kami segani,” kata Jusuf yang meraih gelar doktor Ilmu Adiministrasi Publik dari Universitas Negeri Makassar (UNM), Makassar, pada 28 Desember 2013.

Meskipun demikian, Prof Idris Arief tidak pernah pasang wibawa. Malah sebaliknya, beliau dikenal murah senyum dan sangat humoris.

“Kalau sedang bercanda, biasanya beliau akan ketawa lepas dan suara ketawanya besar,” kenang Jusuf.

Ringan Tangan


Semasa hidupnya, almarhum Prof Idris Arief juga dikenal dermawan dan ringan tangan. Jika ada orang yang datang kepadanya untuk meminta pertolongan atau meminta sumbangan, apalagi untuk pembangunan masjid, maka beliau biasanya langsung memberikan bantuan.

Almarhum juga dikenal sangat “ringan tangan”. Diminta atau tanpa diminta, Prof Idris Arief selalu memberi uang kepada pimpinan, dosen, dan karyawan STIEM Bongaya.

“Kalau ada di antara kami yang terlihat agak lesu, biasanya beliau langsung bertanya, kamu kenapa? Mengapa terlihat lesu? Setelah bertanya dan biasanya tanpa menunggu jawaban, beli-au langsung memberi uang. Ti-dak banyak, kadang Rp100 ribu atau Rp200 ribu, tetapi perhati-annya itu benar-benar luar biasa bagi kami,” sebut Jusuf.

Bantuan Beasiswa


Jika ada dosen atau karyawan yang melanjutkan studi (S2 atau S3), maka Prof Idris Arief biasanya langsung memberikan rekomendasi untuk mendapatkan beasiswa, baik dari eksternal maupun dari internal STIEM Bongaya.

“Kalau ada di antara mereka yang terlambat menyelesaikan kuliah dan sudah habis bantuan beasiswanya dari pemerintah, maka beliau langsung memberikan bantuan biaya penyelesaian studi, baik secara resmi dari STIEM Bongaya maupun dari uang pribadi beliau,” kata Jusuf.

Percaya Penuh


Dalam hal keuangan atau jabatan, Prof Idris Arief juga selalu memberi kepercayaan penuh kepada orang yang ditunjuk sebagai pengelola atau orang yang ditunjuk menduduk jabatan tertentu.

“Beliau selalu memberi kepercayaan penuh. Dengan begitu, kami semua selalu menjaga kepercayaan yang diberikan. Kami semua sangat takut melanggar, karena kami segan dan merasa berat untuk menghianati kepercayaan yang beliau berikan,” papar Jusuf.

Meminta Pendapat Bawahan


Hal lain yang membuat para pimpinan, dosen, dan karyawan merasa hormat kepada almar-hum adalah kebiasaan Prof Idris Arief meminta pendapat kepada bawahannya.

“Beliau itu senang menulis artikel untuk dimuat di koran atau majalah. Setiap menyele-saikan tulisannya dan sebelum mengirim tulisan tersebut ke media massa, beliau biasanya akan meminta kami membaca tulisan tersebut untuk dikoreksi atau diberi masukan-masukan. Setelah itu barulah beliau mengirimnya ke media massa,” tutur Jusuf. (asnawin)


------
@copyright Majalah PEDOMAN KARYA, Edisi 1, Vol. I, Juli 2015


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama