Majalah PEDOMAN KARYA, Karya dan Prestasi


Majalah Pedoman Karya terbit terutama untuk memberi ruang bagi siapa saja yang memiliki karya dan atau prestasi dalam bidang apa saja, karena tidak banyak media cetak (khususnya di Sulawesi Selatan) yang memberi prioritas pemberitaan pada karya-karya dan prestasi perorangan maupun lembaga atau instansi.








-----------
PEDOMAN KARYA
Makassar, 7 September 2015

EDITORIAL:


Majalah PEDOMAN KARYA, Karya dan Prestasi



Ada banyak motif seseorang atau sekelompok orang untuk menerbitkan media cetak, seperti koran atau majalah.

Dalam sebuah tulisannya, Dahlan Iskan (Bos Jawa Pos Group) menyebut sepuluh kemungkinan motif tersebut, antara lain idealisme, bisnis, politik, agama, kepentingan sesaat, coba-coba, dan menyalurkan hobi.

Motif idealisme berlandaskan keinginan untuk menegakkan keadilan, kebenaran, membela si lemah, menyuarakan kepen-tingan umum, menegakkan demokrasi, dan sebagainya.

Motif bisnis yaitu mengharapkan bisa menjadi lembaga bisnis, kecil maupun besar. Motif politik yaitu menjadikan media sebagai alat membela dan memperjuangkan aliran politik.

Motif agama yaitu untuk menyiarkan ajaran agama. Motif kepentingan sesaat yaitu ingin dekat penguasa atau ingin jadi penguasa, mulai bupati/wali kota, gubernur, dan seterusnya.

Tulisan Dahlan Iskan tersebut didasarkan pada pandangan dan pengalaman pribadi sebagai wartawan, pengelola, dan pemilik media. Bukan berdasarkan kajian akademik.

Dahlan Iskan pasti tahu tetapi sengaja tidak memasukkan motif penerbitan koran atau majalah pada masa sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia dan masa-masa sesudahnya, karena ingin fokus membahas munculnya koran atau majalah baru di era reformasi.

Pada tahun 1932, Sutan Takdir Alisjahbana (waktu itu menjabat Redaktur "Memadjoekan Sastera" koran Pandji Poestaka) mengajak Armijn Pane (penulis sastra dari Tanah Batak) dan Amir Hamzah (penyair) untuk membentuk kelompok sastra.

Namun setelah bertemu dan melakukan berbagai analisa, serta meminta pendapat dari berbagai kalangan, mereka bertiga akhirnya menerbitkan majalah sastra yang diberi nama “Poedjangga Baroe” (Pujangga Baru) dan terbit perdana pada Juli 1933.

Mereka bertiga kemudian mengajak beberapa penulis lain untuk bergabung, seperti Sanusi Pane (kakak Armijn Pane) dan penyair Muhammad Yamin.

Majalah “Poedjangga Baroe” terbit kurang lebih 90 edisi dalam kurun waktu 1933 hingga 1942. Biarpun sebagian besar karya yang dimuatnya sudah terlupakan, tema dan gaya tulis yang menonjol, membuat zaman itu disebut "Angkatan Poedjangga Baroe" dalam periodisiasi sastra Indonesia.

Penerbitan majalah Pedoman Karya tentu tidak ingin dan tidak mungkin menyaingi majalah Poedjangga Baroe (yang diterbitkan kembali oleh Sutan Takdir Alisjahbana pada tahun 1948 hingga 1954, dengan mengorbitkan beberapa penulis baru seperti Chairil Anwar, Achdiat Karta Mihardja, dan Asrul Sani).

Majalah Pedoman Karya terbit terutama untuk memberi ruang bagi siapa saja yang memiliki karya dan atau prestasi dalam bidang apa saja, karena tidak banyak media cetak (khususnya di Sulawesi Selatan) yang memberi prioritas pemberitaan pada karya-karya dan prestasi perorangan maupun lembaga atau instansi.

Tentu saja kami juga tetap memuat beragam informasi umum, karena majalah Pedoman Karya adalah majalah umum, tetapi penonjolan pada karya dan prestasi akan menjadi pembeda dibandingkan majalah lain yang sudah terlebih dahulu terbit.

Pembeda itulah pula yang membuat kami menggunakan tagline “Karya dan Prestasi.” ***

---

@copyright Majalah PEDOMAN KARYA, Edisi 1, Vol. I, Juli 2015



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama