Penyebaran Informasi Sampah adalah Pengkhianatan dan Penghinaan


KETUA PWI Sulsel H Zulkifli Gani Ottoh (ketiga dari kiri) foto bersama Ketua PWI Gowa-Takalar Arifuddin Bella (kedua dari kanan), Sekretaris Hasdar Sikki (paling kanan), Bendahara Asruddin (kedua dari kiri), serta Ketua Seksi Organisasi dan Keanggotaan Wahyuddin, seusai pelantikan pengurus PWI Gowa-Takalar, di Gedung Islamic Centre Takalar, Senin, 8 Juni 2015. (Foto: Anwar Sanusi)


----



Penyebaran Informasi Sampah adalah Pengkhianatan dan Penghinaan


Kemerdekaan pers merujuk pada kemer-dekaan untuk mengumpulkan dan menyiarkan informasi terkait dengan kepentingan publik. Kata kuncinya adalah kepentingan publik dan kemaslahatan masyarakat.

Informasi yang tidak terkait dengan kepentingan publik, tidak penting untuk dilindungi. Karena itu, kemerdekaan pers tidak ada kaitannya dengan penyebaran pornografi, penyebaran fitnah, penghinaan, dan sebagainya.

“Menyertakan penyebaran segala macam informasi sampah ke dalam kemerdekaan pers adalah pengkhianatan dan penghinaan terha-dap mereka yang bahkan rela mengorbankan nyawa untuk memperjuangkan kemerdekaan tersebut,” tutur Bupati Takalar Burhanuddin Baharuddin.

Penuturan tersebut diungkapkan dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Wakil Bupati Takalar HM Natsir Ibrahim, pada acara pelantikan pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Gowa-Takalar, masa bakti 2014-2017, yang dirangkaikan Pelantikan Pengurus Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia (IKWI), di Gedung Islamic Centre Takalar, Senin, 8 Juni 2015.

Kemerdekaan pers, kata Burhanuddin, tidak melindungi pihak-pihak pengecut yng sekadar ingin menyiarkan informasi dengan sebebas-bebasnya tanpa peduli akan arti tanggung-jawab atau berani mempertanggung-jawabkan informasi yang ia sampaikan.

“Kemerdekaan pers untuk menyiarkan informasi, tidak mencakup kebebasan untuk menyiarkan kabar bohong. Bila pers bohong, menyiarkan informasi yang tidak akurat, dan sengaja disebarkan untuk merugikan kepen-tingan pihak lain, maka pers pantas dihukum,” tandas Bupati Takalar.

Dia menambahkan, kemerdekaan pers tidak pernah berarti kemerdekaan tanpa batas. Di negara mana pun, di negara sedemokratis apapun, pembatasan tetap ada. Namun apa yang dibatasi dan apa yang tidak dibatasi, itu yang berbeda antara satu negara dengan negara lain.

Maka pertanyaannya, kata Bupati Takalar, bukan “apakah boleh ada pembatasan dalam kemerdekaan pers?”, melainkan “apa yang perlu dibatasi dan tidak perlu dibatasi dalam kemerdekaan pers?”

Asas Praduga Tak Bersalah

Bupati Takalar berharap para wartawan yang berhimpun dalam organisasi PWI, menjadi lebih profesional dalam melakukan kontrol sosial, dengan tetap mengedepankan “asas praduga tak bersalah” terhadap berbagai kasus yang terjadi di lembaga mana pun, sehingga dapat menyajikan pemberitaan yang berimbang.

“Kami menyadari, berjalannya pemba-ngunan di Kabupaten Takalar, tidak terlepas dari peran serta wartawan dalam memberikan informasi secara berimbang kepada masya-rakat. Karena itulah, saya meminta agar kondi-si seperti ini dapat dipertahankan guna mem-berikan informasi yang positif kepada masya-rakat,” kata Burhanuddin Baharuddin.

----
@copyright Majalah PEDOMAN KARYA, Edisi 1, Vol. I, Juli 2015

prolima_communication

Lahir dan besar di Bulukumba, kota berjuluk Butta Panrita Lopi, saya kemudian melanjutkan kuliah di Makassar dan hingga kini menetap di Makassar. Sejak SD memang senang membaca dan menulis, lalu kemudian terdampar di dunia wartawan. Melalui blog ini, saya ingin lebih banyak dan lebih bebas berbagi untuk kebaikan dan kemaslahatan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama