Betulkah Saya Ini Wartawan?


GEDUNG PWI Sulsel (kiri) dan Kantor Harian Pedoman Rakyat. Insert: Arief Djasar. Selamat buat pengurus PWI Sulsel yang baru, semoga penertiban wartawan menjadi salah satu prioritas dalam program kerjanya. Bagaimana kita bisa memberitakan keamburadulan profesi lain sementara profesi kita sendiri lebih hancur. (Kreasi foto: Asnawin Aminuddin)




---------
PEDOMAN KARYA
Ahad, 24 Januari 2016


Betulkah Saya Ini Wartawan?


Oleh: M Arief Djasar
(Mantan wartawan Harian Pedoman Rakyat)

Saya masih menyimpan SK (Surat Keputusan) pengangkatan saya sebagai wartawan Harian PEDOMAN RAKYAT (yang sejak 2007 sudah gulung tikar alias tidak terbit lagi sampai sekarang). SK tersebut tertanggal 1 Mei 1989, ditandatangani langsung LE Manuhua selaku Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Harian Pedoman Rakyat.
Sejak berlakunya SK tersebut, praktis saya memperoleh hak, selain kewajiban saya sebagai reporter/wartawan di perusahaan pers ini. Dalam kurun waktu delapan tahun sejak PR (Pedoman Rakyat) tidak terbit sampai sekarang, teman-teman banyak yang tetap eksis dengan profesinya sejak awal sebagai wartawan di media lain yang masih aktif (terbit kontinyu).
Selebihnya, ada yang menerbitkan media sendiri meski aktivitasnya terbatas, tapi saya salut persahabatan dan rasa kekeluargaan di antara keluarga besar Pedoman Rakyat, yang tetap terbangun dan langgeng hingga sekarang.
Jalinan kekeluargaan itu tidak mesti bertemu langsung, tapi melalui media sosial tetap menjadi andalan untuk saling menyapa, bersenda gurau, sambil menanyakan beberapa hal bahkan sempat bernostalgia ketika PR masih jaya dulu.
Sengaja saya kemukakan di atas agar Pengurus PWI periode 2015-2020 tahu dan mengerti kalau kami (Pedoman Rakyat) di eranya, punya andil yang cukup besar bersama-sama rekan-rekan wartawan lain membangun PWI.
Saya bukan anggota PWI, tapi saya banyak tahu bagaimana organisasi kewartawanaan ini memiliki cerita sendiri-sendiri di era masing-masing. Sama halnya Harian TEGAS, harian sore pada era tahun 60-an hingga 70-an (kalau salah mohon dikoreksi), yang juga telah banyak jasa-jasanya dalam keikutsertaannya membangun daerah ini melalui informasi yang disajikan.
Untuk mingguan dan bulanan, saya masih ingat POS MAKASSAR, MAPRESS (Makassar Ekspress), BAWAKARAENG, BINA BARU, SEMANGAT BARU, Majalah AKSELERASI, Majalah KARYA, dan beberapa media lainnya yang saya yakin meski medianya tak eksis lagi, bahkan gulung tikar, tapi para wartawannya masih ada yang bertahan menjalani profesi wartawan sampai sekarang.
Saya jadi penasaran, ketika Konferprov PWI Sulsel baru-baru ini, apakah para wartawan senior kita yang mengantongi Kartu PWI warna biru masih terdaftar sebagai wartawan dari media seperti yang disebutkan di atas.
Karena alangkah janggalnya ketika seorang wartawan terdaftar sebagai anggota PWI dari media yang sudah lama tidak terbit lagi. Sampai sejauh mana seorang wartawan dikatakan hilang atau gugur titel kewartawanannya, sementara media yang dijadikan institusi untuk mendapatkan Kartu PWI sudah tidak terbit lagi.
Kalau pun memilih media baru sebagai tempat perpindahannya, tentu saja Kartu PWI sebelumnya sudah tidak bisa dipakai lagi dan wajib mengurus berkas baru untuk mendapatkaan kartu baru atas rekomendasi media barunya.
Padahal, menurut Wikipedia, wartawan atau jurnalis adalah seseorang yang melakukan jurnalisme atau orang yang secara teratur menuliskan berita (berupa laporan) dan tulisannya dikirimkan/dimuat di media massa secara teratur.
Laporan ini lalu dapat dipublikasi dalam media massa, seperti koran, televisi, radio, majalah, film dokumentasi, dan internet. Wartawan mencari sumber mereka untuk ditulis dalam laporannya; dan mereka diharapkan untuk menulis laporan yang paling objektif dan tidak memiliki pandangan dari sudut tertentu untuk melayani masyarakat.
Pengertian lain tentang wartawan adalah orang yang pekerjaannya mencari, mengumpulkan, memilih, mengolah berita, dan menyajikan secepatnya kepada masyarakat luas melalui media massa, baik yang tercetak maupun elektronik.
Yang dapat disebut sebagai wartawan adalah reporter, editor, juru kamera berita, juru foto berita, redaktur dan editor audio visual.
Tapi Anda jangan berkecil hati karena ada istilah Wartawan Freelense yaitu orang yang tidak terikat oleh lembaga media massa, akan tetapi karyanya dimuat di media massa. Wartawan ini bersifat independen.
Sementara Pengertian Wartawan Newsgetter adalah orang yang bekerja atau terikat pada salah satu media massa yang perkerjaannya memilih atau menyeleksi berita-berita yang akan dimuat di media tempat orang tersebut bekerja. Wartawan newsgetter ini tidak independen, akan tetapi terikat pada aturan main media tempat dia bekerja.
Rosihan Anwar mengatakan, wartawan dapat dibagi menjadi dua, yaitu The Common Garden Journalist atau wartawan tukang kebun. Wartawan golongan ini mahir dalam menggunakan keahlian teknik kerja atau pratisi.
Wartawan golongan kedua disebut The Thingker Journalist atau wartawan pemikir. Wartawan golongan ini merupakan wartawan yang berpikir bagaimana informasi bisa dibuat secara efektif, sehingga sampai pada sasaran secara komunikatif.
Orang yang bertugas mengatur cara penyampaian isi pernyataan manusia dengan menggunakan media massa periodik adalah wartawan. Di Indonesia istilah wartawan mulai digunakan sesudah Indonesia merdeka, sebelumnya disebut djurnalis, yang berasal dari bahasa Belanda.
Wartawan adalah karyawan yang melakukan pekerjaan atau kegiatan usaha yang sah yang berhubungan dengan pengumpulan, pengolahan dan penyiaran dalam bentuk fakta, pendapat, ulasan, gambar-gambar dan sebagainya untuk perusahaan pers, radio, televisi dan on line. Jadi semua manusia yang bekerja dalam bidang redaksi adalah wartawan.
Dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, dikatakan, wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
Lalu Anda bisa menebak sendiri kira-kira di mana posisi yang tepat bagi sebutan wartawan, profesi yang selama ini Anda geluti.
Selamat buat pengurus PWI Sulsel yang baru, semoga penertiban wartawan menjadi salah satu prioritas dalam program kerjanya. Bagaimana kita bisa memberitakan keamburadulan profesi lain sementara profesi kita sendiri lebih hancur. Seperti pepatah, “semut di seberang laut nampak, sementara gajah di pelupuk mata tidak nampak. Salam dari Marjas Lupus.

Makassar, 7 Januari 2016

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama