Gedung PWI Sulsel Dibangun oleh Kodam


Gedung PWI Sulsel (Balai Wartawan) yang awalnya berlokasi di Jl Penghibur No 1 Makassar, sebenarnya dibangun oleh Panglima Kodam XIV/Hasanuddin (1960–1964), Jenderal M Jusuf. Gedung yang difungsikan sebagai “Gedung Pertemuan Masyarakat” itu kemudian dihibahkan kepada Pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan melalui Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan (BPDSS).
-- Burhanuddin Amin --

(Wartawan senior/mantan Wakil Ketua PWI Sulsel)




------
Senin, 11 Januari 2016


Kesaksian Burhanuddin Amin

Gedung PWI Sulsel Dibangun oleh Kodam


MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA). Gedung PWI Sulsel (Balai Wartawan) yang awalnya berlokasi di Jl Penghibur No 1 Makassar, sebenarnya dibangun oleh Panglima Komando Daerah Militer (Kodam) XIV/Hasanuddin (1960–1964), Jenderal M Jusuf (waktu itu berpangkat kolonel), selaku Panglima Operasi Kilat.
Gedung yang difungsikan sebagai “Gedung Pertemuan Masyarakat” itu kemudian dihibahkan kepada Pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan melalui Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan (BPDSS).
“Begitulah penjelasan Dirut BPDSS, Syamsuddin Daeng Mangawing, kepada saya dan almarhum Arsal Alhabsyi, saat kami menemui beliau untuk mengurus pengadaan gedung sekretariat PWI Cabang Sulsel, pada awal tahun 1970-an,” ungkap wartawan senior yang juga mantan pengurus PWI Sulsel, Burhanuddin Amin, kepada “Pedoman Karya”, di Makassar, Senin, 11 Januari 2016.
Gedung itulah yang kemudian dipinjam-pakaikan oleh Pemprov Sulsel kepada PWI Cabang Sulsel setelah melalui proses yang cukup panjang.
Pada tahun 1972, kata Burhanuddin, salah seorang anggota DPRD Sulsel yakni MN Syam, yang juga berprofesi sebagai wartawan, menyampaikan bahwa dirinya sebagai wakil masyarakat pers di DPRD Sulsel, berhasil memperjuangkan anggaran “Bantuan Pembinaan Pers” sebesar Rp7.000.000 (tujuh juta rupiah).
“Waktu itu, di era pemerintahan Soeharto, PWI dinyatakan sebagai satu-satunya organisasi wartawan yang diakui pemerintah. Itulah sebabnya, organisasi kewartawanan memiliki wakil di DPR Pusat maupun di DPRD Tingkat I (provinsi) dan DPRD Tingkat II (kabupaten/kota),” jelasnya.
Mendapat informasi tentang adanya dana atau anggaran “Bantuan Pembinaan Pers”, Burhanuddin Amin kemudian mengajak Arsal Alhabsyi (Pemimpin Umum Mingguan ORDE BARU) untuk menghadiri open house pada acara halal bihalal yang diadakan Gubernur Sulsel, Achmad Lamo, di rumah jabatan gubernur, Jl Jenderal Sudirman, Makassar.
Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Arsal Alhabsyi guna mengusulkan kepada Achmad Lamo agar dana atau anggaran “Bantuan Pembinaan Pers” tidak digelontorkan atau dicairkan secara tunai, melainkan digunakan untuk “menyewa” kantor untuk sekretariat PWI Cabang Sulsel.
“Pak Arsal mengusulkan seperti itu karena PWI Sulsel belum punya sekretariat dan selalu berpindah-pindah tempat untuk menumpang. Mulai dari di Kantor LKBN Antara di Jl Jenderal Sudirman, kemudian pindah ke Gedung Harmoni yang sekarang bernama Gedung DKM (Dewan Kesenian Makassar) di Jl Riburane, dan terakhir di Jl Durian, di depan rumah Bapak M Basir yang waktu itu Pemred Harian Pedoman Rakyat dan juga menjabat Ketua PWI Sulsel,” papar Burhanuddin Amin.
Atas usul Arsal Alhabsyi, Gubernur Sulsel Achmad Lamo kemudian menawarkan Gedung Pemuda atau Gedung Wanita yang terletak di Jalan Kajaolalido, Makassar, untuk digunakan sebagai sekretariat oleh PWI Sulsel.
Namun setelah Burhanuddin Amin bersama Arsal Alhabsyi meninjau, ternyata kedua gedung tersebut sudah dimanfaatkan oleh Universitas Pemuda (sebuah perguruan tinggi swasta) sebagai kantor dan tempat perkuliahan.
“Kami kembali lagi menghadap Pak Lamo (Achmad Lamo) dan kemudian Arsal mengusulkan agar Pak Gub memberikan Gedung Gelora Pantai di Jalan Penghibur, yang dikelola oleh Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan (BPDSS). Mendengar usul tersebut, Pak Lamo berjanji akan membicarakannya dengan pihak BPDSS,” tuturnya.
Agar negosiasi antara Gubernur Sulsel dengan pihak BPDSS berjalan mulus, Burhanuddin Amin mengajak M Jusuf Moha (wartawan Makassar Press) bersama-sama menemui Syamsuddin Daeng Mangawing sebagai Dirut BPDSS.
“Saya ajak Jusuf Moha, karena saya tahu beliau dekat dengan Syamsuddin Daeng Mangawing,” ungkap Burhanuddin.
Saat bertemu, Syamsuddin mengaku bahwa dirinya sudah dipanggil oleh Achmad Lamo guna membicarakan soal pemanfaatan Gedung Gelora Pantai yang terletak di Pantai Losari, Jl Penghibur No 1 Makassar.
Syamsuddin Daeng Mangawing dengan berat hati menyampaikan bahwa sebenarnya BPDSS sudah mengeluarkan banyak biaya untuk memperbaiki Gedung Gelora Pantai, sehingga dana sebesar Rp5.000.000 (lima juta rupiah) yang akan dijadikan sebagai pengganti dari Pemprov Sulsel, masih jauh dari cukup untuk mengganti keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan.
Namun karena gubernur yang meminta, maka Syamsuddin Daeng Mangawing kemudian memberikan “Nota” yang ditujukan kepada Manajer Gedung Gelora Pantai. Dalam nota tersebut, Syamsuddin Daeng Mangawing sebagai Dirut BPDSS memerintahkan agar Gedung Gelora Pantai dipinjam-pakaikan kepada PWI Sulsel.
“Sayangnya, waktu itu belum ada mesin fotokopi, sehingga kami tidak memiliki kopian nota tersebut,” kata Burhanuddin.
Ketika meresmikan jembatan Tanru’ Tedong di Kabupaten Sidrap, Achmad Lamo kebetulan melihat Burhanuddin Amin juga hadir sebagai (wartawan) peliput.
Saat istirahat, Achmad Lamo memanggil Burhanuddin Amin dan menyampaikan bahwa dirinya sudah berbicara dengan Dirut BPDSS dan sepakat menyerahkan Gedung Gelora Pantai kepada PWI Sulsel dengan status pinjam pakai.
“Pada saat itulah, saya mengusulkan kepada gubernur agar menerbitkan Surat Keputusan Gubernur sebagai alas hukum, karena nota yang diberikan kepada Dirut BPDSS beberapa waktu sebelumnya tidak memiliki kekuatan hukum,” ungkapnya.
Tak lama kemudian, dilakukan acara penyerahan pengelolaan Gedung Gelora Pantai dari Pemprov Sulsel kepada PWI Cabang Sulsel. Waktu itu, Pemprov Sulsel diwakili oleh Drs Zainuddin Taha selaku anggota BPH, yang kemudian mengubah nama Gedung Gelora Pantai menjadi Balai Wartawan.
“Tak lama kemudian, pada dinding depan Gedung Balai Wartawan, terpasang zinkplat dengan tulisan Milik Pemprov Sulsel,” papar Burhanuddin.
Sekitar tahun 1995, tambahnya, anggota DPRD Sulsel M Tajuddin Ibrahim, meminta Burhanuddin Amin dan Arsal Alhabsyi untuk hadir di Balai Wartawan, karena Tim DPRD Sulsel akan datang berkunjung.
Anggota DPRD Sulsel ingin membicarakan ruislag Balai Wartawan dan pertemuan dihadiri pengurus PWI.
Pada kesempatan tersebut, Burhanuddin Amin dan Arsal dengan tegas mengatakan bahwa Pemprov Sulsel sebagai pemilik gedung boleh saja melakukan ruislag dan akhirnya disetujui hasil ruislag kelak akan dibangunkan gedung baru di Jalan AP Pettarani.
Setelah gedung baru di Jalan AP Pettarani sudah selesai dibangun, maka dibuatlah prasasti yang ditandatangani oleh Gubernur Sulsel, H Zainal Basri Palaguna.
“Pada prasasti tersebut tercantum nama saya sebagai Sekretaris Tim Ruislag, tetapi prasasti itu sekarang sudah tidak ada. Ini suatu bukti bahwa pengurus PWI Sulsel sengaja mengaburkan sejarah Gedung PWI Sulsel,” tandas Burhanuddin Amin. (asnawin) 

2 Komentar

Lebih baru Lebih lama