Unhas Kehilangan Cendekiawan Antropolinguistik


Ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Humaniora, Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof Drs Stanislau Sandarupa MA PhD, meninggal dunia di RSUP Wahidin Sudirohusodo, Makassar, Senin dinihari, 18 Januari 2016. Dosen Fakultas Ilmu Budaya yang juga menjabat Ketua Program Studi Doktor Linguistik Unhas, dirawat di rumah sakit sejak Jumat, 15 Januari 2016. (ist)





------
Jumat, 15 Januari 2016


In Memoriam Prof Stanislau Sandarupa:



Unhas Kehilangan Cendekiawan Antropolinguistik


MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA). Ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Humaniora, Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof Drs Stanislau Sandarupa MA PhD, meninggal dunia di RSUP Wahidin Sudirohusodo, Makassar, Senin dinihari, 18 Januari 2016.
Dosen Fakultas Ilmu Budaya yang juga menjabat Ketua Program Studi Doktor Linguistik Unhas, dirawat di rumah sakit sejak Jumat, 15 Januari 2016. Sehari sebelumnya (Kamis, 14 Januari 2016), Prof Stanislau masih sempat memimpin ujian Program Magister (S2) dan mencicipi kue dos.
Sebelum dirawat di rumah sakit, Jumat (15/1), Stanislau bahkan masih hadir di kampus dan bersiap-siap memimpin sidang ujian mahasiswa. Namun, tiba-tiba pulpen yang dipegangnya terlepas dan terjatuh saat berjalan memasuki ruangan ujian di Fakultas Ilmu Budaya Unhas.
Ketika tunduk hendak mengambil pulpennya yang terjatuh itulah, dia tidak bisa lagi bangkit. Dalam keadaan tidak bisa berbicara sama sekali, dia digotong dan dilarikan ke RSUP Wahidin Sudirohusodo.
“Beliau mengalami ‘afasia global (tidak bisa bicara),’’ kata Drs H Tammasse Balla MHum, salah seorang mahasiswa S-3 asuhan almarhum, mengutip penjelasan istrinya yang pakar Dr dr Jumraini SpS.
Dengan “kepergian” Prof Stanislau Sandarupa, maka Unhas kehilangan salah seorang dosen terbaiknya, khususnya dalam bidang linguistik.
“Kita (Unhas, red) kehilangan cendekiawan antropolinguistik yang sangat produktif dengan riset dan tulisan-tulisannya di media nasional, khususnya pada Harian Kompas,” kata Rektor Unhas, Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu, kepada wartawan seusai melayat bersama Dekan Fakultas Ilmu Budaya Prof Burhanuddin Arafah, dan beberapa guru besar sahabat almarhum, di Kompleks Perumahan Dosen Unhas Tamalanrea AG 10, Senin pagi.
Dwia mengatakan, sebagai Ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Humaniora, Stanislau Sandarupa mampu membawa lembaga itu aktif kembali. Selain menjabat sebagai Kepala Puslitbang Humaniora, almarhum juga dipercayakan sebagai Ketua Program Studi Linguistik S-3 Unhas.
Stanislau Sandarupa yang dilahirkan di Makale 9 Oktober 1956, diangkat menjadi Guru Besar dalam mata kuliah Antropolinguistik pada 1 Maret 2015. Ayah empat anak dan suami dari Katrina Patabang (56 tahun), termasuk salah seorang dosen yang produktif menulis artikel di Harian Kompas Jakarta.
Sulung dari tiga bersaudara anak pasangan mendiang Martinus Ello-Clara Tibe ini menyelesaikan pendidikan doktor di University of Chicago, AS, tahun 2004, dengan memilih bidang Antorpologi.
Bermodalkan pengetahuan yang ditimbanya di Departement of Linguistic University of Chicago, almarhum memperdalam pengetahuan dengan mengembangkan disiplin anthopolinguistic. Menggunakan pisau analisis wacana kritis, Stanislau kerap membahas wacana sosial politik para tokoh publik di beberapa media, khususnya di Harian Kompas.
“Tidak hanya itu, dia termasuk salah seorang tokoh intelektual Toraja yang aktif menganalisis masalah budaya Toraja secara akademik, terutama dikaitkan dengan antropolinguistik,” kata Kepala Humas dan Protokol Unhas, M Dahlan Abubakar, yang juga mahasiswanya di Program S-3 Linguistik Unhas.
Kemampuan menulis almarhum mulai berkembang sejak SMA Katolik Makassar (tamat 1972). Dia memperoleh penghargaan berupa sertifikat dari sekolahnya karena berhasil tampil sebagai juara I lomba mengarang.
Dia juga meraih “Sertificate of Merit” dari Japan Sophia University, Tokyo, ketika mewakili Universitas Hasanuddin mengikuti kuliah Musim Panas di Universitas Internasional Sophia, Tokyo selama 1 bulan 15 hari pada tahun 1978. Tujuh tahun kemudian, dia juga memperoleh “Sertificate of Appreciation’’ dari Saybrook Institute, San Fransisco, AS.
Rencana, setelah disemayamkan di kediamannya dua hari sambil menunggu salah seorang anaknya dari Amerika Serikat dan memberi kesempatan kepada kerabat melayat, jenazah maha guru ini akan dibawa ke tempat kelahirannya, di Tana Toraja. (win/r)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama