DPRD Sulsel Diminta Revisi Perda HIV/AIDS


REVISI PERDA. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulsel diminta segera merevisi dan atau mencabut Perda Nomor Tahun 2010, tentang Penanggulangan HIV dan AIDS dalam perspektif HAM dan Gender dengan pelibatan aktif-substantif Inklusi Orang Dengan dan Yang Rentan HIV di semua tahapan proses.





----------
Rabu, 1 Juni 2016


DPRD Sulsel Diminta Revisi Perda HIV/AIDS


-        --  Aliansi HAM untuk HIV/AIDS Sulselbar Nilai Pemerintah Gagal Melindungi Hak-hak Masyarakat dari Bahaya HIV


MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA). Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulsel diminta segera merevisi dan atau mencabut Perda Nomor 4 Tahun 2010, tentang Penanggulangan HIV dan AIDS dalam perspektif HAM dan Gender dengan pelibatan aktif-substantif Inklusi Orang Dengan dan Yang Rentan HIV di semua tahapan proses.
Permintaan itu diajukan Aliansi HAM untuk AIDS Sulselbar, melalui rilis tertanggal 30 Mei 2016, yang dikirim via email ke redaksi Pedoman Karya.
Rilis tersebut dikirim sebagai bagian dari peringatan “The 33rd International AIDS Candle lights Memorial 2016”, bertema: “Keep the Lights to “Enggage, Educate, and Empower” untuk Perlindungan terhadap Perempuan dan Anak dari Kekerasan yang dikaitkan dengan HIV Menuju Sulsel Sehat untuk Pencapaian SDGs 2030.”
Aliansi HAM untuk HIV dan AIDS Sulselbar mengatakan, sejak tahun 2010, mereka telah melakukan gerakan untuk mendorong proses revisi dan atau pencabutan Perda Nomor 4 Tahun 2010 Provinsi Sulsel, karena dinilai diskriminatif dan mengkriminalisasi Inklusi, termasuk perempuan, anak, dan kelompok rentan dengan dan atau yang rentan HIV dan AIDS.
Dalam tiga tahun terakhir, katanya, disepakati serangkaian pertemuan formal dan informal bersama pemerintah terkait perda tersebut, termasuk janji dan niat yang menyertai pertemuan tersebut untuk mulai memproses dan membahas perda tersebut dalam tahun anggaran 2016 sesuai dengan keinginan masyarakat sipil.
“Faktanya, jangankan membahas, mewacanakannya pun tidak pernah. Kami menilai pemerintah tidak serius untuk mempercepat perlindungan hak-hak Inklusi dan masyarakat secara luas dengan jaminan hukum. Artinya, pemerintah gagal melindungi hak-hak masyarakat dari bahaya HIV,” tandasnya.
Penelusuran laporan Penanggulangan HIV dan AIDS melalui Biro Bina Napza HIV dan AIDS Provinsi Sulsel terungkap, bahwa Sulsel telah mengarah ke general epidemic, karena telah ditemukan kasus pada ibu rumah tangga dan anak.
Ironisnya, poin Responsif Gender yang ada dalam pernyataan Visi Renstrada 2013-2018, di tingkatan manefestasinya belum mampu merespon situasi ini.
Bagi Aliansi HAM untuk AIDS Sulselbar, status apapun yang dipilih dan dimiliki individu dan atau kelompok Bukan Penyebab Orang Terinfeksi HIV, perlakuan diskriminatif dan keinginan politik pemerintah yang rendah dalam melindungi hak-hak rakyatnyalah yang membuat mereka terinfeksi dan atau semakin rentan terhadap HIV dan Status HIV positif.
“Bukan sebuah ancaman kesakitan dan atau kematian, serta rendahnya kualitas dan atau harapan hidup ODHA, tetapi lemahnya jaminan hukumlah yang membuat mereka rentan mengalami ancaman tersebut,” katanya.
Pandangan yang lahir dari kontemplasi pengalaman pergerakan tersebut seterusnya  membentuk sikap yang juga menjadi tuntutan Aliansi HAM untuk AIDS Sulselbar terhadap beberapa justifikasi yang harus segera dilakukan oleh Pemerintah Daerah, teramasuk kabupaten dan kota di Sulsel.
Untuk itulah mereka meminta dukungan rakyat Sulsel untuk bersama-sama menuntut dan mendesak lembaga tersebut untuk segera menuntut tuntas berbagai bentuk pelanggaran terhadap Inklusi Orang Dengan dan Yang rentan HIV.
Masyarakat dan pemerintah juga diminta mendukung Penuh Gerakan Advokasi Masyarakat Sipil Tana Toraja untuk mendesak Bupati Toraja Utara agar segera memberhentikan Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Tanah Toraja Utara atas perlakuan diskriminatif dan perlakuan salahnya terhadap ODHA meninggal dan keluarganya.
ODHA Perempuan, Anak, kelompok rentan lain serta isu HIV dan AIDS, harus menjadi pengarusutamaan dalam semua dokumen pembangunan manusia di Sulawesi Selatan.
Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, baik yang terkait langsung maupun yang memiliki hubungan dengan HIV dan AIDS, pemerintah harus transparan dan akuntabel, termasuk keterbukaan informasi publik terkait kerja sama dengan non-state actors dan bantuan dari kelembagaan luar negeri.  
Dalam setiap Penyelenggaraan Kegiatan HIV dan AIDS, pemerintah harus membangun sinergi dan melakukan koordinasi antar-SKPD terkait, Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komnas Anak, dan elemen masyarakat lainnya untuk membangun system perlindungan Masyarakat dari bahaya HIV dan AIDS dalam konstruksi HAM dan Gender.

Aliansi HAM untuk AIDS Sulselbar mengajak masyarakat agar mendukung penuh semua aksi para pihak untuk memperjuangkan kondisi penguatan hukum dan pengembangan Hak Asasi Manusia yang non-diskriminatif dan adil gender, serta berbagai upaya penyelamatan nyawa manusia dan anti penyiksaan, termasuk menolak hukuman mati, kebiri, dan implant microcief. (win/r)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama