Cara Cerdas Gubernur Membungkus Kemarahan


PENGARUH. Syah Alim tidak meluapkan kemarahannya dengan semprotan kata-kata keras dan kasar, tetapi bermanuver dan melakukan kegiatan besar yang gaungnya tentu saja juga besar, sehingga secara tidak langsung menunjukkan besarnya pengaruh seorang Syah Alim. (int)





-----
PEDOMAN KARYA
Ahad, 6 November 2016


Anekdot:


Cara Cerdas Gubernur Membungkus Kemarahan


Oleh: Asnawin Aminuddin

            Episode panjang yang telah dilaluinya di panggung politik dan pemerintahan, membuat Syah Alim tidak mudah tergoyahkan oleh berbagai macam gangguan, intimidasi, dan guncangan.
Syah Alim tenang-tenang saja ketika jabatannya sebagai Ketua Partai Anging Mammiri Provinsi Antah Berantah, diambil-alih secara administratif tanpa melalui proses musyawarah provinsi (Musprov) oleh pimpinan pusat, padahal ia terpilih melalui musyawarah untuk mufakat sekitar enam tahun lalu.
Banyak pendukungnya yang marah atas kesewenang-wenangan Pimpinan Pusat Partai Anging Mammiri yang mengkudeta dirinya dari kursi Ketua Partai Anging Mammiri Provinsi Antah Berantah, tanpa melalui proses pemilihan dan tanpa musyawarah provinsi, padahal dirinya masih berhak untuk mencalonkan diri sebagai ketua pada periode berikutnya.
Para pendukungnya meminta dirinya melawan dan menggunakan segala kapasitas dan kewenangan yang dimilikinya, baik sebagai ketua parpol, maupun sebagai Gubernur Antah Berantah.
Syah Alim yang mantan bupati dan kini sudah dua periode menjabat gubernur, memang bisa saja melakukan perlawanan atas kudeta dan kesewenang-wenangan yang dilakukan Pimpinan Pusat Partai Anging Mammiri, apalagi dirinya memiliki jaringan yang cukup luas dan hubungan yang cukup baik dengan orang-orang berpengaruh di tingkat nasional, tetapi itu tidak dilakukannya.
Syah Alim tetap tenang, tetap tersenyum ramah sambil menenangkan para pendukungnya, dan juga tetap bekerja seperti biasa sebagai gubernur.
Baginya, jabatan di partai politik itu hanya alat untuk mengabdi kepada negara dan rakyat. Syah Alim meminta agar para kader Partai Anging Mammiri tetap solid, tidak bercerai-berai, dan tetap bersatu untuk bersama-sama membangun Provinsi Antah Berantah.
Apakah Syah Alim benar-benar tidak marah? Apakah Syah Alim memang tidak kecewa? Tentu saja ia marah dan kecewa, karena tidak sepantasnya ia diperlakukan seperti itu.
Sangat tidak pantas, dirinya diturunkan dari kursi ketua partai politik tanpa melalui proses musyawarah provinsi sebagaimana lazimnya pemilihan ketua dan pengurus baru sebuah partai politik.
Tetapi sebagai orang yang matang dan berpengalaman di panggung politik dan pemerintahan, Syah Alim tentu saja punya cara tersendiri untuk melampiaskan kemarahan dan kekecewaannya.
Syah Alim tentu saja punya cara cerdas dalam membungkus kemarahannya. Ia bukan orang biasa yang gampang bereaksi ketika ada orang lain mengusiknya.

Kecerdasan Politik

Dalam dirinya mengalir darah politik dan darah pemimpin yang mengantarkannya menjadi bupati, menjadi gubernur, dan menjadi pimpinan parpol.
Dalam dirinya terdapat kolaborasi berbagai macam kecerdasan, mulai dari kecerdaan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spriritual, kecerdasan manajemen teknis dan taktis, serta kecerdasan politik.
Kemampuan Partai Anging Mammiri Provinsi Antah Berantah beraklimatisasi, bertahan hidup, dan bahkan tetap menjadi parpol terbesar di Provinsi Antah Berantah, tidak terlepas dari kecerdasan politik, sosok, dan pengaruh Syah Alim.
Pada sebuah kesempatan, Syah Alim mengatakan secara tegas bahwa dirinya ingin bertanding dengan kecerdasan. Dirinya ingin menjaga ideologi partai politik yang membesarkannya dan ingin berbuat untuk bangsa.
Syah Alim dengan tegas mengatakan, kader Partai Anging Mammiri harus berdiri di bawah naungan kepentingan negara dan kepentingan rakyat melalui pengawalan partai politik.
Prinsipnya yang tegas menunjukkan betapa Syah Alim selain cerdas, juga berani menghadapi berbagai macam tantangan.
Dengan kecerdasan yang dimiliknya, Syah Alim membungkus kemarahan dan kekecewaannya dengan cara diam dan tersenyum, sambil tetap melakukan aktivitasnya sebagai gubernur.
Namun di balik diam dan senyumannya, para loyalisnya bergerak. Ada yang pindah ke parpol lain dan langsung diangkat menjadi ketua. Ada yang berkomentar di media massa tentang berbagai macam prestasi yang diicapai Syah Alim, baik di panggung politik, maupun di pemerintahan.
Kepindahan kader-kader potensial Partai Anging Mammiri ke partai lain, tentu saja cukup berpengaruh secara politis, apalagi beberapa di antara mereka adalah ketua parpol dan juga ada yang sedang menjabat sebagai bupati.
Loyalis lainnya bermanuver melakukan berbagai macam kegiatan, termasuk menyiapkan kegiatan besar melalui salah satu organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang dipimpin sang gubernur.
Ada dua kegiatan besar yang diadakan, yaitu pertama, pertemuan nasional Ormas yang dihadiri puluhan tokoh dan pejabat tingkat nasional yang tentu saja gaungnya cukup besar, karena kegiatan tersebut disiarkan oleh media lokal dan media nasional.
Kegiatan kedua yaitu acara jalan santai bela negara yang dihadiri lebih dari seratus ribu orang, mulai dari anggota Ormas, pegawai negeri, hingga masyarakat umum. Kegiatan ini pun mendapat porsi pemberitaan yang besar dari berbagai media lokal dan media nasional, karena jumlah pesertanya mencapai lebih dari seratus ribu orang dan tentu saja memacetkan arus lalu-lintas di ibukota Provinsi Antah Berantah.
Dengan besarnya gaung pemberitaan dua kegiatan besar yang diadakan oleh Ormas yang dipimpin Syah Alim pada tingkat provinsi, maka secara otomatis tenggelamlah pemberitaaan kegiatan jalan santai yang juga diadakan oleh Partai Anging Mammiri pada waktu dan tempat yang sama, yakni di ibukota Provinsi Antah Berantah.
Inilah bentuk kemarahan sekaligus bentuk kecerdasan politik Syah Alim. Ia tidak meluapkan kemarahannya dengan semprotan kata-kata keras dan kasar, tetapi bermanuver dan melakukan kegiatan besar yang gaungnya tentu saja juga besar, sehingga secara tidak langsung menunjukkan besarnya pengaruh seorang Syah Alim.
Melalui dua kegiatan besar tersebut, Syah Alim secara tidak langsung ingin menyampaikan pesan kepada lawan-lawan politiknya, bahwa dirinya bukan orang kecil dan bukan orang yang gampang dijatuhkan, apalagi dihabisi secara politik.




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama