Penistaan Agama Cemari Atmosfer Demokrasi


TERCEMARI. Anggota DPD-MPR RI, AM Iqbal Parewangi mengatakan, jika hukum tertunda apalagi tidak ditegakkan terhadap Kepala Daerah yang terlapor menistakan agama, lalu karena itu penyelenggara demokrasi harus membiarkan calon petahana itu melenggang menuju Pilkada DKI 2017, maka atmosfer demokrasi Pilkada di seantero negeri berpotensi ikut tercemari oleh afirmasi negatifnya.





---------
Rabu, 02 Nopember 2016


Penistaan Agama Cemari Atmosfer Demokrasi


            MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA). Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, telah dilaporkan ke polisi terkait dugaan tindak pidana pelecehan agama. Tindakan pelecehan atau penistaan agama tersebut telah mencemari atmosfer demokrasi di Indonesia, melukai rasa keagamaan umat Islam yang mayoritas, dan akibatnya dapat merembes ke isue eskalatif terkait kedaulatan bangsa versus penguasaan ekonomi.
            “Dalam Sidang Paripurna DPD RI pada tanggal 25 Oktober 2016, saya nyatakan bahwa (tindakan penistaan agama) itu berpotensi merusak konstruksi kebangsaan dan kebersamaan anak bangsa,” kata Anggota DPD–MPR RI, AM Iqbal Parewangi, melalui akun Facebok-nya, Rabu, 02 Nopember 2016.
Wakil rakyat dari Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan itu mengungkapkan bahwa pada 2017 dan 2018 mendatang, akan dihelat 272 Pilkada (Pemilihan Umum Kepala Daerah) di Seantero Negeri.
Ke-272 Pilkada tersebut, terdiri atas 24 Pemilihan Gubernur (Pilgub) termasuk DKI Jakarta, 191 Pemilihan Bupati (Pilbup), dan 57 Pemilihan Walikota (Pilwali)
“Separoh lebih daerah di Indonesia akan ber-Pilkada. Jutaan anak bangsa akan berpesta demokrasi. Dan, memang, Ahok hanyalah salah satu di antara calon 01 yang berharap dapat ikut berkontestasi di Pilkada Serentak 2017, tetapi, bukankah nila setitik dapat merusak susu se-belanga?” tanya Iqbal.
 Jika hukum tertunda apalagi tidak ditegakkan terhadap Kepala Daerah yang terlapor menistakan agama, lalu karena itu penyelenggara demokrasi harus membiarkan calon petahana itu melenggang menuju Pilkada DKI 2017, maka atmosfer demokrasi Pilkada di seantero negeri berpotensi ikut tercemari oleh afirmasi negatifnya.
“Seakan-akan bahwa seorang Kepala Daerah boleh koq ngomong apa saja. Boleh koq seenaknya melukai hati, pikiran, bahkan rasa keagamaan masyarakat termasuk para pemilih. Toh kebal hukum, toh kebal aturan. Buktinya, lihat Ahok. Seakan-akan bahwa menistakan agama saja tidak apa-apa, apalagi cuma menistakan nilai-nilai luhur, budaya leluhur, aturan, dan lainnya. Dan, naudzubillah, sungguh cemaran afirmasi negatif seperti itu sangat merusak, termasuk merusak kemolekan demokrasi,” papar Iqbal. (as)


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama