Gubernur Mencari Calon Penggantinya


GUBERNUR sedang galau. Ia sudah hampir mengakhiri masa jabatannya, tetapi belum ada orang yang bisa dipercayakannya menjadi pengganti. Sudah banyak yang mengajukan diri, tetapi tak satu pun yang berkenan di hati sang gubernur. 







------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 17 Februari 2017


Gubernur Mencari Calon Penggantinya


Oleh: Asnawin Aminuddin
(Pemerhati Masalah-masalah Sosial-Politik)

            Gubernur sedang galau. Ia sudah hampir mengakhiri masa jabatannya, tetapi belum ada orang yang bisa dipercayakannya menjadi pengganti. Sudah banyak yang mengajukan diri, tetapi tak satu pun yang berkenan di hati sang gubernur.
Beberapa nama yang diusulkan oleh sejumlah organisasi ataupun perorangan, juga belum ada satu pun yang dianggapnya mampu melanjutkan kepemimpinannya. Sang gubernur benar-benar galau.
Suatu hari, sang gubernur mengundang beberapa tokoh yang dianggap independen untuk membicarakan masalah tersebut. Mereka pun berdiskusi mulai siang hingga malam hari.
Di antara tokoh-tokoh tersebut, ada yang mengusulkan nama calon gubernur yang dianggap kompeten dengan berbagai argumentasi. Sebaliknya, tokoh lain hanya mengajukan kriteria calon gubernur yang dianggap cocok menjadi pemimpin masa depan.
Tidak ada keputusan pada pertemuan tersebut. Sang gubernur menyampaikan terima kasih atas kehadiran dan berbagai masukan yang diterima dari para tokoh tersebut. Ia berjanji akan segera mengambil keputusan secepatnya.
Dua hari kemudian, gubernur mengeluarkan pengumuman berisi sayembara. Isi sayembaranya yaitu dibuka kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendaftar sebagai calon gubernur.
Berita tentang sayembara itupun menyebar dengan cepat ke berbagai pelosok. Diskusi warung kopi pun menjadi semakin hangat dan seru dengan adanya sayembara tersebut. Para tokoh agama pun tak ketinggalan membahasnya dalam berbagai kesempatan.
Pada hari yang telah ditentukan, berdatanganlah masyarakat ke kantor gubernur. Sebagian mereka berminat mengikuti sayembara, tetapi sebagian besar lainnya hanya ingin menyaksikan suasana pendaftaran, serta ingin mengetahui siapa-siapa yang mendaftar.
Para calon pendaftar diberi kesempatan duduk pada deretan kursi paling depan, sedangkan masyarakat yang hanya ingin menyaksikan jalannya sayembara duduk pada deretan kursi baris kedua dan seterusnya ke belakang.
Anehnya, hingga siang hari, tak satu pun kursi deretan paling depan yang terisi. Sementara deretan kursi baris kedua dan seterusnya ke belakang, semua terisi penuh, bahkan lebih banyak lagi yang terpaksa berdiri karena tidak kebagian tempat duduk.
Menyaksikan kenyataan tersebut, sang gubernur semakin galau. Masyarakat juga penasaran, karena tak ada seorang pun yang mendaftarkan diri mengikuti sayembara. Mereka bertanya-tanya, mengapa tidak ada yang mendaftar, apakah tidak ada yang berani.
Menjelang sore, tampak dari kejauhan seorang pemuda berjalan menuju kantor gubernur. Begitu tiba di kantor gubernur dan setelah bertanya kepada petugas keamanan, ia pun segera duduk di kursi deretan paling depan. Itu berarti, ia siap mendaftar mengikuti sayembara sebagai calon gubernur.
Semua mata tertuju kepadanya, tak terkecuali sang gubernur. Ada yang heran, ada yang geleng-geleng kepada, dan ada yang mencibir. Tak ada seorang pun yang tersenyum, apalagi gembira melihat pemuda tersebut, termasuk sang gubernur.
Selain usianya yang masih terlalu muda untuk ukuran calon gubernur, penampilannya juga biasa-biasa saja. Tidak ada yang istimewa. Ia terlihat sama saja dengan pemuda kebanyakan.
Karena tidak yakin melihat penampilan pemuda tersebut, gubernur pun menyapanya dengan sapaan biasa. Sama sekali tidak sama ketika ia menyapa para petinggi atau tokoh masyarakat.
“Pemuda! Apakah kamu yakin, siap mengikuti sayembara?” tanya gubernur dengan kening berkerut.
“Ya, saya siap!” jawab si pemuda dengan lantang.
“Usiamu masih terlalu muda, tentu pengalamanmu masih sangat minim. Apa yang membuatmu begitu yakin siap mengikuti sayembara ini?” tanya gubernur dengan mata menyipit.
“Orangtua saya telah mendidik saya dengan baik, sejak kecil hingga menjadi pemuda seperti sekarang ini. Orangtua saya mengajarkan saya banyak hal, termasuk masalah kepemimpinan,” jawab si pemuda sambil memandang kepada gubernur.
“Baiklah,” kata gubernur yang kemudian menyampaikan sejumlah kriteria dan syarat yang harus dipenuhi sebagai calon gubernur.
Dari sejumlah kriteria dan syarat tersebut, ada dua poin yang memang sangat berat untuk dipenuhi, yaitu calon gubernur harus siap berpuasa pada siang hari dan beribadah pada malam hari. Rupanya, dua syarat inilah yang membuat tidak ada satu pun berani mengikuti sayembara, kecuali si pemuda tersebut.
“Saya siap!” kata si pemuda dengan suara yang cukup meyakinkan.
Meskipun demikian, sang gubernur tetap tidak bisa percaya sepenuh hati. Ia sama sekali tidak mengenal latar belakang si pemuda. Ia juga masih sangat ragu, apakah si pemuda mampu berpuasa pada siang hari dan beribadah pada malam hari, sambil tetap menjalankan pemerintahan sebagaimana mestinya.
Namun, karena sayembara disaksikan banyak orang dan si pemuda menyatakan siap menjadi gubernur, maka mau tidak mau, sang gubernur terpaksa menyerahkan jabatan gubernur kepada si pemuda.
“Pernyataan kesiapanmu disaksikan banyak orang. Kalau kamu gagal, kalau kamu tidak mampu berpuasa pada siang hari sambil tetap menjalankan pemerintahan, dan beribadah pada hari sambil tetap melayani masyarakat, maka kamu harus mengundurkan diri,” tandas sang gubernur.
Beberapa hari kemudian, si pemuda dilantik menjadi gubernur. Ia berpuasa pada siang hari sambil tetap menjalankan pemerintahan dengan baik, serta beribadah pada malam hari sambil tetap memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pemerintahan berjalan dengan baik dan masyarakat pun merasa terlayani dengan baik. Aparat pemerintahan pun akhirnya banyak yang malu hati, karena selama ini jarang beribadah, apalagi berpuasa.
Masyarakat juga akhirnya semakin sadar akan pentingnya beribadah dan berpuasa. Maka rumah ibadah pun selalu ramai. Suasana religius pun tercipta berkat kepemimpinan yang baik dari si pemuda selaku gubernur.

Mendapat Cobaan

Suatu malam, petugas keamanan melapor kepada gubernur bahwa di depan pintu gerbang kantor gubernur, ada seseorang yang ingin bertemu dengan gubernur. Petugas keamanan sudah menyarankan agar orang tersebut datang besok pagi, tetap orang itu tetap saja ngotot ingin bertemu langsung dengan gubernur malam itu juga.
Dengan tenang san sabar, sang gubernur mempersilakan orang tersebut untuk masuk. Orang itu kemudian menyampaikan masalahnya dan ingin segera mendapat jalan keluar dari gubernur.
Gubernur berjanji akan membantunya dan memintanya datang keesokan harinya, tetapi orang itu tetap tinggal dan ingin segera mendapat bantuan dari gubernur pada malam itu juga.
Sadar dirinya mendapat cobaan, sang gubernur pun berupaya tetap tenang menghadapi orang itu. Ia yakin, tamunya itu sengaja ingin mengganggu kebiasaannya yang cepat tidur pada malam hari, agar dapat bangun tengah malam untuk beribadah.
“Baiklah, saya akan bantu kamu malam ini juga, tetapi kamu harus menginap di sini dan ikut beribadah bersama saya hingga pagi hari. Kamu juga harus makan sahur bersama saya dan kita sama-sama berpuasa besok,” kata gubernur.

Mendengar pernyataan dan persyaratan yang diajukan gubernur, orang itu pun segera pamit dan tak pernah muncul lagi di hadapan gubernur. *** 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama