“Melepas Rindu” di Pemakaman UNM


“MELEPAS RINDU”. Pada hari Selasa, 25 April 2017, saya ziarah ke makam Prof Idris Arief, sekaligus “melepas rindu” dengan menziarahi makam beberapa dosen FPOK IKIP/FIK UNM di Pemakaman UNM, Limbung, Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa, antara lain makam Pak Ilyas Haddade, makam Prof Kasmad Yahya, dan makam Prof Adib Rani. (dok pribadi)





-------
PEDOMAN KARYA
Selasa, 25 April 2017


SURAT PEMBACA:

“Melepas Rindu” di Pemakaman UNM




Ikatan batin antara mahasiswa dengan dosen, antara saya selaku alumni dengan para dosen IKIP Ujungpandang (sekarang Universitas Negeri Makassar/UNM), masih terasa kuat, padahal rentang waktunya sudah cukup lama.
Saya masuk kuliah pada Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK) IKIP Ujungpandang tahun 1986 dan diwisuda pada awal 1991 (saat itu Prof Sjahruddin Kaseng baru saja menggantikan Prof Paturungi Parawansa sebagai rektor).
Meskipun sudah cukup lama menjadi alumni (26 tahun), ikatan batin dengan para dosen kami masih terasa kuat.
Bukan hanya karena kami cukup lama berinteraksi dalam suasana kekeluargaan yang masih agak kental ketika itu, melainkan juga karena setelah menjadi alumni, saya masih sering ke kampus FPOK (sekarang Fakultas Ilmu Keolahragaan/FIK) di Banta-bantaeng serta ke kampus IKIP/UNM di Gunungsari Baru (Jl AP Pettarani) dan di Parangtambung (Jl Daeng Tata) dalam kapasitas sebagai wartawan Harian Pedoman Rakyat.
Karena sering bertemu dan sering berinteraksi (terutama dalam kapasitas antara wartawan dan narasumber berita), akhirnya saya cukup akrab dengan tiga mantan rektor yakni Prof Sjahruddin Kaseng (setelah tidak lagi menjabat rektor, sempat sempat menjadi Anggota DPR RI), Prof Muhammad Idris Arief (alm), dan Prof Arismunandar.
Bukti keakraban kami antara lain begitu terasa ketika suatu hari Prof Sjahruddin Kaseng menegur saya sambil tersenyum, beberapa waktu setelah beliau tidak lagi duduk sebagai Anggota DPR RI (pengganti antar-waktu menggantikan Prof Fachruddin yang mantan Rektor Universitas Hasanuddin, Makassar).
“Kenapa Asnawin tidak pernah ketemu saya kalau ke Jakarta,” tanya Prof Sjahruddin.
Dengan Prof Idris Arief, saya juga sangat sering berinteraksi, baik ketika beliau masih menjabat rektor, maupun setelah beliau lebih banyak menghabiskan waktunya di Kampus STIEM Bongaya sebagai pendiri dan ketua yayasan.
Keakraban saya dengan Prof Idris Arief, bukan hanya antara wartawan dan narasumber, melainkan sudah seperti anak dan ayah, karena saya sering ngobrol-ngobrol dengan beliau di ruang kerjanya atau di rumah jabatannya saat masih menjabat Rektor UNM, serta di ruang kerjanya di Kampus STIEM Bongaya.
Tentu saya juga akrab dengan isteri beliau, Prof Rabihatun yang dosen sejarah di UNM, apalagi beliau juga kerap saya jadikan narasumber berita.
Empat tahun setelah “kepergiannya” (Prof Idris Arief meninggal dunia pada 22 Juni 2013), ternyata saya masih merasakan adanya ikatan batin dengan beliau. Buktinya, beberapa hari lalu (pekan ketiga April 2017), saya bermimpi menelpon beliau dan kami pun berbincang singkat. Meskipun hanya beberapa detik, tetapi obrolan kami terasa begitu hidup. Sama persis ketika kami ngobrol saat beliau masih hidup.
Keesokan harinya, saya sampaikan kepada salah seorang anaknya, Abdi Akbar (yang juga dosen UNM dan  kini melanjutkan amanah sebagai Ketua Yayasan Pendidikan Bongaya Ujung Pandang), bahwa semalam saya bermimpi menelpon almarhum ayahanda Prof Idris Arief, dan saya merasa mimpi itu sebagai peringatan, seolah-olah beliau marah atau rindu karena saya agak lama tidak ziarah ke makamnya.
Pada hari Selasa, 25 April 2017, saya ziarah ke makam beliau, sekaligus “melepas rindu” dengan menziarahi makam beberapa dosen FPOK IKIP/FIK UNM, di Pemakaman UNM, Limbung, Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa.
Beberapa makam dosen FPOK/FIK UNM yang sempat saya abadikan dengan foto, yaitu makam Pak Ilyas Haddade, makam Prof Kasmad Yahya, dan makam Prof Adib Rani.
Saya juga mengabadikan makam Prof Samsu Mappa (mantan PR 1 IKIP Ujungpandang) dan makam Dr Ahyar Anwar (dosen, seniman, dan budayawan yang meninggal dunia dalam usia yang masih terbilang muda, yakni 43 tahun).

Semoga beliau-beliau semua (para dosen IKIP/UNM yang telah mendahului kita) diampuni dosa-dosanya dan diterima amal ibadahnya oleh Allah SWT. (asnawin aminuddin)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama