Nenek Nari Jual Koran dan Tissu Demi Cucu


JUAL KORAN DAN TISSU. Perempuan tua ini akrab dipanggil Nenek Nari. Ia mengaku sudah berusia sekitar 75 tahun. Kerjanya menjual koran dan tissu di flyover perempatan Jalan AP Pettarani – Jl Urip Sumohardjo – Jalan Tol Reformasi, Makassar. (Foto: Kiki Fatmala)






-------------
PEDOMAN KARYA
Selasa, 18 Juli 2017


Nenek Nari Jual Koran dan Tissu Demi Cucu


Perempuan tua itu akrab dipanggil Nenek Nari. Ia mengaku sudah berusia sekitar 75 tahun. Kerjanya menjual koran dan tissu di perempatan jalan raya.
Dengan badan yang sudah membungkuk, perempuan renta itu menawarkan dagangannya kepada para pengendara yang lalu-lalang, terutama saat lampu merah menyala. Belasan tiras koran dipegang dengan tangan kiri dan dengan dengan jari tangan kiri pula ia memegang tissu. Tangan kanannya juga menenteng tissu 
“Menjual beginika Nak (saya menjual begini nak) untuk biaya makanku sehari-hari dan biaya kelima cucuku dan ada satu yang sekolah masih SMP,” katanya dalam Bahasa Indonesia logat Makassar, saat ditemui di flyover perempatan Jalan AP Pettarani – Jl Urip Sumohardjo – Jalan Tol Reformasi, Makassar, Senin, 17 Juli 2017.

Dengan suara yang terbata-bata, Nenek Nari menceritakan ia bekerja untuk dirinya dan untuk cucunya yang berjumlah lima orang. Salah satu di antara kelima cucunya itu kini terdaftar sebagai siswa salah satu SMP di Kota Makassar.
Berapa penghasilan Nenek Nari setiap hari dengan jualan koran dan tissu? Menjawab pertanyaan kami, Nenek Nari langsung tersenyum malu. Ia tidak menjawab, bahkan ia tidak juga menjawab hingga beberapa kali kami menanyakannya.
Mungkin juga pengaruh pendengarannya yang sudah mulai kurang bagus ditambah suara bising kendaraan yang lalu-lalang, namun akhirnya ia menjawab juga pertanyaan kami.
“Sehari biasanya dapat Rp15.000. Itu pun jika ada yang membeli,” kata Nenek Nari.

Ia mengaku biasanya sudah berada di Flyover pada pukul 07.00 Wita untuk menjual koran dan tisu.
“Tidak mauka mengemis Nak (saya tidak mau mengemis), karena masih bisaka kerja (karena saya masih bisa bekerja) untuk makan sehari-hari bersama cucuku,” kata Nenek Nari. (Kiki Fatmala dan Putriani

(Penulis adalah mahasiswa Semester VI, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Unismuh Makassar)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama