“Pesta pernikahanna sederhana sekaliji bedeng. Diadakan di mesjid dan hanya keluarga dekat yang hadir. Akad nikah jam 10, pengajian singkat, dan sesudah itu makan, baru selesaimi. Makannya juga nasi dos dan kue dos,” tutur Daeng Tompo’.
“Deh, padahal banya’najitu uangna Daeng Jarre’ di’?” kata Daeng Nappa’.
-------
PEDOMAN
KARYA
Jumat,
18 Agustus 2017
Obrolan Daeng
Tompo' dan Daeng Nappa' (8):
Untuk Apa Pesta
Mahal?
“Kemarin ketemuka Daeng Jarre’. Itu
temanta’ yang kepala dinaska, yang punya kebun, sawah, dan empang di kampung,”
kata Daeng Tompo’ saat keluar dari mesjid seusai shalat subuh.
“Dimanaki’ ketemu?” tanya Daeng Nappa’.
“Di kantor gubernur, terus na’ajakka’
makan siang. Eh, ternyata baru minggu lalu nakasi’ nikahki anaknya,” ungkap
Daeng Tompo’.
“Edede, tidak tong na’undang-undangki’,”
kata Daeng Nappa’.
“Jangankan kita’. Keluargana lagi banyak
tidak na’undang,” kata Daeng Tompo’.
“Tegana itu,” tukas Daeng Nappa’.
“Pesta pernikahanna sederhana sekaliji
bedeng. Diadakan di mesjid dan hanya keluarga dekat yang hadir. Akad nikah jam
10, pengajian singkat, dan sesudah itu makan, baru selesaimi. Makannya juga
nasi dos dan kue dos,” tutur Daeng Tompo’.
“Deh, padahal banya’najitu uangna Daeng
Jarre’ di’?” kata Daeng Nappa’.
“Nabilang Daeng Jarre’, untuk apa kita
bikin pesta mahal, uang panai’ tinggi, undang banyak orang, terus ada juga
musikna. Apalagi kalau ada juga pra-weddingna. Tidak pernah dicontohkan oleh
Rasulullah maupun sahabat yang seperti itu. Mubazir dan merepotkan banyak
orang,” papar Daeng Tompo’. (asnawin)