In Memoriam Dahlan Kadir: Saya Mencintai Profesi Wartawan


PROFESI WARTAWAN. Wartawan senior Sulawesi Selatan, Dahlan Kadir (73), meninggal dunia, di kediamannya Jl Abubakar Lambogo, Makassar, Rabu pagi, 06 September 2017. Dahlan Kadir yang memang sudah cukup lama sakit, hingga akhirnya hayatnya masih menjabat sebagai Pemimpin Redaksi SKU Tegas. (Foto: Asnawin)






------------
PEDOMAN KARYA
Rabu, 06 September 2017


In Memoriam Dahlan Kadir:

Saya Mencintai Profesi Wartawan


            Wartawan senior Sulawesi Selatan, Dahlan Kadir (73), meninggal dunia, di kediamannya Jl Abubakar Lambogo, Makassar, Rabu pagi, 06 September 2017. Dahlan Kadir yang memang sudah cukup lama sakit, hingga akhirnya hayatnya masih menjabat sebagai Pemimpin Redaksi SKU Tegas.
Ketua PWI Sulsel, Agus Salim Alwi Hamu, bersama sejumlah pengurus, serta sejumlah wartawan senior juga sempat membezuknya saat masih dirawat di rumah sakit.
Pria asal Kabupaten Sinjai kelahiran 15 Agustus 1944, pernah menduduki beberapa jabatan dalam kepengurusan Persatuan Wartawan Indonesia  (PWI) Sulsel, dan juga pernah menjabat Ketua Serikat Perusahaan Pers (SPS, dulu Serikat Penerbit Suratkabar) Sulawesi Selatan.
Di kepengurusan SPS Sulsel periode 2010-2014, Dahlan Kadir menggantikan Putra Jaya dan kemudian ia digantikan oleh Agus Salim Alwi Hamu.
Saat menjabat Ketua SPS Sulsel, Dahlan Kadir didampingi Wakil Ketua Mustawa Nur (harian Beritakota Makassar) dan Yonathan Mandiangan (tabloid mingguan Eksis), Sekretaris Mahmud Sally (majalah Akselerasi), Wakil Sekretaris Subhan Yusuf (harian Ujungpandang Ekspres), Bendahara A Heri Moein (SKU Makassar Press), dan Wakil Bendahara M Alie (Majalah Karya).
Dalam buku: “Menembus Blokade Kelelawar Hitam; Kisah 99 Wartawan Sulawesi Selatan) yang ditulis HM Dahlan Abubakar, disebutkan bahwa Dahlan Kadir pada awal tahun 1960-an, sempat bekerja sebagai pegawai negeri sipil lingkup Pemerintah Kota Makassar (dulu Ujung Pandang), namun belum sempat terima gaji padahal sudah beberapa bulan bekerja, ia kemudian memilih beralih menjadi wartawan.
Sebelum menjadi wartawan, ia terlebih dahulu mengikuti Kursus Wartawan Mekar yang dipimpin I Mawengkang yang juga Pemimpin Redaksi Harian Tegas ketika itu. Setelah itu ia langsung menjadi wartawan Mingguan Fajar, kemudian beberapa kali berpindah media antara lain Mingguan Gelora, Harian Tanah Air, Majalah Manipol, dan Warta Nasional, sebelum akhirnya bergabung pada tahun 1967 di Harian Tegas yang dipimpin Syamsuddin Daeng Lau.
“Saya bekerja dan mencari nafkah sebagai wartawan sejak masih muda hingga sekarang. Saya mencintai profesi wartawan, dan insya Allah sampai mati nanti saya tetap berprofesi sebagai wartawan,” kata Dahlan Kadir ketika membawakan materi pada sebuah pelatihan jurnalistik di Gedung PWI Sulsel beberapa tahun silam.

Qahhar Mudzakkar dan HM Patompo

Di antara sekian banyak pengalamannya selama menjad wartawan, Dahlan Kadir merasa sangat terkesan ketika memegang janggut Tokoh DI/TII, Qahhar Mudzakkar, saat jenazah Qahhar masih disemayamkan di Rumah Sakit Pelamonia Makassar.
“Saya sempat pegang janggutnya,” ungkap Dahlan seraya menambahkan bahwa ketika banyak wartawan dan masyarakat umum yang dipanggil ke RS Pelamonia untuk menyaksikan jenazah Qahhar Mudzakkar sebelum dimakamkan.
Pengalaman berkesan lainnya yaitu dirinya pernah dikerjai oleh HM Daeng Patompo yang menjabat Walikota Makassar pada tahun 1962 hingga 1976.
Ketika itu (hari Jumat), Dahlan Kadir berteduh di Balaikota karena hujan deras sedang mengguyur Kota Makassar. Tiba-tiba Patompo turun dari lantai dua dan berjalan menuju mobil dinasnya.
Patompo langsung mengajak Dahlan Kadir meninjau kondisi jalanan di Kota Makassar. Dahlan sempat protes sekaligus mengingatkan Walikota bahwa beberapa jam lagi lagi waktu shalat Jumat sudah masuk, tapi Patompo mengatakan shalat Jumat-nya nanti singgah di masjid yang dilewati.
Kenyataannya, Patompo tidak singgah shalat Jumat dan terus saja mengelilingi kota sambil memerhatikan kondisi jalanan dan kemudian langsung ke rumah jabatan di Pantai Losari.
“Tunggu sebentar,” kata Patompo yang langsung naik ke kamarnya di lantai dua, meninggalkan Dahlan Kadir yang sudah kedinginan dan kelaparan, karena belum makan sejak pagi hingga sekitar pukul 14.00 Wita.
Dahlan Kadir menunggu hingga ba’da ashar dan Patompo tidak juga muncul. Menjelang sore barulah Ibu Azizah, isteri Patompo, muncul dan menyapa Dahlan yang kemudian menjelaskan bahwa dirinya sejak pagi bersama Pak Patompo meninjau kondisi jalanan di Kota Makassar.
Mendengar keterangan tersebut, Ibu Azizah kemudian naik kembali ke lantai dua dan mendapati suaminya sedang tidur pulas.
“Bapak lagi tidur,” kata Ibu Azizah saat kembali menemui Dahlan Kadir.
Apa boleh buat, Dahlan Kadir terpaksa berjalan kaki dalam keadaan lapar dari Rumah Jabatan Walikota Makassar di Pantai Losari menuju Balaikota di Jl Balaikota, yang berjarak beberapa kilometer, untuk mengambil sepeda-motornya.
Pada suatu kesempatan, almarhum juga sempat mengingatkan penulis dan beberapa wartawan muda lainnya agar tidak terlalu dekat dengan pejabat dan tetap menjaga netralitas dalam peliputan Pilkada.
“Saya sarankan kepada adik-adik semua, kalau ada calon gubernur, calon walikota, atau calon bupati yang meminta dukungan pemberitaan, biasa-biasamaki’ semua. Netralmaki’. Janganmi terlalu dekat apalagi membesar-besarkan salah satu kandidat dan cenderung mengecilkan kandidat lain, karena kalau dia naik, Anda tetap saja jadi wartawan dan tidak mungkin dia terus-menerus perhatikanki’. Sibukmi, jadi nalupamaki,” tutur Dahlan. (Asnawin Aminuddin)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama