Ayah dan Anak Berkemah di Tepi Kali


Suatu hari seorang ayah mengajak anaknya yang seorang sarjana berkemah di tepi kali. Mereka berangkat siang hari ba’da shalat lohor dan sesudah makan siang. Tiba di lokasi yang dituju dan setelah memilih tempat yang dianggap paling bagus untuk memasang tenda, keduanya pun segera memasang tenda.






--------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 12 Juli 2019


Ayah dan Anak Berkemah di Tepi Kali



Suatu hari seorang ayah mengajak anaknya yang seorang sarjana berkemah di tepi kali. Mereka berangkat siang hari ba’da shalat lohor dan sesudah makan siang. Tiba di lokasi yang dituju dan setelah memilih tempat yang dianggap paling bagus untuk memasang tenda, keduanya pun segera memasang tenda.

Setelah itu, mereka membuat tempat memasak dan kemudian mereka pun membakar ikan yang dibawa dari rumah. Selain membawa ikan mentah, mereka juga sudah membawa bekal nasi dan sayur.

Ba’da magrib, mereka pun makan malam. Dan setelah shalat isya, mereka ngobrol-ngobrol sambil tidur-tiduran di dalam kemah. Karena letih dan ngantuk, mereka pun akhirnya tertidur.

Tengah malam sang ayah terbangun dan melihat bintang-bintang berkedap-kecip di langit. Bulan sabit yang indah turut menghiasi langit sehingga pemandangannya semakin indah dipandang mata.

Sang ayah kemudian membangunkan anaknya. Setelah anaknya yang seorang sarjana astronomi terbangun, sang ayah bertanya.

“Anakku, apa yang kamu lihat?” tanya sang ayah.

“Saya melihat jutaan bintang ayah,” kata anaknya.

“Apa artinya dengan kamu melihat bintang-bintang itu,” tanya sang ayah lagi.

“Secara ilmu astronomi, saya bisa melihat adanya galaxy di angkasa,” kata anaknya.

“Anakku, ayahmu yang hanya tamat sekolah dasar ini sebenarnya hanya ingin menyampaikan bahwa dengan tidur-tiduran di sini, dimana tadinya kita tertidur di dalam kemah dan sekarang kita terbangun tengah malam, dan pandangan mata kita langsung melihat langit luas dengan milyaran bintang, itu berarti tenda kemah kita sudah hilang saat kita tertidur tadi,” tutur sang ayah.

Sang anak kemudian menyadari bahwa ia terlalu sombong dengan ilmu yang dimilikinya dan lupa dengan situasi dan kondisi yang terjadi di depan mata.

“Terima kasih ayah. Maafkan anakmu yang sombong dengan ilmu yang sangat sedikit ini,” kata sang anak sambil memeluk ayahnya. (Asnawin Aminuddin, diformulasi ulang dari kisah yang banyak dibagikan di media sosial)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama