Bembe Baine Tidak Ada Begituanna


“Tata’, cepatki’ kodong. Liatki’ di belakangta’, panjangnamo antrian. Di belakang orang sudah mulai tidak sabar. Natungguiki’. Apakah kita cari’? tanya seorang tamu yang berdiri di belakang kakek itu sambil mencolek bahu si kakek,” kata Daeng Tompo’. (int)




-------

PEDOMAN KARYA
Sabtu, 30 Mei 2020


Bembe Baine Tidak Ada Begituanna

(Obrolan Daeng Tompo’ dan Daeng Nappa’ ala Dahlan Abubakar)


Selepas lebaran yang disertai imbauan pemerintah agar jaga jarak, warung kopi tempat Daeng Tompo’ dan Daeng Nappa’ biasa bertemu, tampak masih sepi.

Menjelang siang Daeng Tompo’ tiba lebih dulu dan jadi orang pertama yang muncul di warung kopi itu. Sambil menunggu kedatangan Daeng Nappa’, sahabatnya, Daeng Tompo’ menghabiskan waktunya membuka ponsel jadulnya yang ‘kesing’-nya sudah ketinggalan warna aslinya. Dia berharap ada berita-berita bagus  yang kelak jadi bahan obrolan dengan Daeng Nappa’.

Matanya terhenti dan tertarik ketika membaca satu pesan di sebuah grup ‘Whatsapp’ (WA) berjudul “Tabe... makkala’ sedikit. Sedikitmo.”

Daeng Tompo’ membaca kisah di situ. Dia membacanya beberapa saat.

“Edede... kenapaki’ senyum-senyum sendiri daeng?” tiba-tiba terdengar suara Daeng Nappa’ yang baru muncul di warung kopi.

“Iniee... Ada cerita kubaca di WA,” balas Daeng Tompo’ sambil masih tetap tersenyum.

“Apa seng nakana?” desak Daeng Nappa’ yang mulai penasaran.

“Tunggu mi kubacakanki’ ceritana,” balas Daeng Tompo’ sambil meng-scroll (maksudnya, menarik baris ke atas untuk membaca baris yang di bawah).

“Cepat-cepatmaki’ deh,” desak Daeng Nappa’ yang tampaknya kian penasaran.

“Kubacakanki’ ceritana yang tuliski caritayya. Kemarin saya pergi ke tempat open house lebaran seorang tokoh masyarakat,” kata Daeng Tompo’ mulai membaca.

“Apa nikana openg house,” Daeng Nappa’ menginterupsi sahabatnya.

“Open house, bukan openg house,” kata Daeng Tompo’ membetulkan ucapan sahabatnya itu sambil tersenyum.

“Ya, OK, openg house,” sambung Daeng Nappa’ masih juga belum bisa menyebut dengan benar kata bahasa Inggris tersebut.

“Open house,” Daeng Tompo’ kembali mengoreksi ucapan sahabatnya lagi-lagi sambil tersenyum.

“Oke, idem dito, sama dengan ucapan Daeng Tompo’,” kata Daeng Nappa’ balas tersenyum tapi tidak mau mengulang lagi frase bahasa Inggris tersebut karena dia tahu akan kelebihan vitamin G jika diucapkan.

“Saya lanjutkanmi. Pas acara makan prasmanan, ada kejadian,” kata Daeng Tompo’.

“Apa ni kana prasmanang?” Daeng Nappa’ kembali memotong ucapan Daeng Tompo’.

“Prasmanan, bukan prasmanang,” tegas Daeng Tompo’.

“OK, lanjut.. prasmanang,” sahut Daeng Nappa’ lagi masih juga kelebihan vitami G pada kata prasmanan.

“Sudahmi deh. Ero’na baku’,” kata Daeng Tompo’ yang mulai tidak sabaran juga karena selalu diinterupsi oleh Daeng Nappa’.

Namun ia tetap juga memberi penjelasan, “Prasmanan itu adalah menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.”

“Kulanjutkanmi ini caritayya. Janganki’ tanya-tanya lagi, tidak habis-habis ini caritayya. Dengar saja apa yang saya baca,” Daeng Nompo segera menimpali sambil mengingatkan sahabatnya.

“Pada saat orang menuju meja makan, anjo antriangnga tidak maju-majui. Macet totalki,” kata Daeng Tompo’.

“Kenapa bisa macet, ka orang mau makan ji?” Daeng Nappa’ lagi-lagi bertanya.

“Macet karena barisan orang yang antre tidak bergerak,” balas Daeng Tompo’.

“Jadi?” tanya Daeng Nappa’.

“Tunggumi kubacakanki’. Padahal, tidak terlalu rameji tamunya. Setelah diamati, ternyata tamu yang paling depan seorang kakek-kakek sedang mengaduk-aduk panci sop kambing terus-terus,” kata Daeng Tompo’.

Daeng Nappa’ menyimak.

“Tata’, cepatki’ kodong. Liatki’ di belakangta’, panjangnamo antrian. Di belakang orang sudah mulai tidak sabar. Natungguiki’. Apakah kita cari’? tanya seorang tamu yang berdiri di belakang kakek itu sambil mencolek bahu si kakek,” kata Daeng Tompo’.

Daeng Nappa’ menyimak sambil senyum-senyum.

“Batu bere’na kambinga kapang (buah pelirnya kambing mungkin) celetuk tamu lain yang rupanya sudah mulai tidak sabaran,” ujar Daeng Tompo’.

Daeng Nappa’ menyimak sambil terus tersenyum-senyum.

“Ooooo tata’, bembe baine ( kambing betina) tidak ada begituanna. Tiba-tiba saja ada orang sotta (sok tahu) di belakang menjawab karena kesal,” ujar Daeng Tompo’.

Daeng Nappa’ mulai tertawa kecil membayangkan kejadian dalam kisah yang diceritakan Daeng Tompo’.

“Anu nak, gigi palsuku jatuh, tallangngi kodong, tiba-tiba kakek itu menjawab,” kata Daeng Tompo’.
 
“Ha, ha, ha...,” Daeng Nappa’ yang dari tadi serius mendengar kisah yang dibacakan Daeng Tompo’ tak bisa lagi menahan diri untuk tertawa, dan keduanya pun tertawa-tawa. (M Dahlan Abubakar)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama