Keburukan Sebagian Besar Alim Yahudi dan Rahib Nasarah


Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih. (QS At-Taubah/9: 34)




------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 11 September 2020


Al-Qur’an Menyapa Orang-orang Beriman (52):


Keburukan Sebagian Besar Alim Yahudi dan Rahib Nasarah


Oleh: Abdul Rakhim Nanda
(Wakil Rektor I Unismuh / Wakil Sekretaris Muhammadiyah Sulsel)


Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih. (QS At-Taubah/9: 34)

Perhatian dan kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya sekali lagi disampaikan dalam ayat ini, di mana Dia menunjukkan keburukan manusia yang bekerja dan memperoleh penghidupan dari pekerjaannya itu tanpa dasar iman.

Itulah mencari hidup dengan jalan batil yang tidak diridhai Allah, bahkan malah menghalangi manusia dari jalan Allah. Inilah pekerjaan yang buruk, sia-sia, tidak berpengharapan, bahkan mengancam keselamatan akhirat.

Karena itu, wahai orang-orang beriman! Kalau kalian benar-benar beriman, dan ingin terjaga imannya, maka jangan seperti orang yang demikian itu!

Allah menunjukkan orang yang demikian itu, yakni para ahbâr (orang-orang alim Yahudi) dan ruhbân atau rahib-rahib (ulama-ulama Nasara), dengan firmanNya: “Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasara benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil.

Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah menjelaskan tentang kalimat memakan harta dengan jalan bathil: “Antara lain –boleh jadi- dengan menerima sogok, memanipulasi ajaran memperoleh keuntungan materi, mereka menampakkan diri sebagai agamawan yang dekat kepada Tuhan dan mementingkan kehidupan akhirat tetapi hakekat mereka tidak demikian.”

Sedikit ingin diketengahkan dalam tulisan ini terkait sejarah agama pada abad pertengahan yang berhubungan dengan sifat buruk sebagian besar dari para ahbâr (Habr) itu, seperti yang dituliskan oleh Buya Hamka dalam tafsir al-Ahzar bahwa cara memakan harta dengan jalan bathil.

 “Yang terkenal dalam gereja Katolik dan Orthodox ialah uang tebusan dosa. Orang merasa berdosa datang menemui seorang pendeta yang ditentukan oleh pimpinan gereja tertinggi, lalu membuka rahasia dirinya kepada pendeta itu dengan tidak boleh disembunyikan barang sedikitpun, maka dosa itu akan diampuni oleh pendeta tadi. Di sinilah terjadi jual-beli dan tawar menawar.

Yang banyak menjadi korban di Zaman Tengah ialah raja-raja, bangsawan-bangsawan dan hartawan-hartawan. Apabila harga sudah cocok, pimpinan gereja akan memberi sepucuk surat pelepasan dosa. Inilah sebab pertama dan paling terutama yang menyebabkan timbulnya pemberontakan Marthin Luther dengan Gerakan Protenstant yang terkenal.

Demikian disalinkan dari Buya Hamka untuk menggambarkan efek dari sifat buruk yang diperankan oleh ahli agama yang diceritakan oleh Allah SWT bagi orang-orang beriman.

Masih dari Buya Hamka, beliau menuliskan bahwa selain Revolusi Golongan Agama Protestant kepada pimpinan Katolik, beberapa kali Revolusi besar di Eropa, seperti Revolusi Prancis abad ke delapan belas dan di Rusia, salah satu penyebabnya adalah pengaruh pendeta yang demikian besar yang bersekongkol dengan Feodalisme Kerajaan menindas rakyat, sehingga terjadi juga gerakan revolusi terhadap gereja.

Pada hakekatnya, -tulis beliau- orang bukan berontak kepada agama melainkan kepada penguasa agama. Sebab di Prancis sendiri, meskipun di awal revolusi agama dikutuk, -namun- berangsur-angsur kemudian orang kembali juga ke agama, tetapi kekuasaannya sudah sangat dibatasi. Di sinilah pangkal ideal “Pisahkan Negara dari Agama.” Demikian disadurkan dari Buya Hamka.

Dua paragraf yang dinukil dari tulisan Buya Hamka disajikan di sini untuk melihat gambaran bahwa sifat buruk yang menjadi ulah dari kebanyakan ahbar dan ruhban itu berdampak besar yakni: Pertama, manusia (ummat) menggugat agama sebagi biang petaka, dan kedua, konsekwesi dari dampak pertama yakni terjadinya pemisahan urusan agama dengan Negara yang dikenal dengan sekularisasi yang melahirkan sekularisme.

Tapi tentu tetap harus diingat bahwa redaksi di pangkal ayat ini mengatakan kebanyakan mereka begitu, berarti bukan semuanya, artinya yang jujur dan baikpun tentu ada.

Di samping memakan harta dengan jalan bathil, oleh Allah masih ditunjukkan keburukan para ahbar dan ruhban yang lain, yakni: “Dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.” yakni menurut Quraish Shihab bahwa menghalangi manusia dari jalan Allah dengan berbagai uraian dan penafsiran yang –mereka buat sendiri mengikuti kehendaknya, lalu- mereka ajarkan.

Apa yang menjadi naluri atau watak sebagian besar manusia untuk memiliki harta dan kekayaan, rupanya juga mendorong para ahbar dan ruhban itu untuk mengumpulkan kekayaan.

Hanya saja terjadi hal yang ironi, sebab seharusnya seorang yang –menyebut dirinya- memahami hukum-hukum Tuhan tidak pantas melakukan hal demikian. Namun mereka pun mengumpulkannya, bahkan mereka enggan mengeluarkan infaknya di jalan Tuhan yang sering mereka dakwahkan.

Karena itu Allah SWT menegaskan: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih.”

Inilah kesudahan yang buruk yang akan ditimpakan kepada orang yang menyimpan harta dan enggan menginpakkannya yakni siksa yang pedih.

Bentuk siksaan yang akan diberikan kepada orang-orang yang demikian itu dijelaskan dalam firman Allah SWT pada kelanjutan ayat yakni ayat 35 Surah At-Taubah ini: “Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (QS At Taubah/9: 35).

Syekh As Sa’di menjelaskan bahwa: “Dalam dua ayat ini Allah menyebutkan penyimpangan –sikap- manusia pada hartanya yakni satu dari dua hal: Bisa dalam –bentuk- membelanjakan dalam kebatilan yang tidak bermanfaat apapun, justru yang didapatkan hanyalah mudharat semata seperti dalam –hal- membelanjakan harta untuk memuaskan nafsu dan kemaksiatan yang tidak mendukung ketaatan kepada Allah, dan mengeluarkannya untuk menghalang-halangi dari jalan Allah, bisa pula dengan tidak menafkahkannya kepada hal yang bersifat wajib, -karena pada hakekatnya- larangan terhadap sesuatu itu –berarti- merupakan perintah kepada kebalikannya.*** 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama