Nabi Muhammad dan Abu Thalib


"Paman, demi Allah, kalau pun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan. Biar nanti Allah yang akan membuktikan apakah kemenangan itu ada di tanganku atau aku binasa karenanya," tegas Rasulullah. (int)






-------
PEDOMAN KARYA
Kamis, 04 September 2020

KISAH


Nabi Muhammad dan Abu Thalib



Suatu hari, Abu Thalib (paman Rasulullah Muhammad SAW) memanggil Rasulullah dan menyampaikan kegundahan hatinya.

"Muhammad, orang-orang Quraisy kembali datang padaku dan mengatakan, wahai Abu Thalib, engkau adalah orang terhormat da8@n terpandang di kalangan kami. Oleh karena itu, kami meminta baik-baik kepadamu untuk menghentikan keponakanmu itu, tetapi tidak juga engkau lakukan. Ingatlah, kami tidak akan tinggal diam terhadap orang yang memaki nenek moyang kita, tidak menghargai harapan-harapan kita, dan mencela berhala-berhala kita. Suruh diam dia atau kami lawan dia hingga salah satu pihak nanti binasa!" ungkap Abu Thalib.

Abu Thalib memandang wajah keponakannya lekat-lekat, hampir seperti memohon, lalu melanjutkan ucapannya.

"Jagalah aku, nak. Jaga juga dirimu. Janganlah aku dibebani dengan hal-hal yang tidak dapat kupikul," tutur Abu Thalib.

Mendengar kegundahan hati pamannya, Rasullullah pun tertegun. Beliau tahu, pamannya seolah sudah tidak berdaya lagi membelanya. Pamannya hendak meninggalkan dan melepasnya.

Di sisi lain, kaum muslimin masih lemah dan belum mampu membela diri. Namun, semua diserahkan kepada kehendak Allah.

Rasullullah bertekad terus berdakwah. Baginya, lebih baik mati membawa iman daripada menyerah atau ragu-ragu.

Dengan seluruh kekuatan jiwanya, Rasulullah pun menyampaikan tekadnya meneruskan perjuangannya menyebar agama Islam.

"Paman, demi Allah, kalau pun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan. Biar nanti Allah yang akan membuktikan apakah kemenangan itu ada di tanganku atau aku binasa karenanya," tegas Rasulullah.

Begitulah kedahsyatan iman Rasulullah. Abu Thalib sampai tertegun dan gemetar mendengar tekad keponakannya itu.

Setelah menyampaikan tekadnya, Rasulullah pun pergi meninggalkan pamannya sambil menitikkan airmata. Namun baru beberapa langkah, Rasulullah mendengar pamannya memanggil.

Abu Thalib rupanya tersentuh hatinya dan keberaniannya pun kembali muncul untuk membela keponakannya.

"Anakku, katakanlah sekehendakmu. Aku tidak akan menyerahkan engkau apa pun yang terjadi," tandas Abu Thalib.

----
*Kisah ini sudah sangat mahsyur, dan kami memformulasi ulang untuk para pembaca agar tetap menjadi pelajaran yang bermanfaat. (asnawin)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama