Lailatul Qadar dan Shalat Tarawih Hadiah dari Allah untuk Umat Islam (2-habis)

SHALAT TARAWIH. Di Bulan Ramadhan, umat Islam juga diberi hadiah shalat tarawih. Shalat tarawih artinya shalat malam yang hanya dikerjakan pada bulan Ramadhan. Biasanya shalat tarawih ini dilakukan setelah shalat isya dan diakhiri dengan salat witir. (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA)
 




------

PEDOMAN KARYA

Kamis, 15 April 2021


KULTUM

 

 

Lailatul Qadar dan Shalat Tarawih Hadiah dari Allah untuk Umat Islam (2-habis)

 

 

Oleh: Asnawin Aminuddin

(Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Muhammadiyah Sulsel)


Di Bulan Ramadhan, umat Islam juga diberi hadiah shalat tarawih. Shalat tarawih artinya shalat malam yang hanya dikerjakan pada bulan Ramadhan. Biasanya shalat tarawih ini dilakukan setelah shalat isya dan diakhiri dengan salat witir.

Bagaimana sejarah awal mula dilakukan shalat tarawih?

Konon, shalat tarawih dikerjakan Nabi Muhammad SAW pada tanggal 23 Ramadhan pada tahun kedua Hijriyah. Artinya, sudah malam ke-23 Ramadhan, bukan malam pertama.

Pada saat itu, Rasulullah tidak selalu mengerjakan shalat tarawih di masjid secara berjamaah. Beberapa kali, Rasulullah mengerjakannya sendiri di rumah.

Pada hadist Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa, Rasulullah memang melaksanakan shalat tarawih di awal-awal Ramadhan.

Ternyata setelah itu, antusias masyarakat semakin meningkat, sehingga banyak di antara mereka datang ke masjid untuk melaksanakan shalat tarawih berjamaah. Namun setelah itu, Rasulullah justru mengurungkan niat pergi ke masjid dan memilih shalat tarawih di rumah.

Sikap Nabi Muhammad tersebut, disebutkan karena Rasulullah khawatir jika sewaktu-waktu Allah menurunkan wahyu untuk mewajibkan shalat tarawih kepada umatnya. Di sisi lain, belum tentu umat generasi berikutnya mempunyai semangat yang sama pada zaman Nabi.

Alasan kedua, bisa jadi Rasulullah takut menimbulkan salah persepsi bahwa shalat tarawih wajib dikerjakan karena merupakan amalan baik yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah.

 

Pahala Shalat Tarawih

 

Dalam hadist disebutkan, dari Abi Hurairah radliyallahu 'anhu, “Rasulullah gemar menghidupkan bulan Ramadhan dengan anjuran yang tidak keras. Beliau berkata: Barangsiapa yang melakukan ibadah di bulan Ramadhan hanya karena iman dan mengharapkan ridha dari Allah, maka baginya diampuni dosa-dosanya yang telah lewat.” (HR Muslim)

Para ulama menafsirkan bahwa ibadah yang dimaksud pada bulan Ramadhan dalam hadist ini ialah shalat tarawih.

 

Jumlah Rakaat Shalat Tarawih

 

Pertanyaannya, berapa rakaat sesungguhnya shalat tarawih itu? Telah saya sebutkan sebelumnya bahwa shalat tarawih ini dilakukan setelah shalat isya dan diakhiri dengan salat witir.

Mengenai jumlah rakaatnya dan jumlah shalat witirnya, sampai sekarang masih ada orang yang berbeda pendapat. Ada yang mengatakan delapan rakaat ditambah tiga rakaat shalat witir. Ada juga yang mengatakan 20 rakaat ditambah tiga rakaat shalat witir.

Mengenai tiga rakaat shalat witir, juga masih ada perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan, tiga rakaat langsung dan hanya satu kali tahiyat, dan juga satu kali salam.

Ada juga yang mengatakan, dua rakaat ditambah satu rakaat, dan dua kali salam. Artinya, shalat dua rakaat dan ditutup dengan salam, kemudian dilanjutkan shalat satu rakaat dan ditutup dengan salam.

Saya kira kita tidak perlu membahas perbedaan pendapat itu. Yang penting kita sama-sama shalat tarawih. Dan dalam hal ini, ada kisah menarik yang terjadi di Indonesia, dan kisah ini sangat mahsyur.

 

Kisah Gus Dur dan Pak AR

 

Kisah ini menyangkut dua tokoh yang sangat terkenal, yakni KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, dan Pak AR Fachruddin.

Gus Dur adalah cucu dari KH Hasyim Asyhari. KH Hasyim Ashhari adalah pendiri organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU). Gus Dur kemudian pernah menjadi Ketua Umum Pengurus Besar NU, dan juga pernah menjadi Presiden Republik Indonesia.

Pak AR Fachruddin yang akrab disapa Pak AR, adalah mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah. AR itu singkatan dari Abdul Rozak. Jadi nama lengkapnya Abdul Rozak Fachruddin.

Pak AR menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah mulai tahun 1968 sampai tahun 1990. Artinya beliau menjabat Ketua PP Muhammadiyah selama 22 tahun.

Mengapa beliau begitu lama menjadi Ketua Muhammadiyah? Apakah tidak ada yang mampu menggantikannya? Apakah karena beliau ngotot terus menerus menjadi Ketua Muhammadiyah?

Beliau lama menjabat Ketua Muhammadiyah karena memang tidak ada yang mau menggantikannya. Setiap pemilihan, beliau menyatakan tidak bersedia lagi dan meminta kesediaan pengurus lain untuk menjadi ketua, tapi tidak ada yang mau, akhirnya ia menjabat Ketua Muhammadiyah selama 22 tahun.

Dikisahkan pada suatu hari, di bulan Ramadhan, KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur mengundang Pak AR ke Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Tiba waktu tarawih, Gus Dur mempersilakan Pak AR memimpin shalat tarawih yang dihadiri ribuan jamaah, yang tentu saja mereka adalah warga NU.

Ada perbedaan mencolok antara Muhammadiyah dan NU dalam hal shalat tarwih. Muhammadiyah itu memilih shalat tarawih 11 rakaat, yaitu delapan rakaat shalat tarawih ditambah tiga rakaat shalat witir.

Sedangkan NU, memilih shalat tarawih sebanyak 23 rakaat, yaitu 20 rakaat shalat tawarih ditambah tiga rakaat shalat witir.

Sebelum mulai shalat tarawih, Pak AR yang diminta oleh Gus Dur menjadi imam, bertanya kepada jamaah.

“Ini mau tarawihnya cara NU (yang 23 rakaat), atau cara Muhammadiyah (yang 11 rakaat)?”

Mendengar pertanyaan itu, para jamaah yang berjumlah ribuan orang secara serentak dan sambil tersenyum menjawab, “NU……”  Maksudnya cara NU yang 23 rakaat.

Pak AR tersenyum kalem lalu menjawab secara santun, “Baik.”

Lalu dimulailah shalat tarawih. Cara Pak AR memimpin shalat ternyata sangat pelan, halus, kalem, tapi tidak membosankan. Karena shalatnya pelan dan kalem, baru delapan rakaat saja, durasinya sudah melampaui shalat tarawih ala NU yang berjumlah 23 rakaat.

Sebelum melanjutkan shalat, Pak AR berbalik ke arah jamaah dan mengajukan pertanyaan.

“Ini mau lanjut 23 rakaat ala NU atau ala Muhammadiyah?”

Kompak para jamaah menyahut, “Ala Muhammadiyah saja…..”

Itu artinya, jamaah meminta agar Pak AR langsung shalat witir saja. Pak AR pun menyetujui, diiringi tawa gelak semua orang.

Setelah selesai shalat tarawih delapan ditambah shalat witir tiga rakaat, Gus Dur langsung mengambil mikrofon dan berkata kepada para jamaah, di hadapan Pak AR.

“Baru kali ini ada sejarahnya warga NU di kandang NU, di-Muhammadiyah-kan secara massal oleh satu orang saja orang Muhammadiyah….”

Mendengar ucapan Gus Dur itu, serentak semua orang tertawa dan bertepuk-tangan....

Nasrun minallah wa fathum karib. Wabasysyiril mukminin. Fastabiqul khairat. Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuhu....

--------

Artikel Bagian 1 

2 Komentar

Lebih baru Lebih lama