In Memoriam Azwar Kamaruddin: Tuhan, Kenapa Harus Dia?




PEDOMAN KARYA

Selasa, 06 Juli 2021



In Memoriam Azwar Kamaruddin: Tuhan, Kenapa Harus Dia?



Oleh: Akbar Hamdan

(Wartawan, Alumni Ponpes DDI Mangkoso)


Di Ponpes DDI Mangkoso, dia sudah memperlihatkan kejeniusannya dalam ilmu eksak sekalipun pelajaran kami didominasi kitab kuning. 

Saya ingat sekali, dia membahas Isra Mi'raj dalam sudut pandang fisika dan metafisika. Sebuah kajian yang melampaui level kami sebagai santri tsanawiyah. Saya yang bodoh ini hanya bisa menyimak melongo sambil menyeruput kopi santan buatannya. 

Sebagai teman kelompok belajar di Tonrongnge, sekalipun tidak akrab, saya sangat kagumi sosoknya. Tak hanya cerdas, pembawaannya juga ceria dan selalu berusaha membuat kami tertawa. 

Azwar Kamaruddin, sudah menjadi santri yang menonjol di antara kami karena keluasan wawasan untuk levelnya. Sayangnya, jalinan pertemanan kami terputus karena tempat. Dia lanjut Aliyah terus ke Al Azhar Kairo, sedangkan saya melanjutkan pendidikan di Makassar. 

Melalui Facebook, saya sesekali menyimak perkembangan kawan² yang melanjutkan studi di Al Azhar, Kairo. Azwar salah satunya. 

Tak hanya di Tonrong, prestasinya juga menonjol di Kairo. Selesai S1, S2 dan akhirnya menyandang gelar doktor di usia yang masih sangat muda. Dr H Azwar Kamaruddin Lc MA.

Ada harapan besar kelak Azwar akan menjadi penyeimbang dari populisme ustad² dadakan yang entah dari mana nasab keilmuannya. Saya antusias siap mengorbitkannya di Fajar jika dia sudah mengizinkan. 

Di beberapa kesempatan, saya selalu menghubunginya untuk menanyakan detil-detil hukum fikih yang saya lupa atau sama sekali tidak tahu. Dan dia selalu menjawab dengan sangat bijak. Dari cara bertuturnya, sangat kentara ilmu syariatnya sangat dalam. Tidak memaksakan harus ikut pendapat ulama tertentu. Dan itu disampaikannya dengan cara yang tawadhu. Bagi saya, dia tidak hanya teman teladan, tapi juga guru. 

Tahun-tahun terakhir ini, dia dipercayakan mengelola Pesantren DDI Al Abrad, Antang, bersama alumni Mangkoso lulusan Kairo lainnya. Santrinya rata² anak-anak dari keluarga tidak mampu. Semua digratiskan. 

Azwar dan kawan-kawan mengajak saya untuk ikut bergabung. Dengan senang hati saya menerimanya. Mengajar anak-anak yang rerata hafalan Qur'annya sudah jauh melampaui saya. 

Akhir Juni, Azwar jatuh sakit. Semula saya tidak begitu khawatir karena dia 'hanya' divonis tipes. Untuk ilmu kedokteran yang sudah begitu maju, tipes bukan lagi penyakit menakutkan. Perawatan seminggu sudah cukup mengatasinya. 

Namun ternyata, bukan tipes sakit utamanya. Ada masalah di liver, kata keluarganya. Ada benjolan. Saya mulai cemas dan mulai ikuti perkembangan kesehatannya di grup alumni. 

Lalu Selasa pagi tadi, 06 Juli 2021, kabar buruk mengejutkan kami semua. Azwar, sosok teman dan guru itu sudah meninggalkan kami semua. Dia kembali ke hadirat Ilahi yang saya yakin sangat menyayanginya.


Ilmu Ladduni


Hanya sedikit teman seangkatan yang tahu, Azwar sejak di Tonrong sudah dianugerahi Ilmu Ladunni, sehingga saat keluarganya bercerita bagaimana prosesi penjemputannya ke Alam Barzakh subuh itu, saya tidak begitu kaget. Namun tetap bergidik mendengar kisah menjelang Sakaratul Mautnya. 

Di akhir hidupnya, di tengah kondisi tubuh yang sudah kepayahan karena sakit keras, Azwar tiba² terdengar melantangkan bacaan Shalat Subuhnya. Berdoa dengan begitu khusyuk. Padahal menurut teman yang membesuknya tiga hari lalu, bicara pun Azwar sudah hampir tak ada tenaga. 

Usai zikir, dia memanggil istrinya. Saat hendak duduk, Azwar melarangnya melintas dan jangan duduk di depannya. Sebab di depannya, sudah ada rombongan tamu agung yang tidak bisa dilihat oleh istrinya. 

Saya yakin, rombongan inilah yang mengawal prosesi pelepasan ruhnya. Azwar diwafatkan dengan cara seperti itu. Saya beberapa kali mendengar kisah yang mirip. 

Begitu sedikit orang yang bisa mendapat kesempatan istimewa ini. Biasanya dikhususkan untuk golongan anak-anak yang orangtuanya punya amalan yang sangat baik, ataukah dia sufi atau wali. 

Saya sempat bertanya dalam hati. Mengapa orang yang dengan kedalaman ilmu seperti Azwar, yang bagi saya seakan² sudah disiapkan sebagai ulama besar, yang harus diwafatkan lebih dahulu. Menyisakan dominasi ustadz pengejar popularitas untuk bisnis serta politik praktis?

Bagaimana pun, Azwar telah pulang ke rumah keabadian dengan cara yang indah. 

Selamat menikmati jamuan agung Alam Barzakh, kawan. Semoga kami kelak bisa menyusulmu dengan Husnul Khatimah. (*)

3 Komentar

  1. kami yang belum mengenal beliau belum lama bahkan merasakan duka yang mendalam... apalagi bagi mereka yang telah mengenal beliau cukup lama... kedalaman ilmu, kekayaan hikmah, keramahan dan kerendahan hatinya benar-benar melengkapinya sebagai sosok teladan. Selamat jalan guru kami Ust. Azwar Kamaruddin, semoga Allah berkenan mewafatkan kami dengan husnul khatimah selayaknya dirimu... Aamiin...

    BalasHapus
  2. Selamat jalan Ustadzii.. kami mahasiswamu merasakan kesedihan yang begitu mendalam. Selama diajar oleh beliau di kampus, saya betul-betul yakin dan merasa bahwa Ustadz adalah Ulama yang sangat berkompeten, sangat cerdas dan inilah yang dibutuhkan oleh manusia. Ketinggian adab, tawadhu, rendah hati, ceria dan sangat santun dan akhlak yang mulia Ustadzlah yang membuat kami jatuh cinta, yang akan membuat kami rindu. Sosok seperti Ustadzlah yang paling dibutuhkan oleh ummat. Tetapi Allah lebih menyayangi Ustadz daripada kami. Kami yakin Allah telah menyiapkan tempat terbaik untukmu di sisi-Nya.

    رحمك الله رحمة واسعة يا أستاذ

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama