Tim Peneliti Unismuh: Hutan Mangrove Tongke-tongke Sinjai Perlu Dibuatkan Perda

Selama tiga tahun melakukan penelitian, kami melihat ada potensi ekonomi yang luar biasa bisa diperoleh masyarakat setempat, karena kawasan hutan mangrove ini sudah dikelola dengan baik serta adanya partisipasi masyarakat setempat dalam bersama-sama menjaga hutan mangrove ini,” kata Haris.






------ 

Rabu, 17 November 2021

 

 

Tim Peneliti Unismuh: Hutan Mangrove Tongke-tongke Sinjai Perlu Dibuatkan Perda

 

 

SINJAI, (PEDOMAN KARYA). Unismuh Makassar dalam beberapa periode telah berhasil mendapatkan hibah penelitian dari Kemendikbud RI untuk kegiatan penelitian hutan mangrove di Kawasan Pusat Restorasi dan Pembelajaran Mangrove, Dusun Cempae, Desa Tongke-tongke, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai.

Hibah penelitian Kemendikbud RI terbaru didapatkan pada periode tahun 2019 – 2021, yang merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya pada tahun 2017 – 2018.

Adapun tim yang mendapatkan hibah penelitian  periode  2019-2021 khusus hutan mangrove yakni Dr Abdul Haris Sambu (Ketua), Dr Irma Sribianti, dan Dr Muhammad Yunus Ali (anggota).

“Akhir dari penelitian ini, kami, tim peneliti dari Unismuh Makassar akan merekomendasikan untuk pembentukan Perda pengelolaan hutan mangrove Tongke-tongke Sinjai,” kata Abdul Haris Sambu, yang sempat dimintai komentarnya terkait hasil penelitiannya selama tiga tahun soal “Pengelolaan Hutan Mangrove Berbasis Pariwisata dan Pendidikan”, di Kampus Unismuh Makassar, Selasa, 16 November 2021.

Haris Sambu mengatakan, hutan mangrove di Desa Tongke-tongke yang merupakan objek penelitiannya memiliki luas 78 ha. Umur rata-rata tanaman 25-30 tahun dengan kerapatan 12 ribu pohon/ha.

Haris Sambu merinci kegiatannya selama tiga tahun melakukan penelitian. Tahun pertama, menganalisa karakteristik ekologi hutan mangrove Tongke- tongke, di antaranya flora dan fauna, kualitas tanah dan air serta kondisi perairan ( pasang surut).

Tahun kedua, menganalisa ekonomi masyarakat pesisir di antaranya hasil tambak dan nelayan, hasil penangkapan pesisir serta nilai valuasi ekonomi mangrove.

Tahun ketiga, menganalisa sosial ekonomi dari kegiatan pariwisata dan pendidikan di antaranya, menganalisa hasil penjualan karcis dari kunjungan (orang dan kendaraan), menganalisa hasil penjualan kuliner dan suvenir serta menganalisa nilai valuasi ekonomi untuk kegiatan pendidikan.

Selama tiga tahun melakukan penelitian, kami melihat ada potensi ekonomi yang luar biasa bisa diperoleh masyarakat setempat, karena kawasan hutan mangrove ini sudah dikelola dengan baik serta adanya partisipasi masyarakat setempat dalam bersama-sama menjaga hutan mangrove ini,” kata Haris.

Sudah ada pengakuan dari Haji Tayeb salah seorang dari pengelola hutan mangrove Tongke-tongke kalau masyarakat Tongke-tongke sudah merasakan dampaknya bisa menjual berbagai macam suvenir dan kuliner lokal di kedai mereka masing-masing pada sekitar kawasan pusat restorasi dan pembelajaran hutan mangrove Tongke-tongke.

Peneliti berharap untuk kegiatan penelitian selanjutnya pengelolaan mangrove sudah berbasis konservasi dengan membagi tiga zona.

Pertama, zona pemanfaatan 60 persen dari luas kawasan hutan mangrove. Zona ini diperuntukkan untuk aktivitas penangkapan dan seluruh aktivitas perekonomian lainnya.

Kedua, zona penyanggah adalah 20 persen dari luas kawasan. Zona ini dapat dilakukan penangkapan apabila zona pemanfaatan mengalami over fishing dengan catatan zona penyanggah dibatasi waktu dan kuota.

Ketiga, zona inti 10 persen dari luas kawasan hutan mangrove. Zona ini sama sekali tidak diperkenankan adanya aktivitas dengan tujuan apapun karena zona ini sebagai tempat reproduksi, tempat pembesaran, tempat mencari makan dan tempat perlindungan biota fauna. (nas)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama