Meluncurkan Buku “Pemintal Jiwa” dan Mengenang Almarhumah Wahidah Rustam

PELUNCURAN BUKU. Sejumlah sahabat aktivis foto foto bersama dalam acara “Launching Buku dan Buka Puasa Bersama”, di Sekretariat SP Anging Mammiri, Jl Faisal VII, No.22 Rappocini, Makassar, Ahad, 10 April 2022. Buku yang diluncurkan adalah buku berjudul “Pemintal Jiwa, Sehimpun Puisi, Merindu-Mu dalam Diam” karya almarhumah Wahidah Rustam.


  



------

Rabu, 13 Apri 2022

 

 

Meluncurkan Buku “Pemintal Jiwa” dan Mengenang Almarhumah Wahidah Rustam

 

 

MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA). Sore itu, sejumlah orang memang hadir untuk mengenang sosok Wahidah Rustam, aktivis yang mengabdikan hidupnya bagi dunia pergerakan, khususnya isu kesetaraan dan keadilan gender.

Mereka berkumpul dalam acara “Launching Buku dan Buka Puasa Bersama”, di Sekretariat SP Anging Mammiri, Jl Faisal VII, No.22 Rappocini, Makassar.

Buku yang diluncurkan adalah buku berjudul “Pemintal Jiwa, Sehimpun Puisi, Merindu-Mu dalam Diam” karya Wahidah Rustam.

Hari itu, Ahad, 10 April 2022, sengaja dipilih karena bertepatan dengan tanggal kelahiran almarhumah Ida Rustam. Perempuan yang dikenal sombere' ini lahir pada tanggal 10 April 1975, dan wafat pada tanggal 4 Februari 2022.

“Saya ingat. Suatu hari kami berdiskusi. Kak Ida bilang, Nik, ayo kita kumpull. Ajak semua teman dan kakak-kakak,” begitu cerita yang dituturkan Suryani, dalam acara tersebut.

Suryani, yang akrab disapa Anik, merupakan Ketua Badan Eksekutif Komunitas (BEK) Solidaritas Perempuan Anging Mammiri. Anik mengenang Ida Rustam sebagai pribadi yang ramah, penuh semangat, inspiratif, dan punya kepedulian pada kemanusiaan.

Sebagai penanda peluncuran buku, dilakukan penyerahan buku dari editor, Rusdin Tompo, kepada ibu dari Ida Rustam, didampingi Ketua BEK SP Anging Mammiri, dan perwakilan dari Komunitas Puisi (KoPi) dan Satupena Sulawesi Selatan. Buku itu berisi 81 puisi, ditulis dalam rentang waktu 10 September 2021 hingga 03 Januari 2022.

Rusdin Tompo, merupakan editor, penulis buku dan aktivis Sekolah Ramah Anak. Kini bergiat di KoPi Makassar dan merupakan Koordinator Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena Sulawesi Selatan.

Diungkapkan oleh Rusdin Tompo, tanggal 10 April 2022, merupakan kesepakatan dia dengan penulis buku, almarhumah Wahidah Rustam. Meski akhirnya, Ida Rustam tak bisa hadir dan melihat langsung bukunya diluncurkan karena meninggal dunia bulan Februari lalu.

“Saya lama mendorong Ida Rustam menuangkan pikiran, perasaan, dan pengalamannya selama dirawat dalam bentuk puisi. Puisi-puisi itu kemudian jadi legacy bagi almarhumah,” kata Rusdin Tompo yang mantan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulsel.

Ibunda dari Ida Rustam sempat tak kuasa menahan air mata, begitu melihat foto-foto anaknya tampil dalam video dokumenter. Ibunya meyakini, anaknya punya nama yang harum, dilihat dari orang yang datang saat melayat.

“Saya sengaja datang untuk lihat adik-adik dan sahabatnya, yang terus aktif dalam kegiatan. Saya ingin memberi semangat, seperti mereka berikan pada Ida,” kata ibunya.

Ida Rustam pernah jadi Ketua BEK SP Anging Mammiri, 2006-2009. Dia pernah pula jadi Ketua Badan Eksekutif Nasional (BEN) Solidaritas Perempuan, 2012-2015.

Dia juga antara lain, aktif di Institute for Women's Empowerment (IWE), Aksi! for gender, social and ecoligical justice, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), dan Forum Pemerhati Masalah Perempuan (FPMP).

Ada yang istimewa saat peluncuran buku. Yakni, tampilnya Komunitas Kerudung Hitam yang dibentuk tahun 1996. Ida di komunitas ini, sebagai penyanyi, pemain gitar, dan pencipta lagu.

Lagunya “Tuhan” dan “Selalu Dalam Kasihmu” dibawakan oleh sahabat-sahabatnya itu, terdiri dari Aflinah Mustafainah, Nellyathi Makkarumba, Hajar, Warida Syafie, dan Maskur.

Dalam acara, tampil pula pembaca puisi, Rosita Desriani, yang membacakan dua puisi karya Ida Rustam, “Terima Aku Yaa Rabb” dan “Mencintaimu Sepenuh Hati”, sementara Agus K Saputra membaca puisi berjudul “Dahulu dan Sekarang.”

Syahril Patakaki Dg Nassa membaca puisi berjudul “Pannyombalang Tamparang Tamattappuk” (Melayari Lautan Tak Bertepi), sedangkan penyair Muhammad Amir Jaya membaca puisi “Selamat Datang di Panggung Puisi” dan “Kepada Wahidah (almarhumah)” yang dibuatnya di lokasi acara.

Yudha Yunus, memberi testimoni bahwa almarhumah sangat pandai sembunyikan rasa sakitnya dengan kegembiraan. Dia mengaku belajar dari almarhumah bagaimana menjaga kesehatan dan belajar untuk tidak mengeluh dengan rasa sakit. Karena rasa sakit bagian dari pada ibadah.

Bagi Aflinah atau Pino, sahabatnya itu pergi dalam keadaan bahagia. Dalam bahasa Makassar, dia sudah “apparuru, mempersiapkan dirinya.” Pendesain cover buku, Maysir Yulanwar, bilang, “Ida sudah tidak ada, tapi dia ada di mana-mana.” (zak)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama