Berilah Kasih Sayang Tapi Jangan Manjakan Anak

Kedua, memberikan kasih sayang kepada anak tapi tidak memanjakannya. Pada hari ini, seiring dengan perkembangan teknologi yang nyaris tak terbendung, kita sudah tidak aneh lagi melihat anak-anak yang dibekali oleh para orangtua dengan peralatan-peralatan komunikasi yang bisa apa saja, termasuk mengakses tayangan-tayangan yang tidak mendidik. 

- Dr KH Abbas Baco Miro Lc MA -
 



-----

PEDOMAN KARYA

Senin, 11 Juli 2022

 

 

OPINI

 

Ikhtiar Mencetak Generasi Unggul dan Bermartabat (3-habis):

 

 

Berilah Kasih Sayang Tapi Jangan Manjakan Anak

 

 

Oleh: Dr KH Abbas Baco Miro Lc MA

(Komisi Fatwa MUI Sulsel, Sekretaris Majelis Tarjih Muhammadiyah Sulsel, Direktur Pesantren Ulama Tarjih Unismuh Makassar)

 

Kedua, memberikan kasih sayang kepada anak tapi tidak memanjakannya. Pada hari ini, seiring dengan perkembangan teknologi yang nyaris tak terbendung, kita sudah tidak aneh lagi melihat anak-anak yang dibekali oleh para orangtua dengan peralatan-peralatan komunikasi yang bisa apa saja, termasuk mengakses tayangan-tayangan yang tidak mendidik.

Selain dampak lain seperti kecanduan game dan semacamnya yang semakin merenggangkan hubungan komunikasi antara anak dan orangtua. Ini adalah satu contoh kasus di mana mungkin saja kita menganggap itu sebagai bukti kasih sayang kita kepada mereka.

Namun marilah memikirkan dengan jernih bahwa bukti cinta dan sayang kita yang sesungguhnya kepada mereka adalah dengan berusaha menyelamatkan mereka dari api neraka.

Allah Ta’ala berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” (al-Tahrim: 6)

Apakah kita rela membiarkan anak-anak terpanggang di dalam kobaran api neraka? Apakah kita rela membiarkan anak-anak yang kita sayangi itu menjadi bahan bakar neraka Allah? Na’udzu billah min dzalik.

Ketiga, terus belajar dan belajar menjadi orangtua yang saleh dan cakap. Apakah kita sudah mengetahui semua panduan dan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mendidik anak? Apakah kita sudah memahami bagaimana menghadapi karakter anak kita yang berbeda-beda itu?

Kita tidak dilarang mempelajari konsep pendidikan anak dari siapa saja, tapi selalu ingat bahwa konsep pendidikan dan pembinaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang terbaik dan yang wajib untuk kita jalankan. Tentu saja kita tidak lupa untuk meneladani jejak para sahabat Nabi dan Ahlul bait beliau secara benar, dan tidak berlebih-lebihan.

Cobalah kita renungkan betapa banyaknya hal yang harus kita pelajari sebagai orangtua. Karenanya sesibuk apapun urusan dunia kita, kita harus menyediakan waktu untuk belajar menjadi orangtua yang saleh dan cakap. Itulah harga yang harus kita bayar untuk menyelamatkan keluarga kita dari kobaran api neraka yang membara.

 

Investasi Tak Ternilai

 

Mengapa kita harus benar-benar serius merancang kehadiran anak saleh di dalam rumah tangga kita? Menjawab pertanyaan itu, marilah merenungkan sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Apabila seorang insan meninggal dunia, akan terputuslah seluruh amalnya kecuali dari tiga hal: dari sedekah jariyah, atau dari ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang berdoa untuknya.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh al-Albani)

Melalui hadits ini, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan bahwa anak yang saleh adalah investasi yang tak ternilai harganya. Anak yang saleh adalah pelita yang tak padam meski kita telah terkubur dalam liang lahat. Anak yang saleh adalah sumber pahala yang tak putus meski tubuh kita telah hancur berkalang tanah.

Sebaliknya, anak-anak yang tidak saleh kelak akan menjadi sumber bencana bagi kehidupan kita para orangtua di akhirat, wal ‘iyadzu billah.

Namun jika kita merasa gagal setelah mengerahkan upaya sungguh-sungguh untuk menghadirkan sosok anak saleh dalam rumah kita, janganlah kita berputus asa kepada Allah Azza wa Jalla.

Dalam kondisi putus asa seperti itu, kita harus belajar dari kesabaran dan keteguhan Nabi Nuh ‘alaihissalam yang terus mengajak anaknya ikut bersamanya, meski kemudian anaknya memilih untuk durhaka kepada Allah Ta’ala hingga akhir hayatnya.

Kesabaran juga hal paling mendasar yang harus kita miliki dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Maraknya kasus perceraian adalah bukti bahwa banyak orangtua yang egois memikirkan dirinya sendiri dan lupa bahwa anak-anak sangat membutuhkan sebuah keluarga yang utuh. Karenanya, bersabarlah karena Allah selalu bersama dengan orang-orang yang sabar.

Selanjutnya kepada para pemilik dan pelaku media, ingatlah bahwa media-media yang Anda miliki dan kelola telah terbukti sebagai alat paling efektif menyampaikan kebaikan dan keburukan. Ingatlah, jika Anda mencari nafkah dengan cara menyebarkan nilai-nilai kebatilan melalui media, maka itu akan menjadi nafkah haram untuk diri dan keluarga Anda.***


----

Artikel sebelumnya:

Teladan di Tengah Keluarga, Mencari Rezeki Halal

Ikhtiar Mencetak Generasi Unggul dan Bermartabat

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama