Menerbitkan Tabloid Bugis Pos, Majalah Mitos, dan Buku Esai “Ngopi Rong”

BUGIS POS DAN MITOS. Usdar kemudian mencoba keluar dari Fajar Group dengan membuat surat kabar sendiri, yakni Tabloid BugisPos, tahun 1999. Di akhir tahun 2009, Usdar yang punya kawan banyak dari dunia paranormal, tertarik memanfatkan mereka untuk membuat majalah khusus dunia gaib. Ternyata berhasil. Desember 2009, majalah yang diberi nama MITOS setebal 64 halaman tersebut, telah terbit. 




----- 

PEDOMAN KARYA

Sabtu, 01 Oktober 2022

 

Obituari Usdar Nawawi (5-habis):

 

 

Menerbitkan Tabloid Bugis Pos, Majalah Mitos, dan Buku Esai “Ngopi Rong”

 

 

Oleh: M Dahlan Abubakar

(Wartawan)

 

Tahun 1996, Usdar keluar dari Bina Baru dan menjadi Wakil Direktur Makassar Promo, anak perusahaan Fajar yang bergerak di bidang promosi (1996-1997), lalu pindah ke PT Maupa Utama milik Fajar Group (1997-1998) sebagai GM. Perusahaan ini bergerak di bidang perpajakan, tapi kemudian gulung tikar.

Usdar kemudian mencoba keluar dari Fajar Group dengan membuat surat kabar sendiri, yakni Tabloid BugisPos, tahun 1999. Saat itu, izin terbit berupa SIUPP (Surat Izin usaha Penerbitan Pers) sangat mudah diurus, maka bagi Usdar, tak ada salahnya ngurus SIUPP.

“Kalau punya koran sendiri, tak ada yang bisa memecat, kecuali Tuhan. Memecat diri sendiri juga bisa, dengan cara buang handuk bila sudah tak mampu terbit,” kata Usdar, sambil ketawa.   

Di akhir tahun 2009, Usdar yang punya kawan banyak dari dunia paranormal, tertarik memanfatkan mereka untuk membuat majalah khusus dunia gaib. Ternyata berhasil. Desember 2009, majalah yang diberi nama MITOS setebal 64 halaman tersebut, telah terbit. Dan ternyata sangat diminati banyak pembaca. Cuma saja pada setiap wartawan MITOS membuat berita tentang dunia gaib, pasti bulu kuduk pada merinding.

Edisi perdana MITOS, antara lain berhasil mengungkap misteri Makam Tujua Karebosi. Padahal, sejak berabad-abad lamanya, tak ada yang bisa mengungkap rahasia di makam yang berada di tengah lapangan Karebosi tersebut.

Dalam Lontara Kerajaan Gowa sekalipun, tak ada penjelasan yang cukup soal Tujua di Karebosi. Tapi kemudian Majalah MITOS di tangan Usdar yang berhasil mengungkapnya.

Dengan perjalanan panjang Usdar Nawawi menjadi wartawan selama 30 tahun, rupanya ada yang terlupa. Dia lupa menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Hukum Unhas. Dia aktif kuliah cuma sampai tahun 1993.

Selebihnya, dia mencari penghidupan di dunia jurnalistik, dan membiayai istrinya, Putriani Etna, yang kuliah di Fakultas Sospol Unhas. Sekarang, sang istri tercinta yang bekerja di lingkup Pemkot Makassar, sudah memberinya empat anak, yakni Ahmad Ainul Yaqin, Dewi Musfira, Dzill Ihzani (almarhumah), dan si bungsu, Ahmad Nurul Haq. Ketiga putra Usdar ini sudah bekerja di kantor pemerintah.

“Saya tak ingin anak-anak saya jadi wartawan. Takutnya mereka tak mampu menderita. Jadi wartawan, harus siap menderita. Kalau jadi wartawan, jangan mimpi jadi kaya. Hanya sedikit wartawan yang kaya di Indonesia. Di Sulsel, hanya Alwi Hamu yang kaya, itu pun bukan karena dia wartawan, tapi karena dia pengusaha media,” kata Usdar.

Hanya saja, katanya, kalau sudah terlanjur jadi wartawan yang benar, maka akan menjadi candu. Sangat sulit meninggalkannya. Enaknya juga banyak. Wartawan bisa ke mana-mana, bisa menemui siapa saja, dan mudah berkomunikasi dengan banyak orang. Terhadap pejabat, apalagi. Berkenalan dengan mereka tak terlalu sulit, antara lain karena mereka banyak yang senang dipublikasikan.

Ada juga yang mau kenalan dengan wartawan, supaya tidak dikritik kerjanya. Tapi kadang juga ada pejabat yang sulit ditemui wartawan, misalnya kalau lagi bermasalah. Mereka banyak yang menghindari wartawan.

Ketika Usdar pertama masuk ke Unhas, dia ditanya oleh seorang seniornya:

“Coba jawab, apa definisi wartawan?”

Usdar tidak tahu, tak bisa menjawab. Sambil tersenyum sang senior pun berkata:

“Wartawan ialah, sejenis mahluk yang selalu mau gratis.”

Usdar menyelesaikan pendidikan dasar di Bulukumba tahun 1971. Dia kemudian melanjutkan studinya ke SMEP Negeri di kota yang sama tahun 1974. Mestinya, dari SMEP sambungannya yang pas adalah SMEA. Tetapi, dia malah masuk ke SMA Negeri 1 Bulukumba dan tamat tahun 1977. Tahun berikutnya, dia diterima sebagai mahasiswa bebas tes di Fakultas Hukum Unhas.

Modal pengetahuannya sebagai wartawan diperoleh melalui Pendidikan Dasar Pers Mahasiswa di Fakultas Hukum Unhas tahun 1981. Setelah berkiprah sebagai wartawan, dia mengikuti Orientasi Kewaspadaan Nasional (Orpadnas) yang digelar PWI Cabang Sulsel (1988).

Kemudian ikut Karya Latih Wartawan (KLW) Tingkat Dasar dan KLW Tingkat Lanjutan antara Agustus dan September 1995.

Dia juga mengikuti Pekan Orientasi Komunikator Semangat dan Nilai-nilai  45, Mei 1996, Ujungpandang, Penataran P4 Pola 45 Jam Bagi Wartawan Anggota PWI  Sulsel, 4-9 Maret 1996, di Ujungpandang, Penataran P4 Calon Penatar Tk.I Sulsel, 9-24 Desember 1996, Ujungpandang.

Usdar termasuk salah seorang wartawan yang organisator. Seabrek organisasi pernah digelutinya. Misalnya, sebagai Ketua Umum Remaja Emmy Saelan Makassar (1981-1984), Sekum Ikatan Pemuda Penulis Indonesia (IPPI) Makassar (1979-1983), Sekretaris II Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Bulukumba (IPMAH) Makassar (1982-1986).

Pengurus Pleno  Bidang Hukum dan Hankam PWI Sulsel (1997-2001), Ketua Umum Perhimpunan Pekerja Pariwisata Makassar (P3M) tahun 2000-2005.

Ketua Umum AUHM Kota Makassar (2002-2007), Satgas Pers Golkar pada Pemilu 1987, Anggota Bappilu Golkar Ujungpandang (1997), Sekum Pemuda Justitia Sulsel (1994-1999).

Ketua I Kerukunan Keluarga Bulukumba (KKMB) Makassar (1994-2002), Sekretaris II FKBM Makassar (2003-2008), Wakil Ketua II Generasi Penerus Bangsa (GPB) Makassar (2003-2008), Ketua PPK Kec,Manggala Makassar (2004), Ketua Bidang Hukum dan HAM PWI Sulsel (2006-2010), dan Ketua ARKES Kota Makassar (2005-200).

Usdar Nawawi sudah melakukan perjalanan jurnalistik antara lain ke Singapura dan Malaysia (1994) dan keliling Jawa dan Bali pada tahun berikutnya.

Sahabat kita, Usdar Nawawi telah tiada. Yang tertinggal buat para sahabatnya hanyalah “Ngopi Rong”, seratus esai karyanya yang sudah menjadi buku. Selamat jalan Sahabat, Anda telah ikut memberi warna yang khas bagi jagat wartawan di daerah ini.

 

---

(Artikel ini diambil dari buku, “Menerobos Blokade Kelelawar Hitam” 2010, oleh M. Dahlan Abubakar)

---

Artikel sebelumnya:

Menghidupkan Koran Bina Baru Yang Kemudian Berubah Menjadi Harian Beritakota Makassar 

Wartawan Menyamar Jadi Tamu Warung Remang-remang

Usdar Nawawi Jadi Wartawan Mimbar Karya dan Tugas Pertama Meliput KUD Mattirobulu Bulukumba

Usdar Nawawi: Membuat Majalah Kampus dan “Berpolemik” tentang RRI di Pedoman Rakyat

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama