Fahmy Syariff Si “Kerikil-Kerikil 45” Itu Telah Pergi

Goenawan Monoharto (jongkok kedua dari kiri) foto bersama Fahmi Syariff (jongkok kedua dari kanan), dan sejumlah seniman teater lainnya, yakni Aspar Paturusi (hari itu, 10 April 2014, tepat berusia 71 tahun), Syam Asrib, Jamil Keller, Abdi Palallo, Laksmi, Yudhistira Suktanya, Bahar Mattaliu, Abdi Satria Aspar, Klotong, Jamal Dilaga, Taufik Bustaman, di Sekretariat Dewan Kesenian Makassar, 10 April 2014. (Foto diambil dari akun Facebook Goenawan Monoharto)

 


-----

PEDOMAN KARYA

Jumat, 18 November 2022

 

 

Obituari:

 

Fahmy Syariff Si “Kerikil-Kerikil 45” Itu Telah Pergi

 

 

Oleh: Goenawan Monoharto

(Seniman, Sutradara)

 

Saya mengenal Fahmi Syariff, ketika masih sangat remaja. Saya ikut pendidikan teater di Bina Teater tahun 1977. Bersama kawan-kawan saya, Rasyid Ruppa (alm), Ajiep Padindang, Zaldi Yusuf Yunus (alm), Masita Saleh (alm), Maulana Hadi, Sikki Rani, Yeni, Wiwiek, Adi Muthalib, dan beberapa orang yang saya lupa namanya.

Dan Fahmi Syariff salah seorang pengajar dari beberapa mentor. Dia begitu serius dalam mengajar, sehingga kami (murid Bina Teater) kena damprat bila main-main dalam menerima pelajaran dasar.

Kemudian kami diberi naskah karya Kak Fahmy (begitu kami memanggilnya) berjudul “Kerikil-Kerikil 45”. Punya pengalaman menarik, ketika pentas akhir program, kami pentaskan naskah Kerikil-Kerikil 45 karya Fahmi Syarriff. Saya hanya jadi figuran pada cerita perjuangan tersebut. Syukur dan mendapat dialog hanya satu kata, SIAP.

Saya begitu antusias dengan dialog itu, sehingga menanti-nantikan kapan dialog emas itu saya ucapkan, tetapi tiba waktunya, kawan saya bernama Adi Muthalib menyambar dialog yang satu-satunya itu, sehingga saya sangat gugup, untung penonton tidak melihat kesalahan itu.

Seusai pentas Kak Fahmi menyerang saya, di mana dialog yang dipercayakan, mengapa saya tidak sebutkan. Saya dengan sedikit terbata-bata bahwa dialog saya diserobot Adi. Beliau mengatakan ada cara untuk mengambil alih dialog itu kembali, dia menjelaskan dengan panjang lebar. Mana saya tahu, pemula di teater dan tidak popular karena kurus dekil.

Itu salah satu pengalaman berteater di bawah asuhan Kak Fahmi, kemudian mengajakku untuk ke Gedung Kesenian Makassar (DKM) di Jalan Irian Makassar, untuk bergabung dalam grup, tetapi dia tidak mengatakan grup apa?

Singkat cerita dengan memberanikan diri ke gedung kesenian DKM, saya melihat senior-senior latihan teater (naskah Penggali Tambang) di antaranya Hasan Mintaraga (alm), A. M. Mochtar (alm), Hasan Kuba, dll.

Saya terkagum-kagum, sehingga terperanjat ketika ada yang menegurku “Eh, bikin apa di situ,” kata kakak itu, kemudian saya mengetahuinya bernama Yacob Marala (alm).

Saya jawab, “mau main teater”

“Kau berdiri di pojok sana,” katanya dengan wajah penuh ekspresi.

Untung saja ada Kak Fahmi Syariff bicara sama orang itu, bahwa saya binaannya di Bina Teater. Maka loloslah saya.

Kemudian waktu berlalu, saya berkesempatan main teater di Teater Makassar bersama Kak Fahmi Syariff, guru mula saya pada pementasan Samindara, Jihaddun Nafsi, Perahu Nuh II (sutradara Aspar Paturusi).

Berlayar sampai ke Taman Ismail Marzuki (TIM) pada Pekan Teater Jakarta, saya banyak belajar teater pada Kak Fahmi Syariff, apalagi soal disiplin latihan. Bila Kak Fahmi memberi naskah untuk hafal, jangan ada yang terlupa, bahkan penempatan titik koma pun diperhatikan.

Pelajaran-pelajaran teater yang diajarkan oleh Kak Fahmi, Muasal Teater purba sampai modern, sangat bermanfaat, sekalipun ada yang mengatakan kaku, tetapi itulah pelajaran teater yang semestinya, tidak main-main.

Kak Fahmi Syariff menyerahkan hidupnya dengan totalitas dalam berteater. Sampai akhir hidupnya, begitu antusias dan bersemangat bila berbicara teater, tidak ada tokoh teater di daerah ini segiat, sekokoh, setegar dan tak bergeser tetap penganut proses dalam teater.

Suatu siang (Selasa, 15 November 2022, red), saya terperanjat mendapat kabar bahwa Kak Fahmi Syariff  si “Kerikil-Kerikil 45” pulang ke haribaan Tuhan-nya, di mana dia berasal. Dia telah pergi di pukul 14.00 di rumahnya jalan Toddopuli 2 Setapak 12 No. 297, Makassar. Selamat Jalan Kak Fahmi Syariff, guru saya bermula berteater. Banyak murid-muridmu mendoakanmu.***


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama