KH Djamaluddin Amien: Pimpinan Mesti Bersifat ‘Aziizun ‘Alaihi Maa Anittum

Kembali, hadir terngiang tentang pesan KH Djamaluddin Amien (alm), di saat saya mewawancarai beliau untuk bahan Disertasi tahun 2013, yakni di antaranya, pimpinan mesti bersifat ‘azizun alaihi ma anittum,’ merasa berat dengan derita yang dirasakan umat atau dipimpinnya.


 



-----

PEDOMAN KARYA

Senin, 26 Desember 2022

 

Kiai, Ternyata Aku Mencintaimu (2-habis):

 

 

KH Djamaluddin Amien: Pimpinan Mesti Bersifat ‘Aziizun ‘Alaihi Maa Anittum

 

 

Oleh: Maman A. Majid Binfas

(Sastrawan, Akademisi, Budayawan)

 

Wajar, memang perbuatan apapun dilakukan dengan tulus ikhlas karena Allah semata, akan dan mesti diingat tanpa bisa dipungkiri oleh siapapun. Mungkin alangkah eloknya, coretan kenangan pada tajuk “KH Djamaluddin Amien Tanpa Mengada-ada” (18/11/2014) dimunculkan kembali, yaitu sebagai berikut;

 

Engkau tampil apa adanya tanpa mengada ngada

memang pantas jadi teladan

sesuai kau wasiatkan

ikuti aturan Allah

_dan sunnah Rasulullah

 

kau tampil apa adanya tanpa mengada ngada

memang pantas jadi teladan

walau

engkau boleh melebihi bah kebiasaan orang lain

namun

engkau tak mau

dulu hingga maut menjemputmu

engkau masih setia tampil apa adanya tanpa mengada ngada

bah sedia kala

membuat kami semakin kagum padamu penuh salam

rindu ‘kan senyum serta siraman rohani darimu

 

kau tampil apa adanya tanpa mengada ngada

memang pantas jadi teladan

senyum tak pernah padam

juga pesanmu mekar terekam

ke dalam sum-sum jiwa berkalam

 

kau tampil apa adanya tanpa mengada ngada

memang pantas jadi teladan

walau, engkau bukan Nabi

sehingga kami tak boleh terlampau kagum

tergenggam

namun, kami yakin

nicaya engkau penyambut kalam para Nabi Nabi

 

engkau tampil apa adanya tanpa mengada ngada

memang pantas jadi teladan

engkau tegas dan kukuh dalam pendirian

namun bijak dalam memutuskan persoalan

 

engkau tampil apa adanya tanpa mengada ngada

memang pantas jadi teladan

engkau adalah guru panutan

engkau orang tua pencita sungguh rasa sayang

engkau juga teman setia terdepan ringan membantu

engkau pimpinan pengayom penuh perhatian

tanpa pilih kasih sayang

 

engkau mahaguru menanam benih mata mutiara sejati

pahlawan sungguh mesti dikenang

tiada lekang

pena berpinang

 

kampus Unismuh tala’salapang ini

kalau bukan kepemimpin engkau bersama nan lainya

'kan masih setia

_di Ranggong

  dan Mapao’dang

 

jasadmu boleh terkubur

jiwa roh jasamu tetap tumbuh subur

 

wahai guruku

kami mesti kenang tiada berhingga

 

Masalah kenang masa lalu berhingga kini, mungkin orang lain boleh berbeda rasa dan pilihan, tergantung kadar tingkat kepentingan masing-masing. Namun, bagi yang berhati tulus soal kenang yang berhati tulus pula, adalah sebagai jejak mesti diajak secara bijak menjadi pelajaran berharga di dunia maupun di akhirat kelak.

Kalaulah ada yang kurang seirama ya terimalah sebagai rahmat. Bahwa sesungguhnya, domain rasa perbedaan juga adalah sebagai hikmah pelajaran dan pada titik nadir Tuhan akan menilainya. Termasuk, esensi kehadiran cinta sejati yang bergelora di dalam lubuk sanubari insan yang beriman pun boleh berbeda esensi tafsirannya.

 

Esensi Cinta Sejati

 

Gelora muncul rasa cinta sejati, berdasarkan review by Khanza Safitra Redaksi Dalamislam.com. (2015), ada 17 ayat Al-Qur’an telah menjelaskan. Namun, di dalam goresan ini, saya akan mengutip beberapa ayat saja yang akan dinukilkan sebagai refleksi berkaitan dengan sub topik_Cinta Sejati di antara sesama insan Manusia_.

Dalam kehidupan manusia, cinta sejati bukan mungkin lagi tetapi memang benar adanya. Perasaan yang bisa timbul dari dalam hati ini, merupakan fitrah dari seorang manusia yang diciptakan oleh Sang Maha Kuasa.

Dalam kehidupan sehari-hari, cinta sejati bisa diartikan dalam berbagai konteks yang mungkin, jika dijelaskan hal tersebut__ bisa saja di luar nalar manusia dikarena getarannya, merupakan sebuah perasaan yang mungkin akan berbeda kadar furasi rasa kasih sayang di antara setiap insannya. Dalam QS Maryam: 96 dinyatakan sebagaimana ditafsirkan__ yang artinya.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah SWT yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang akan menanamkan satu jika di dalam hati mereka yaitu rasa kasih sayang.”

Menurut para ahli tafsir tentang esensi dari ayat di atas, boleh dijelaskan, manakala cinta sejati bisa juga berasal dari keghoiban lain, dan tentu akan digoreskan dalam narasi ini, terutama yang bersumber dari Sang Maha Pencipta.

Sang Maha Pencipta yang telah memberikan perasaan cinta kasih terhadap manusia dan makhluk lain, boleh jadi dalam bentuk yang berbeda-beda, di antara satu dengan yang lainnya.

Sekalipun,  di lain sisi mungkin selama ini, tetang esensi cinta sejati hanya diketahui lewat beberapa kisah, baik itu nyata maupun di dunia maya. Sebenarnya, cinta sejati begitu lekat dalam kehidupan manusia, baik itu yang dirasakan secara langsung maupun secara samar-samar berabun, namun terbukti benar adanya berimbun.

Untuk itu, sebagai umat yang paling dikasihi oleh Allah SWT. Maka, mungkin sudah seharusnya kita menjaga sifat kasih sayang, baik itu terhadap sesama manusia, kepada Allah dan segala ciptaan-Nya.

Semoga tafsiran mengenai ayat Al-Qur’an tentang cinta sejati di atas, dapat mempertebal rasa keimanan bagi yang meyakininnya. Tentu, atas segala rasa dan perasaan yang telah Allah anugerahi dan ciptakan untuk setiap insan manusia, yang hidup di bumi sebagai khalifah fil ardi (pembimbing/pemimpin), baik sesama makhluk maupun untuk dirinya sendiri.

Semua itu, tidak lain adalah untuk menjadi diri yang berjatidiri sejati guna menebarkan rasa cinta nan mencerahkan bumi agar elok menawan dalam dimensi kesejatiannya.

 

Rasa Cinta Sejati Sang Pemimpin

 

Dimensi 'Khalîfah fil ardhi' secara umum boleh ditafsirkan adalah sang pemimpin yang mewakili diri atas kebesaran Zat Ilâhi di bumi CiptaanNya. Domainnya ialah untuk membimbing umat manusia supaya dapat kembali kepada diriNya lagi, karena manusia itu berasal dari Tuhan dan kembali kepada Tuhan (innâ lillâhi wa innâ ilaihî rôji`ûn; kami berasal dari Tuhan dan akan kembali kepadaNya).

Kembali, hadir terngiang tentang pesan KH Djamaluddin Amien (almarhum, mantan Rektor Unismuh Makassar dan mantan Ketua Muhammadiyah Sulsel, red), di saat saya mewawancarai beliau untuk bahan Disertasi tahun 2013, yakni di antaranya, pimpinan mesti bersifat ‘azizun alaihi ma anittum,’ merasa berat dengan derita yang dirasakan umat atau dipimpinnya.

Kemudian, bersikap ‘Harishun alaikum,’ memperhatikan kaum beriman, ‘atau prihatin bersikap empati kepada kesusahan dengan membantunya.

Hal tersebut, pemimpin akan selalu berlaku “bilmukminina raufurahim”, mempunyai belas kasih terhadap orang yang dipimpinnya. (QS 9 / At-Taubah, ayat 128)

Pesan beliau di atas, betapa pentingnya sebagai esensi rasa kasih sayang antara sesama yang berwujudyah insan sejati dan saling mencintai__

Dan di bagian lain, Allah berfirman di dalam QS Al-Balad: 17, yang artinya;

“Kemudian dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.”

Manakala, diindahkan pesan kasih sayang di dalam ayat ayat tersebut, baik oleh pemimpin maupun sebagai insan yang khalifah fil ardhi dalam ber_fantasyiru fil-ardhi. Maka, sungguh mencapai puncak maksimal tugas manusia sebagai khalifah Allah di bumi.

Tugas manusia sebagai khalifah antara lain, menurut ahli tafsir, yakni menyangkut tugas mewujudkan kemakmuran di muka bumi (QS Hud: 61), serta mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan hidup di muka bumi (QS al-Maidah: 16), dengan cara beriman dan beramal saleh (QS Ar-Ra'd: 29), bekerjasama dalam menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran.

Maka, esensi menjadi sang pemimpin sejati yang dicintai dan disayangi oleh siapapun akan bisa terwujud __tanpa dapat diingkari dan pungkiri. Dari akar ini sehingga rasa kasih sayang dan cinta KH Djamaluddin Amien, masih bergetar dan terus mekar harum mewangi berhingga berkesan di dalam batin kami.

Sekalipun, beliau tidak pernah memberikan materi I do apapun, tetapi memberi taman firdaus ketulusan yang mengakar di lubuk sanubari sehingga kami mencintainya, dan beliau pun menyanyangi kami.

Mungkin tidak keliru, manakala saya berdiksi romantis religius: Kiai Ternyata Ku_mencintaimu dengan ketulusan apa adanya. Masih banyak kenangan yang terngiang diinbox memori logis berlubuk sanubari ini, namun tidak mungkin diuraikan di goresan singkat dan ruas nan terbatas ini.

Sekalipun, ruas terbatas ku goreskan, namun di setiap sujud serta wiridku semoga tak dibatasi. Seiring rindu dalam keheningan dan jujur tetap mewiridkan doa semoga engkau diberkahi tempat yang terindah di sisiNya ... aamiin tiada berhingga.***

...

Semoga Unismuh Makassar, telah engkau wariskan akan semakin jaya dan mengakar dalam melintasi bumi bercakrawala firdausin ketulusan yang mencerahkan__

💖


-----

Tulisan bagian pertama:

Kiai, Ternyata Aku Mencintaimu

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama