Sendratari Karaeng Naba, Kisah Eksodus ke Jawa Pasca-Perjanjian Bongaya

SENDRATARI. Pertunjukan Sendratari “Karaeng Naba” (SKNB), di Gedung Kesenian Societeit de Hamonie, Makassar, Ahad, 27 November 2022. (Foto-foto: Evan Muhammad Roihan)






-----

PEDOMAN KARYA

Ahad, 04 Desember 2022

 

 

Sendratari “Karaeng Naba”, Kisah Eksodus ke Jawa Pasca-Perjanjian Bongaya

 



Oleh: Yudhistira Sukatanya

(Sastrawan, Budayawan, Sutradara Teater)

 

“Assamaturuk laloko ri sekrea jamang-jamang, nasabak taenamo ansauruki nikanaya gauk assamaturuk.” (Bersatu padulah menghadapi suatu pekerjaan, karena tidak ada yang dapat mengalahkan kekompakan dan kebersamaan.

Penggalan teks tersebut telah disuarakan pada pertunjukan Sendratari “Karaeng Naba” (SKNB) di Gedung Kesenian Societeit de Hamonie Makassar, Ahad, 27 November 2022.

Pesan itu hanya akan jadi ungkapan bombastis, berlalu begitu saja, jika tidak kemudian diwujudkan dalam kerja-kerja kesenian yang menampilkan karya kreasi yang lebih banyak, lebih baik, kreativ, dan berkualitas.

Festival Seni Pertunjukan produksi Sky Project kali ini didukung penuh oleh Dinas Pariwisata Kota Makassar. Dihadirkan di tengah minimnya jumlah pertunjukan kesenian di kota Makassar dalam kurun tiga tahun terakhir. Dahaga masyarakat Makassar atas tontonan dapat terbukti dengan kunjungan seratusan lebih penonton.

Sekretaris Dispar Kota Makassar Andi Tenri Lengka, dalam sambutannya menyampaikan bahwa, “Festival Seni Pertunjukan menjadi wadah untuk mengenalkan kekayaan budaya lokal, agar kebudayaan kita lebih dikenal. Sebab melalui sendratari sesungguhnya banyak ragam kekayaan budaya kita yang bisa diperkenalkan.”

Kota Makassar sesungguhnya memiliki cukup banyak talenta pegiat seni. Untuk mengusung pertunjukan SKNB saja, diklaim melibatkan lima belas organisasi kesenian.


Sendratari merupakan kemasan penyajian tari yang meramu seni drama dan tari. Dikreasi menggunakan unsur cerita yang disajikan dalam bentuk koreografi diiringi musik dan vocal. Minim dialog, namun dapat menggunakan teks narasi melalui penutur untuk memperkuat dan menegaskan kapan, dimana, dan situasinya bagaimana.

Penyajian sendratari berkenan memanfaatkan desain dramatik, tak ubahnya pada pertunjukan drama, hanya saja penggarapannya secara dominan diramu dalam komposisi tari.

Desain dramatik, merupakan tahapan-tahapan perkembangan emosional penceritaan. Sederhananya terbagi dalam segmen, pengenalan, penggawatan, klimaks dan peleraian. Dalam desain dramatik tahapannya ditata secara terukur untuk mencapai klimaks aksi pertunjukan yang katarsis.

Cerita dalam SNBK menautkan sosok sang tokoh dengan tokoh-tokoh utama lain dalam sejarah Kerajaan Gowa-Tallo yang eksodus ke Jawa pasca-Perjanjian Bongaya tahun 1669. Karena dalam narasi keberadaan Daeng Naba ini dinyatakan cukup kompleks, akibat dirangkum dari berbagai sumber, maka narasi pun menjadi tidak linear.

Tak ada tokoh khusus dengan nama tertentu. Meski demikian tentu ada satu figur yang mewakili sosok Daeng Naba, tapi ia tidak hadir menjadi tokoh yang utuh melainkan berlapis.

Dalam garapan ini disebut sebagai manusia yang hijrah dari Bugis-Makassar menuju Jawa atau manusia hybrid, seseorang yang mengalami proses perjalanan menjadi manusia baru. Hal itu terungkap dalam kajian dramaturg Arham Rahman.

Karena SKBN bertema literal, dibuat berdasarkan cerita yang sudah ada, maka design dramatik dalam komposisi tari ini menyasar pada tujuan tertentu, yakni menggunakan cerita untuk menyampaikan pesan-pesan khusus bermuatan kearifan lokal maupun universal melalui gerak dan minim teks.

Koreografi SKBN mengandalkan gerakan-gerakan anggota tubuh penari, tampil seirama dan bercerita. Menyatakan ekspresi jiwa manusia yang dipandu oleh imajinasi untuk menampilkan bentuk tertentu melalui media gerak yang simbolis sebagaimana yang ingin diungkapkan koreografernya.

Landasan cipta koreografer Ariayanti Sultan menggunakan pendekatan kontemporer, sehingga ia relatif lebih bebas dalam mengadopsi berbagai gerak dari genre tari yang sudah ada. Demikian pula halnya dengan tata kostum dan makepnya yang minimalis dikerjakan oleh Amay dan Wahyuni.

Tampilan SNBK diolah untuk menjelajah keindahan unsur gerak, pemanfaatan ruang, komposisi, durasi waktu yang terukur, serta penggunaan tenaga dan emosi diiringi komposisi musik.

Tujuannya tentu agar artistik koreografinya nyaman ditonton oleh semua kalangan dengan alur yang jelas. Hanya saja hasil akhir yang terlihat pada pertunjukan malam itu, belum tampil cukup optimal.

Salah satu penyebabnya karena belum meratanya kemampuan teknis sejumlah penari hingga kurang berhasil mewujudkan bentuk secara artistik, estetik.

Hal tersebut jelas terkesan ketika beberapa penari gagal melakukan gerak tari yang memanfaatkan teknik ala balet, masih bermasalah pada kelenturan tubuh juga optimalisasi bentuk. Belum lagi bicara soal rasa.

Di sisi lain, keberadaan tata musik dalam paduan bunyi alat musik tradisi dan moderen sebagai latar pengiring, jembatan adegan, pendukung suasana-emosi pertunjukan, sebagai penanda atau aksen spesifik pada adegan, belum bisa hadir menjadi harmoni yang pas.

Konsep yang berusaha dimainkan secara apik oleh Taufik Akbar dan kawan-kawan fungsinya belum cukup membantu keberhasilan mengapikkan penampilan SNBK.

Padahal dalam seni tari, selain gerak tubuh yang indah, juga ada rasa, memantik itu dibutuhkan ritme musik yang sesuai hingga menghadirkan perpaduan yang harmonis lagi artistik. Musik adalah pelengkap penting dalam pengungkapan tema karya yang dikomunikasikan kepada penonton.

Untuk SNBK tata cahaya terbilang sulit mewujudkan peran dan fungsinya karena hanya ditata apa adanya sebagaimana malam itu. Terlalu general, termasuk jenis lampu yang digunakan. Padahal sudah jadi pemahaman umum bahwa tata cahaya sangat berperan dalam menghadirkan suasana tertentu.

Secara umum, penonton SNBK kali ini agaknya masih perlu bertoleransi ketika mengharapkan hadirnya sejumlah detail yang optimal. Di antaranya seperti apa yang dikeluhkan oleh beberapa penonoton awam yang mengaku tidak dapat memahami jalan cerita SNBK.

Itu boleh jadi disebabkan kurangnya pengetahuan sejarah dan pengalaman menonton mereka. Ini yang sungguh penting disiasati, agar kali lain pertunjukan kolabotaif semacam SNBK dapat dinikmati dan dimengerti. Tidak terasa berjarak.

Setelah menyaksikan SNBK, masih dapat diyakini bahwa optimalisasi pencapaian pada pertunjukan karya berikutnya dapat dicapai.

Karya kolaboratif dengan kualitas lebih baik, yakin dapat ditunaikan oleh sutradara pekerja keras dan cerdas Ahmad Wildan Nomeiru. Padanya perlu diberi kesempatan lebih banyak dan dukungan lebih luas. Mereka butuh ruang, uang dan kesempatan.

Tentu harapan masih ada. Sebagaimana janji Kepala Bidang Ekonomi Kreatif, Zamhir Islamie Hatta yang mengatakan bahwa “Pertunjukan seperti ini adalah salah satu bentuk dukungan Dispar Makassar dalam pengembangan festival seni pertunjukan, memberikan wadah bagi para pelaku seni di Makassar.”

Semoga program Festival Seni Pertunjukan di Makassar, berkelanjutan dalam kekompakan dan kebersamaan.

 

Tamamaung akhir November, 2022

------

Keterangan:

- Artikel ini juga dimuat di Harian Fajar, Ahad, 04 Desember 2022, dengan judul, “Sendratari Karaeng Naba di Panggung Kontemporer”

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama