Renungan tentang Merdeka Belajar

"Orang yang berlajar tidak akan merasa nyaman bila aktivitasnya monoton dan rutin. Misalnya terus menerus di lingkungan kelas saja, tetapi perlu pula ia keluar ke lingkungan sesungguhnya yang lebih luas. Di situ nanti ia akan menemukan penggambaran nyata dari apa yang ia pelajari dalam berbagai petualangan yang ia lewati. Di situ ia akan mengamati lebih detil, lalu mengembangkan pikirannya dalam bentuk penggambaran yang lebih visual dan akhirnya, ia sendiri yang berupaya membuat simbol-simbol yang memudahkan ia memaknai apa yang dialaminya dengan cara yang lebih mudah dan senderhana."

- Prof. Syafiuddin Saleh -

(Guru Besar Universitas Muhammadiyah Makassar)



--------- 

PEDOMAN KARYA

Senin, 03 Mei 2021

 

 

Renungan tentang Merdeka Belajar

 

 

Oleh: Syafiuddin Saleh

(Guru Besar Unismuh Makassar)


Merdeka Belajar sebagai konsep yang dicanangkan secara nasional oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, yang menjadi tema Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), mungkin layak kita cermati dan terjemahkan.

Keinginan terdalam dari Merdeka Belajar adalah menciptakan suasana belajar yang menjadikan anak didik menjadi manusia yang kompeten dan mandiri.

Kata kunci ini tidak mungkin bisa tercipta dengan baik tanpa penciptaan suasana belajar yang memadai. Merdeka Belajar merupakan konsep yang menghendaki bagaimana pendidik (guru, orang tua, tokoh-tokoh masyarakat) bisa menjadi pemicu yang mampu menciptakan suasana belajar yang  nyaman.

Jauh dari perasaan keterpaksaan, mencapai hasil yang memuaskan di mana peserta didik merasa bangga, puas melalui capaian-capaian yang membentuk karakter yang berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan, kompeten, serta berbudi luhur di lingkungan masyarakat.

Pada dasarnya untuk mencapai hasil belajar yang memuaskan seperti bentukan karakter unggul demikian, bukanlah perkara mudah di tengah tantangan lingkungan dan perubahan yang berkembang saat sekarang ini, di mana saluran informasi begitu bebas, tidak saja membawa nuansa positif tetapi lebih banyak juga bernuasa negatif. Pemahaman mendalam mengenai hakikat belajar perlu membekali kita para pendidik untuk bercinta-cita mencanangkan perubahan-perubahan mendasar.

Belajar pada mulanya dimaknai sebagai proses memberi rangsangan terhadap orang yang belajar untuk merespons rangsangan tersebut dengan hasil memuaskan.

Para ahli psikologi melakukan percobaan pada binatang bagaimana perilaku itu bisa diubah. Binatang saja bisa diubah apalagi manusia.

Ada beberapa prinsip penting ditemukan para ahli bahwa belajar itu memerlukan kesiapan, pengulangan, dan efek capaian. Semakin siap, semakin sering diulang, maka akan semakin memberi efek yang baik.

Selanjutnya, akan lebih baik lagi jika dalam prosesnya disertai penguatan-penguatan  yang dilakukan secara sengaja dan terencana oleh para pendidik. Proses ini dapat dikondisikan dengan istilah pembiasaan, pembentukan, dan alih pengalaman.

Proses berikutnya disadari bahwa belajar tidak hanya bisa dikondisikan saja tetapi juga bisa terjadi karena perubahan cara berpikir. Manusia dengan segala keunikannya berkembang dari kanak-kanak, menjadi remaja, lalu menjadi dewasa.

Dalam berbagai tahapan itu, proses berpikir dapat berubah melalui penyesuaian-penyesuaian. Bisa dalam bentuk menyerap informasi di sekitarnya melalui asimilasi, lalu mengakomodasi informasi itu menjadi sesuatu yang bermakna bagi dirinya, dan pada tahapan selanjutnya menciptakan keseimbangan dalam struktur berpikirnya menjadi sesuatu yang menetap dan berulang-ulang.

Orang yang berlajar tidak akan merasa nyaman bila aktivitasnya monoton dan rutin. Misalnya terus menerus di lingkungan kelas saja, tetapi perlu pula ia keluar ke lingkungan sesungguhnya yang lebih luas.

Di situ nanti ia akan menemukan penggambaran nyata dari apa yang ia pelajari dalam berbagai petualangan yang ia lewati. Di situ ia akan mengamati lebih detil, lalu mengembangkan pikirannya dalam bentuk penggambaran yang lebih visual dan akhirnya, ia sendiri yang berupaya membuat simbol-simbol yang memudahkan ia memaknai apa yang dialaminya dengan cara yang lebih mudah dan senderhana.

Bagaimanapun juga, bila kita sadari pada proses yang terjadi, setiap benda, setiap proses, setiap momen akan melahirkan makna-makna tersendiri. Kemampuan memaknai ini akan menjadi sesuatu yang penting untuk perubahan perilaku orang yang belajar.

Hal penting lain yang perlu disadari (belajar) dari sisi sosial memerlukan contoh-contoh positif. Pada hakikatnya manusia itu sifatnya suka meniru. Harus disadari bahwa hampir semua konstruksi hidup ini adalah hasil meniru. Itulah pentingnya bila contoh atau model yang baik dan posistif harus bisa diciptakan bagi orang yang belajar.

Seorang anak di rumah memerlukan contoh orang tua, di sekolah dari guru dan dosen, di tempat kerja dari pimpinan, di lingkungan masyarakat dari pemimpin.

Contoh-contoh itu haruslah positif. Sangat ironis bila contoh atau model itu lebih banyak negatifnya. Di situlah orang yang belajar menciptakan kemampuan dan keyakinan diri untuk standing dengan percaya diri.

Perlu diketahui bahwa dalam diri setiap orang ada sistem yang terbentuk dan menjadi regulasi yang mengatur dirinya untuk memampukan dirinya, berkeyakinan untuk berinteraksi beradaptasi dengan kelompok dan  lingkungan yang lebih luas.

Kita percaya bahwa setiap orang yang belajar, lingkungan dan perubahan perilaku akan selalu bergeser secara terus menerus dalam menciptakan perubahan-perubahan sosial di masyarakat, Selamat Hari Pendidikan Nasional.

Makassar,  2 Mei 2021

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama