Tujuan Akhir Hidup adalah Mencari Ketenangan


BUNTU BIDADARI. Pemandangan indah Gunung Buntu Tanti dilihat dari Villa Lasharan Garden Kalosi. Oleh Sahban Liba, gunung ini diberi nama Buntu Bidadari, karena geometrinya sangat unik, menyerupai bidadari yang sedang tidur, lengkap dengan pusar yang ditandai oleh sebuah pohon. Bentuk seperti ini tidak dapat ditemukan di daerah lain, bahkan di luar negeri.(ist)




-------

PEDOMAN KARYA
Sabtu, 12 Oktober 2019


Biografi Sahban Liba (34):


Tujuan Akhir Hidup adalah Mencari Ketenangan



Penulis: Hernita Sahban Liba


Tujuan akhir hidup adalah mencari ketenangan, kesehatan, dan melaksanakan ibadah. Itulah butir ke-7 dari 12 butir mutiara pemikiran hidup Sahban.

Pada puncaknya, ketika telah menjelang usia tua, Sahban menampik anggapan bahwa dirinya bertujuan untuk mencari uang. Ia mengutip ayat Al-qur’an dari Surah Al-Humazah 1-4: Wailul(n) likulli humazatil(n) lumazah, al-ladzii jama'a maaalau(n) wa'addadah, yahsabu anna maalahu akhladah, kalaa layunbadzanna fiil huthamat.

Artinya, kecelakaanlah bagi setiap pengumpat, lagi pencela, yang mengumpulkan harta, lagi menghitung-hitung, ia mengira, bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Sungguh dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam (neraka) huthamah.

Sahban melihat bahwa siapapun yang menghitung-hitungnya, maka nanti uang tersebut akan dibakar di ubun-ubunnya sendiri.

Sahban menyadari bahwa tujuan hidupnya hanya ada tiga mencari ketenangan, menjaga kesehatan, dan melaksanakan ibadah.

Semenjak sahabatnya melontarkan pertanyaan tentang apa yang akan ia lakukan setelah pensiun, ia menjadi tidak tenang dan ia menyadari bahwa pencarian ketenangan inilah yang menjadi tujuan hidupnya.

Ia tidak ingin dianggap seperti daun-daun kering setelah pensiun. Ia ingin tetap dibutuhkan dan memperbaiki kampung halamannya. Kegiatannya untuk mendirikan gedung, perguruan tinggi, villa, dan waterpark, adalah upayanya untuk mencari ketenangan.

Masih banyak gagasan yang ingin ia wujudkan untuk menenangkan pikirannya yang gelisah dengan berbagai gagasan untuk memperbaiki kampung halamannya. Ia memiliki gagasan untuk menghidupkan kembali kesenian bas. Kesenian bas adalah kesenian khas Massenrengpulu (Maiwa, Duri, dan Enrekang) berupa kesenian musik tiup bambu.

Dahulu kesenian ini subur di Enrekang dan sekarang telah hilang. Beliau telah meminta musik bas dihidupkan kembali oleh bupati dan akan didukung sepenuhnya oleh dirinya.

Begitu pula, Sahban memiliki gagasan untuk memperindah pekuburan di depan bangunan waterparknya. Ia bercita-cita agar pekuburan tersebut memiliki estetika seperti pekuburan di negara maju. Ia ingin agar pekuburan tersebut indah dilihat, memiliki pagar, dan dihiasi rumput-rumput yang indah.

Memang ayahnya dikubur di tempat tersebut, tetapi Sahban menampik bahwa ini adalah alasannya untuk mempercantik pekuburan tersebut. Ia bahkan berkeinginan kalau meninggal akan dikuburkan di pekuburan tersebut.

Masih banyak keinginan lain yang ingin diwujudkan Sahban di masa tuanya. Ia ingin mengembangkan Kalimbua menjadi kawasan wisata dengan berbagai aktivitas seperti arung jeram. Kalimbua sangat potensial menjadi kawasan wisata karena berada tepat di kaki gunung Buntu Tangti.

Geometri Gunung Buntu Tangti sangat unik, menyerupai bidadari yang sedang tidur, lengkap dengan pusar yang ditandai oleh sebuah pohon. Bentuk seperti ini tidak dapat ditemukan di daerah lain, bahkan di luar negeri.

Sahban telah berkunjung ke Thailand, Perancis, Jerman, Singapura, dan Mesir, dan belum menemukan gunung seunik Gunung Buntu Tangti. Malahan, ia menyebutnya Buntu Bidadari  dan menjadikannya sebanding dengan Gunung Buntu Kabobong (Gunung Nona) yang terkenal di Sulawesi Selatan.

Sahban juga menyebut kawasan Kalimbua sebagai Kalimbua Indah. Ia memberikan nama baru ini agar kawasan tersebut dapat lebih baik dari saat ini dari segi pariwisata. Ia memandang bahwa Kalimbua Indah semestinya dapat menjadi pintu gerbang wisatawan yang menuju ke Tana Toraja. Ia menganalogikannya dengan masa dimana Jakarta masih menjadi pintu gerbang wisatawan yang menuju ke Bali.

Upaya ini harus didukung oleh kesehatan yang prima. Karenanya, ia juga berusaha untuk terus sehat. Ia hanya mengkonsumsi makanan bergizi dan bervitamin. Ia rajin minum susu, energen, dan vitamin. Bahkan salah satu tujuannya dalam membangun waterpark adalah agar ia dapat sehat dengan berenang di waterpark tersebut.

Sementara itu, ibadah merupakan tujuan hidup yang tidak pernah ia tinggalkan sejak kecil. Ia telah menjadi seorang yang sangat religius sepanjang hidupnya. Ia selalu bangun untuk shalat hajat dan shalat tahajud dua rakaat, dan tentunya tidak meninggalkan shalat lima waktu.

Sejalan dengan ini pula, Sahban mengajarkan agama pada anak-anaknya sejak kecil. Setelah pulang sekolah dan tidur siang, anak-anaknya diajar mengaji oleh guru ngaji dari mesjid dekat rumah.

Tiga hal ini, yakni ketenangan, kesehatan, dan ibadah, adalah tujuan hidup yang universal namun banyak tidak disadari oleh manusia. Sahban terlebih dahulu menyadari hal ini. Tujuan ini lebih relevan lagi di masa sekarang, dimana setiap orang terburu-buru oleh derap kehidupan yang cepat, terpapar pada berbagai polusi dan makanan yang tidak sehat, serta mengalami kekeringan spiritual akibat terlalu terfokus pada materialisme.

Bayangkan betapa indahnya jika sejak awal para pemuda generasi sekarang telah menyadari ketiga tujuan utama hidup ini dan berusaha memegangnya sejak dini. (bersambung)

Editor: Asnawin Aminuddin

--------
Artikel edisi sebelumnya:


 
Biografi Sahban Liba (31): Dua Belas Mutiara Pemikiran Sahban Liba

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama