Selalu Bersyukur atas Harta yang Diberikan Allah


Sahban terkejut dengan besarnya perubahan yang ia lalui dalam kepemilikan harta. Ia merasakan adanya kekaguman sekaligus kengerian terhadap harta yang ia miliki. Kekaguman karena Tuhan telah memberikan begitu banyak harta kepada dirinya. Kengerian karena jika ia melihat awalnya sebagai orang yang sangat miskin, harta yang begitu banyak menimbulkan kecurigaan bahwa harta tersebut hanyalah ujian baginya. Ia takut kalau berfoya-foya dan menggunakan harta tersebut di jalan yang tidak benar. (Dokumentasi keluarga)




--------

PEDOMAN KARYA
Senin, 07 Oktober 2019


Biografi Sahban Liba (33):


Selalu Bersyukur atas Harta yang Diberikan Allah


Penulis: Hernita Sahban Liba


Butir ke-6 dari 12 mutiara pemikiran hidup Sahban yaitu selalu bersyukur atas harta yang diberikan Allah. Setelah meninjau sejarah hidupnya, Sahban terkejut dengan besarnya perubahan yang ia lalui dalam kepemilikan harta. Ia merasakan adanya kekaguman sekaligus kengerian terhadap harta yang ia miliki.

Kekaguman karena Tuhan telah memberikan begitu banyak harta kepada dirinya. Kengerian karena jika ia melihat awalnya sebagai orang yang sangat miskin, harta yang begitu banyak menimbulkan kecurigaan bahwa harta tersebut hanyalah ujian baginya. Ia takut kalau berfoya-foya dan menggunakan harta tersebut di jalan yang tidak benar.

Kombinasi dari kekaguman dan kengerian menghasilkan perasaan syukur yang sangat mendalam. Perasaan syukur ini ditunjukkan dalam bentuk sujud syukur. Sahban selalu melakukan sujud syukur setiap selesai shalat lima waktu. Ia bahkan melakukannya setelah selesai shalat sunat.

Tujuan dari sujud syukur ini adalah mensyukuri jumlah harta yang begitu banyak yang ia miliki, sekaligus memantapkan dirinya bahwa ia tidak akan menggunakan harta tersebut untuk tindakan yang salah.

Sahban setiap subuh shalat di mesjid. Ia datang pertama dan pulang terakhir. Pernah suatu waktu ada jamaah yang mendekatinya selesai shalat sunah rawatif sebelum shalat subuh. Jamaah ini seringkali berada di samping Sahban ketika shalat. Ia ternyata mengamati bahwa setiap selesai shalat sunah, Sahban sujud lama, sekitar dua hingga tiga menit.

“Kenapa bapak setiap selesai shalat sunah (rawatif) subuh, bapak sujud lama sekali?” tanya bapak itu.

“Saya sujud karena saya terima kasih kepada Tuhan. Umur saya diperpanjang. Umurnya nabi itu 63 tahun, sementara umur saya sudah lebih. Saya masih sehat, masih segar, walaupun sudah 70 tahun, jawab Sahban.

Sahban tidak menceritakan bahwa maksud sujud syukur tersebut adalah terima kasih atas harta yang ia miliki. Suatu ketika, orang tersebut bertanya kembali kepada Sahban seusai shalat subuh. Ia bertanya apakah ada dalil agama yang mewajibkan sujud syukur tersebut. Sahban menjelaskan bahwa tidak ada dalil seperti itu. Itu benar-benar sebuah ungkapan syukur yang ia panjatkan kepada Allah.

Jika memang ada dalil, maka dalil yang mendekati adalah Surat Ibrahim ayat 7 yang berbunyi La in syakartum la azidannakum wala in kafartum inna adzabi lasyadid”, yang artinya “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”

Dengan kata lain, Sahban bersujud syukur untuk menegaskan dirinya secara psikologis bahwa ia bersyukur dan berusaha memertahankan harta tersebut. Upaya mempertahankan harta ini bukan bermakna kepelitan atau hal lain yang negatif. Tetapi harta adalah amanat, adalah cobaan. Justru dengan menghambur-hamburkannya adalah bentuk kesombongan dan tindakan yang tidak disukai Allah.

Senang Membantu

Atas dasar syukur ini pula, Sahban tergolong orang yang sangat mudah membantu orang lain. Selama ia di Jakarta, ia senang membantu siapa saja yang datang ke kantornya. Ia memberi orang yang memerlukan tiket. Ketika ada keluarga yang ingin pergi ke Jakarta, ia membiayainya. Ia menyediakan mobil dan supir lengkap dengan bensin yang telah penuh.

Sahban juga sering memberikan pinjaman uang kepada orang yang membutuhkan. Banyak dari orang ini tidak mengembalikan uang tersebut. Tetapi ia tidak menuntut. Ia merasa salah kalau melaporkan orang ke polisi atau menyita barangnya karena tidak membayar hutang. Ia hanya mengingatkan bahwa tidak membayar hutang adalah suatu dosa dan akan dipertanggung-jawabkan di akhirat.

Untuk mencegah hal ini terulang, ketika ada orang yang diyakininya dapat membayar, datang meminjam uang; ia memberikan saja sebagian uang. Umpamanya orang tersebut meminjam 10 juta, ia bilang pada istrinya untuk memberikannya uang Rp500 ribu atau satu juta.

Hal ini lebih baik bagi Sahban maupun orang tersebut. Orang tersebut terhindar dari dosa karena tidak membayar hutang, sementara Sahban memberikan sumbangan untuk meringankan kebutuhannya saat itu, sekaligus terhindar dari kehilangan uang yang lebih besar.

Ilmu dan Harta

Untuk mendukung perilakunya dalam manajemen keuangan, Sahban mengutip pendapat Sayyidina Ali bin Abi Talib mengenai perbedaan antara ilmu dan harta. Saat itu, Nabi Muhammad SAW pernah berkata bahwa “Saya adalah kotanya ilmu, dan Ali adalah pintu gerbangnya.

Mendengar hal ini, orang-orang Khawarij tidak setuju dan mereka menemui Ali untuk mengujinya. Terdapat 10 kelompok Khawarij yang datang kepada Ali dan masing-masing bertanya mengenai perbedaan antara ilmu dan harta.

Ali menjawab perbedaan tersebut dengan jawaban yang berbeda-beda. Hal ini bukan saja untuk menunjukkan kedalaman ilmu Ali, tetapi juga menunjukkan bahwa terdapat sangat banyak perbedaan antara ilmu dan harta.

Ali bahkan mengatakan bahwa seandainya semua orang didatangkan satu per satu untuk bertanya, insya Allah ia akan memberikan jawaban yang berbeda-beda pula untuk setiap orang.

Adapun kesepuluh perbedaan ilmu dan harta, yaitu
1.      Ilmu adalah warisan para nabi dan rasul, sedangkan harta adalah warisan Qarun, Fir’aun, Namrud, dan lain-lainnya.
2.      Ilmu menjaga kita, sementara harta kita yang menjaga.
3.      Orang yang memiliki banyak harta akan memiliki banyak musuh. Sedangnkan orang yang memiliki banyak ilmu akan memiliki banyak orang yang menyayangi dan menghormatinya.
4.      Harta jika sering digunakan akan semakin berkurang. Sebaliknya, ilmu jika sering digunakan akan semakin bertambah.
5.      Pemilik harta akan disebut pelit oleh setidaknya satu orang, sementara pemilik ilmu justru akan dihargai dan disegani.
6.      Pemilik harta akan terus menjaga hartanya dari kejahatan, sementara itu, pemilik ilmu justru akan terus dijaga oleh ilmu.
7.      Pemilik ilmu akan diberikan syafa’at oleh Allah di hari kiamat, sementara pemilik harta akan dihisab setiap hartanya oleh Allah di hari yaumul hisab.
8.      Harta pada saatnya akan habis, sementara ilmu akan abadi.
9.      Seorang yang memiliki banyak harta akan dijunjung tinggi hanya karena hartanya. Ketika harta itu hilang, maka hilanglah martabatnya. Seorang yang memiliki banyak ilmu akan dijunjung tinggi karena ilmunya yang tidak akan hilang selamanya.
10.  Harta membuat hidup tidak tenang dan dapat mengeraskan hati, sementara ilmu justru membuat tenang dan menyinari hati.

Bagi Sahban, harta itu adalah alat. Karenanya, perlakukanlah ia sebagai alat. Alat untuk menciptakan ketenangan. Alat untuk menjaga kesehatan. Alat untuk memperlancar ibadah. (bersambung)

Editor: Asnawin Aminuddin


--------
Artikel edisi sebelumnya:


Biografi Sahban Liba (31): Dua Belas Mutiara Pemikiran Sahban Liba


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama