Larangan Mengkhianati Amanah Yang Dipercayakan


Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (Al-Anfâl/8: 27)





--------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 26 Juni 2020


Al-Qur’an Menyapa Orang-orang Beriman (47):


Larangan Mengkhianati Amanah Yang Dipercayakan


Oleh: Abdul Rakhim Nanda
(Wakil Rektor I Unismuh / Wakil Sekretaris Muhammadiyah Sulsel)



Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (Al-Anfâl/8: 27)


Kian lama memahami sapaan-sapaan Allah, kian terasa betapa Allah SWT benar-benar ingin menjadikan orang-orang beriman sebagai miniatur manusia harapan dalam mengarungi samudra kehidupan di muka bumi.

Masih terasa betapa kasih sayang Allah kepada orang-orang beriman itu dengan menuntun kehidupan mereka untuk selalu berada dalam batasan yang terarah, serta menjadi pribadi yang bertanggung-jawab dan tangguh.

Dalam surah Al Anfal ini saja, dapat dirasakan bagaimana Allah SWT menata kepribadian orang-orang beriman. Dimulai dengan menuntun orang-orang beriman agar menjadi seorang yang gagah berani menghadang musuh dan tidak menjadi pengecut (QS Al Anfal/8: 15).

Sesudah itu Allah SWT mengajak orang-orang beriman agar senantiasa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, sehingga selalu berjalan di jalur (koridor) kebenaran (QS Al Anfal/8: 20).

Kemudian sesudah itu Allah SWT mendorong ghirah orang-orang beriman untuk tidak lagi sekadar taat kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi lebih pro-aktif menyambut bahkan menyongsong seruan Allah dan Rasul-Nya, bukan Allah yang mencarinya melainkan merekalah yang selalu mencari Allah dengan kerinduannya, karena tahu bahwa seruan Allah dan Rasul-Nya itu adalah kehidupannya (QS Al Anfal/8: 24).

Kini di ayat 27 surah al Anfal ini, Allah mendorong ghirah orang-orang beriman naik setingkat lagi yakni untuk menjadi seorang hamba untuk tidak mengkhianati Allah dan Rasul-Nya dan tidak mengkhianati amanah yang diberikan kepadanya.

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu.”

Hal ini memberikan pemahaman bahwa untuk seseorang itu bisa sampai pada kemampuan mengemban amanah tanpa khianat, harus dimulai dengan kemampuan istiqamah untuk tidak khianat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Atau dapat juga dipahami bahwa pada hakekatnya amanah yang diembankan kepada seseorang itu adalah kelanjutan amanah dari Allah dan Rasul-Nya, sehingga mengkhianati amanah sama dengan mengkhianati Allah dan RasulNya.

Jika dipahami ayat ini dengan baik, maka untuk memberi dan menerima amanah itu bukanlah sesuatu yang mudah, namun orang-orang beriman juga tidak boleh menolak amanah untuk menjalankan dakwah karena itulah khianat.

Sayyid Quthb dalam memberikan penjelasan tentang ayat ini menuliskan: “Menghindarkan diri dari tugas-tugas sebagai umat Islam di muka bumi merupakan penghianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya.

Manusia sepanjang sejarahnya, tak pernah mengingkari keberadaan Allah sama sekali, mereka hanya mempersekutukan Allah dengan tuhan-tuhan lain. Kadang-kadang dalam hal aqidah dan ibadah, dan ada kalanya –juga- dalam masalah hukum dan kedaulatan.

Oleh karena itu, persoalan utama agama Islam ini bukan mengajak manusia untuk mempercayai uluhiyah Allah, tetapi mengajak mereka untuk meng-esa-kan uluhiyah bagi Allah saja, untuk bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah. Yakni, mengesakan Allah sebagai satu-satunya yang berdaulat mengatur kehidupan mereka di dunia ini, juga mengakui-Nya sebagai yang berdaulat untuk mengatur alam semesta.”

“Ini merupakan implementasi firman Allah: “Dan Dialah Tuhan (yang disembah) di langit dan Tuhan (yang disembah) di bumi, dan Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui” (QS Az Zukhruf/43: 84).

Demikian juga mengajak mereka bahwa Rasulullah yang membawa wahyu dari Allah dan menyampaikannya kepada mereka. Dengan demikian, mereka berkewajiban mematuhi segala ajaran yang Rasulullah s.a.w sampaikan.

Inilah persoalan utama yang harus dimantapkan dalam hati sebagai gerakan yang harus diaplikasikan dalam kehidupan. Itulah amanah yang harus ditunaikan, bila tidak maka orang-orang yang –mengaku- beriman itu bisa tergolong khianat kepada Allah dan Rasul-Nya. Demikian disadurkan dari Sayyid Quthb.

Setelah Allah SWT mendidik orang-orang beriman untuk tidak khianat kepada Allah dan Rasul-Nya, selanjutnya Allah mengingatkan: “Dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”

Quraish Shihab mengutip pemahaman Thabâthabâ’i pada penggalan ayat ini: kata “mengkhianati amanat-amanat kamu” sebagai satu kesatuan yang berkaitan dengan khianat kepada Allah dan Rasul.

Ada amanat Allah kepada manusia seperti hukum-hukum yang disyari’atkan-Nya agar dilaksanakan, ada amanat Rasulullah s.a.w. kepada manusia, seperti keteladanan yang beliau tampilkan, ada amanat antar-sesama manusia seperti penitipan harta benda dan –menjaga- rahasia.

Ada lagi amanat yang merupakan amanat bersama –Allah, Rasul dan kaum mukminin, yaitu persoalan-persoalan yang diperintahkan Allah dan dilakukan oleh Rasul-Nya dan yang diraih manfaatnya oleh kaum mukminin seluruhnya.”

Adapun Syekh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, menafsirkan ayat ini dengan mengaitkan dengan firman Allah SWT dalam Surah Al Ahzab ayat 72;“Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS Al Ahzab/33: 72)

Inilah faktanya bahwa manusia telah menerima amanat itu dari Allah SWT. Karena itu, kata Syekh As Sa’di: “Barang siapa –yang- menunaikan amanat, maka dia berhak mendapatkan pahala besar dari Allah, dan barang siapa yang mengkhianatinya dan tidak menunaikannya, maka dia –akan- mendapatkan adzab yang keras dan dia menjadi pengkhianat Allah, Rasulullah, dan amanatnya itu sendiri.

Dia menodai dirinya sendiri karena dia telah mengambil sifat terburuk dan ciri terjelek yaitu khianat, serta mengabaikan sifat yang paling baik dan sempurna yaitu amanat.”

Di antara ujian terhadap amanat ini, yaitu harta dan anak-anak. Firman Allah SWT: “Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya. Di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS Al Anfal/8: 28)

Syekh As Sa’di menjelaskan: “Karena hamba diuji dengan harta dan anak-anaknya, dan mungkin saja kecintaannya –akan- mendorongnya mendahulukan hawa nafsunya di atas amanatnya, maka Allah ta’ala memberitahukan bahwa anak dan harta benda adalah fitnah yang dengannya Allah menguji hamba-Nya dan dia adalah pinjamana yang akan ditunaikan kepada –Allah SWT- yang memberinya dan dikembalikan kepada –Allah- yang menitipkan-nya.

Dan sesungguhnya di sisi Allah pahala yang besar.

Jika kamu memiliki akal dan pemikiran maka dahulukanlah karunia-Nya yang besar atas kenikmatan yang kecil yang akan lenyap dan fana. Orang yang berakal akan menimbang segala urusan, dia tahu mana yang mesti didahulukan dan dikedepankan.” Demikian dari Syekh As Sa’di. ***

-----
Artikel sebelumnya:

Perintah Memenuhi Seruan Allah dan Rasul-Nya 

Perintah Taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan Larangan Berpaling Dari-Nya 

Larangan Mundur dari Serangan Orang Kafir 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama