Larangan Mundur dari Serangan Orang Kafir


Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). (QS Al-Anfâl/8: 15)

 




--------
PEDOMAN KARYA
Kamis, 18 Juni 2020


Al-Qur’an Menyapa Orang-orang Beriman (44):


Larangan Mundur dari Serangan Orang Kafir



Oleh: Abdul Rakhim Nanda
(Wakil Rektor I Unismuh / Wakil Sekretaris Muhammadiyah Sulsel)



Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). (QS Al Anfâl/8: 15)


Dalam ayat ini, Allah SWT mengingatkan kepada orang-orang beriman bahwa salah satu bentuk ujian yang akan dihadapi oleh orang-orang beriman, yang menuntut mereka membuktikan imannya, yakni berhadapan dengan peperangan ketika diserang oleh orang-orang kafir.

Maka kandungan ini dapat dipahami bahwa salah satu sifat yang harus dimiliki oleh orang beriman adalah ‘keberanian,’dan oleh karenanya salah satu arahan pembentukan pribadi generasi orang beriman adalah pribadi yang ‘pemberani karena dorongan iman’.

Inilah keberanian yang sempurna dan keberanian yang berpengharapan, keberanian yang insya Allah akan berujung “berpahala” syahid.

Kini setelah terwujud pribadi yang ‘pemberani’ itu, maka Allah SWT menggugah keberanian
atas dasar keimanan hamba-Nya dengan firman-Nya: Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur).”

Yang dimaksudkan dengan situasi ini menurut Abdurrahman bin Nashir As Sa’di; “Yakni ketika orang-orang beriman berada di barisan perang pada saat pasukan saling serang dimana sebagiannya (yakni pasukan orang-orang beriman) mendekat kepada sebagaian yang lain (yaitu pasukan musuh) maka janganlah kamu (sekalian orang-orang beriman) membelakangi mereka (musuh kalian itu) atau mundur.

Akan tetapi teguhkanlah diri untuk menghadapi (menyambut serangan) mereka dan sabarlah, karena (kalian dalam hal itu) berarti sedang menolong agama Allah, menguatkan hati orang-orang mukminin, dan membuat gentar orang kafir.”

Demikian kita nukil dari Syekh As Sa’di. Ayat ini menumbuhkan keteguhan hati orang-orang mukmin.

Sayyid Quthb menuliskan dalam tafsir Fie Zhilalil Qur’an bahwa: “Hati orang mukmin haruslah teguh dan mantap. Jangan goncang dan gentar dalam menghadapi kekuatan apapun di muka bumi.

Orang mukmin harus tetap dalam keyakinannya bahwa dia harus berhubungan dengan kekuatan Allah Yang Maha Perkasa atas segalah urusan-Nya, Yang Maha Kuasa atas hamba-hamba-Nya.

Kalau sampai timbul rasa gentar ketika menghadapi bahaya, maka perasaan ini jangan sampai menjadikannya lari dari medan perang. Karena orang beriman harus menguatkan keyakinan bahwa ajal itu ada di tangan Allah, maka seorang mukmin tidak boleh lari dari medan perang jika takut terancam kehidupannya.

Kendatipun demikian, ini bukan berarti seorang panglima perang tidak memperhitungkan dalam menugasi sesorang lebih dari kemampuannya. Seorang mukmin –lanjut Sayyid Quthb- adalah manusia.

Orang mukmin harus sadar bahwa mereka berhadapan dengan musuhnya yang juga hanya manusia. Dalam segi ini, keduanya adalah sama kedudukannya. Kemudian orang mukmin memiliki keistimewaan bahwa dia berhubungan dengan kekuatan terbesar, yakni Allah SWT yang Maha Berkehendak dan yang tak terkalahkan.

Kemudian ia tetap akan kembali kepada Allah jika ia masih hidup; dan juga kembali kepada Allah jika ia ditetapkan mati syahid. Maka dalam semua hal ini, dia lebih kuat dari pada musuh yang dihadapinya yang menentang Allah dan Rasul-Nya.”

Pilihan orang-orang beriman ketika di medan perang di jalan Allah ada dua; ‘Hidup, maka ia kembali kepada Allah dengan mulia, atau mati akan mengantarnya kepada Allah dengan syahid.

Syahid! Itulah keistimewaan orang-orang yang bertahan di garis terdepan dalam peperangan di jalan Allah kemudian ditaqdirkan menjadi syuhada.

Sesungguhnya Allah SWT menggambarkan bahwa pada hakikatnya orang syahid itu tidaklah mati, bahkan –di sisi Allah- mereka tetap hidup (QS Al Baqarah/2: 154, dan QS Ali Imran/3: 169).

Karena itu, bila orang beriman telah merasakan bahwa mati di medan perang menghadang serangan orang kafir adalah cara Allah SWT mendekatkan hamba kepada-Nya sedekat-dekatnya, maka hilanglah rasa takutnya karena di balik syahidnya sudah menunggu kebahagiaan di sisi Rabb-Nya.

Sesudah itu, Allah SWT menetapkan hukum yang pasti yakni: “Barang-siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah. Dan tempatnya ialah neraka jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya. (QS Al-Anfâl/8: 16)

--------
Artikel sebelumnya:

Perintah Allah dalam Hal Wasiat 

Perintah Menjaga Kepribadian untuk Solidaritas Muslim 

Larangan Membunuh Binatang Buruan Ketika Ihram 
  

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama