Di Balik Pers Indonesia Berduka (2)

Jagat pers Indonesia berduka. Jurnalis Mara Salem Harahap alias Marsal Harahap, ditemukan tewas dengan luka tembak dan bersimbah darah di tubuhnya, Sabtu dinihari, 19 Juni 2021. Pembunuhan terhadap Marsal Harahap ini mengingatkan kita akan kasus serupa yang menimpa Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin pada 13 Agustus 1996.




 

--------

PEDOMAN KARYA

Senin, 21 Juni 2021

 

 

Di Balik Pers Indonesia Berduka (2)

 

 

Catatan M Dahlan Abubakar

(Tokoh Pers versi Dewan Pers)



Analisis Berita Kritis

 

Terkait kasus pembunuhan almarhum Marsal Harahap, sangat boleh jadi bersumber dari sejumlah berita sensitif dan kritis yang diturunkan media daring yang dipimpin almarhum. Nama media yang almarhum pimpin dan juga data uji kompetensinya, saya tidak temukan di laman Dewan Pers. 

Melihat begitu kerasnya kejahatan kriminal terhadap almarhum tersebut, saya mencoba membuka laman media yang dipimpin almarhum, lassernewstoday.com. Ada empat berita sensitif dan kritis yang saya ambil secara acak dari sejumlah berita yang diturunkan media almarhum.

Berita-berita tersebut, pertama, pada tanggal 18 Juni 2021 (satu berita), kedua dan ketiga dimuat pada tanggal 17 Juni 2021, dan keempat dimuat pada tanggal 16 Juni 2021.

Pada berita pertama, media almarhum mengkritik peredaran pil ekstasi di sebuah taman hiburan malam yang disebutkan lengkap namanya. Judul berita ini sangat bombastis karena meminta pejabat Kapolresta setempat memberantas peredaran barang haram tersebut. Dengan judul yang agak provokatif itu, berita diturunkan tanpa ada konfirmasi dari pejabat Kapolresta. Berita bersumber dari seorang narasumber anonim.

Pada berita kedua, berkaitan dengan pengangkatan tenaga ahli bupati setempat. Media menempatkan akademisi dan praktisi hukum mengomentari berita tersebut tanpa ada konfirmasi dari pihak bupati atau pemerintah daerah setempat.

Berita ketiga, berjudul “Dinilai Tak Tertib Mengelola Pendapatan Retribusi TA 2000, Copot Kepala UPTD...dstnya”.  Sumber informasi berita ini berasal dari seorang pengamat masalah anggaran dan Ombusman provinsi, juga tanpa ada konfirmasi dari pemerintah setempat.

Judul berita tersebut ternyata simpulan media berdasarkan keterangan narasumber-narasumber tersebut. Semula saya menduga, kalimat judul berita itu merupakan tindakan bupati daerah itu, tapi ternyata simpulan dari komentar para narasumber.

Berita keempat, “Diduga terlibat ‘investasi bodong’ Rp 56 miliar GEMAPS Laporkan Oknum Anggota DPRD ...berinisial ..”

Berita ini berdasarkan keterangan dari narasumber anggota LSM. Tanpa ada konfirmasi yang menjadi objek berita, berita diturunkan. Media hanya menulis sudah mencoba menghubungi oknum yang dimaksud melalui komunikasi WA tetapi tidak dijawab.

Begitu pun pesan minta bertemu tidak direspons. Jelas, konfirmasi belum terjadi. Tidak ada upaya bertemu dengan objek berita selain mengandalkan pesan WA yang tenru saja tak bakal direspons objek yang – mungkin -- sudah terlanjur dongkol, bahkan marah.

Membaca empat berita ini, saya hanya ingin mengatakan bahwa ada kelalaian dan tidak taat asas dalam proses kerja-kerja jurnalistik yang dilakukan media tersebut. Dari empat data yang saya ambil secara acak sebagai berita kontrol dan kritis ditemukan adanya ketidaktaatan asas yang dilakukan pekerja pers sebagaimana dituntut Kode Etik Jurnalistik pasal 5.

Oleh sebab itu, untuk mengungkap siapa pelaku pembunuhan terhadap Marsal Harahap harus diselisik (bukan ditelisik sebagaimana selalu ditulis wartawan) secara komprehensif dari berita-berita yang dimuat media almarhum, apalagi dari empat berita kritis yang saya kutip tersebut diturunkan dalam beberapa hari menjelang almarhum ditembak.

Bukan cuma itu, ada satu berita lain yang saya tidak kutip dan diturunkan media itu mengungkap keterlibatan salah seorang oknum.

Saya tidak berpretensi negatif bahwa gara-gara berita tersebutlah almarhum dihabisi, tetapi yang jelas selalu ada kausalitas antara apa yang terjadi kemudian dengan persoalan yang berhubungan dengan almarhum sebelumnya. (bersambung)

-------

Artikel Bagian 1:

Di Balik Pers Indonesia Berduka (1)

Artikel Bagian 3:

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama