Pendeta Yahudi Masuk Islam, Kaumnya Langsung Mencaci-maki

Seorang rabbi (pendeta Yahudi) yang bernama Abdullah bin Salam menyatakan diri masuk Islam dan mengajak keluarganya untuk turut serta. Usahanya berhasil. Seluruh keluarga Abdullah bin Salam bersama-sama memeluk Islam. Namun, Abdullah bin Salam masih merahasiakan ke-Islam-annya kepada teman-teman Yahudinya.





------  

PEDOMAN KARYA

Selasa, 11 Januari 2022

 

Kisah Nabi Muhammad SAW (72):

 

 

Pendeta Yahudi Masuk Islam, Kaumnya Langsung Mencaci-maki

 

 

Penulis: Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi

 

Orang Yahudi Khawatir

 

Mereka yang tidak suka itu adalah orang-orang Yahudi. Padahal, suasana damai di Madinah sejak Rasulullah datang sangatlah menguntungkan perdagangan kaum Yahudi. Namun, orang-orang Yahudi tidak rela melihat kaum Muslimin bertambah sejahtera dan Islam semakin menguat.

Dakwah Islam sulit sekali menembus kalangan Yahudi karena kaum Yahudi tidak mengakui adanya seorang nabi yang bukan dari bangsa mereka. Itulah ajaran mereka.

Begitu pun, seandainya saja para pemimpin Yahudi sudah menghalangi dakwah Rasulullah, tentu banyak umat mereka yang memeluk Islam. Di antara segelintir yang ber-Islam itu adalah seorang rabbi (pendeta Yahudi) yang bernama Abdullah bin Salam.

Setelah memeluk Islam, Abdullah bin Salam pun mengajak keluarganya untuk turut serta. Usahanya berhasil. Seluruh keluarga Abdullah bin Salam bersama-sama memeluk Islam. Namun, Abdullah bin Salam masih merahasiakan ke-Islam-annya kepada teman-teman Yahudinya.

“Ya Rasulullah, saya khawatir kaumku akan menghinaku dan merendahkan aku jika mereka tahu aku masuk Islam,” demikian kata Abdullah kepada Rasulullah, “Sudikah kiranya Anda menanyakan tentang saya kepada kaum saya.”

Rasulullah pun mengabulkan permintaan itu. Beliau menanyakan kepada orang Yahudi mengenai pendapat mereka tentang Abdullah bin Salam. Ternyata orang-orang Yahudi berkata yang baik-baik tentang Abdullah bin Salam.

“Dia pemimpin kami, pendeta kami, dan cendekiawan kami,” kata mereka.

Mendengar hal itu, Abdullah bin Salam pun keluar menemui kaumnya dan berkata, “Aku telah memeluk Islam. Kalau kalian menganggapku sebagai pemimpin, pendeta, dan cendekiawan, kalian bisa mempercayaiku bahwa sungguh agama yang dibawa Rasulullah adalah agama yang benar.”

Namun, apa yang terjadi? Wajah orang-orang Yahudi pucat kehilangan darah karena begitu terkejut. Sesaat, tidak seorang pun yang bicara. Kemudian, bukannya berpikir jernih, mereka menanggapi Abdullah bin Salam dengan marah,

“Kamu pasti sudah dihinggapi kegilaan dengan meninggalkan agama kita,” kata mereka.

Setelah itu, kata-kata kotor dan tidak baik mulai mereka lontarkan. Abdullah bin Salam dicaci dengan berbagai fitnah dan diumpat dengan kata-kata yang amat kasar.

Demikianlah, sejak saat itu, kaum Yahudi mulai bersepakat untuk menghancurkan Islam.

 

Orang Yahudi Kecewa

 

Sebelum Rasulullah diutus, orang-orang Yahudi sudah mengetahui dari Taurat bahwa dalam waktu dekat akan ada seorang nabi yang diangkat Allah. Namun, mereka menduga bahwa nabi itu akan lahir dari kalangan Yahudi.

Mereka suka membanggakan diri terhadap orang-orang Arab, “Sesungguhnya hampir datang seorang nabi yang akan segera dibangkitkan. Kami akan mengikutinya dan membantunya memerangi kalian, sebagaimana dulu kami memerangi kaum 'Ad dan 'Iram.”

Namun, justru ketika nabi yang diharapkan itu datang, mereka malah ingkar, tidak mau percaya, dan mendustakan segala apa yang telah mereka katakan dan mereka ketahui sendiri. Para pendeta Yahudi mengejek dan menggunakan segala tipu daya untuk menghalangi seruan Rasulullah.

Beberapa ketua Yahudi mendatangi Rasulullah dan bertanya congkak, “Hai Muhammad! Allah yang telah menciptakan segenap makhluk, lalu siapa yang menciptakan Allah?”

Mendengar pertanyaan sekeji itu, wajah Rasulullah berubah karena menahan marah. Seketika, turunlah Malaikat Jibril menenangkan Rasulullah seraya menyampaikan firman Allah yang pernah diturunkan di Mekah untuk menjawab,

 

Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa. (Surah ke-112 / Al-Ikhlas, ayat 1)

Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Surah ke-112 / Al-Ikhlas, ayat 2)

Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, (Surah ke-112 / Al-Ikhlas, ayat 3)

dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia. (Surah ke-112 / Al-Ikhlas, ayat 4)

 

Sesudah Rasulullah membaca ayat tersebut, para ketua Yahudi terdiam dan saling mengejek, ia berkata, “Muhammad, coba engkau sifatkan kepada kami, bagaimana Allah itu. Berapa hasta tinggi-Nya, bagaimana lengan-Nya, bagaimana...."

Sudah tentu Rasulullah menjadi sangat marah, lebih marah daripada yang pertama. Namun, Jibril kembali turun memadamkan rasa marah Rasulullah sambil menyampaikan firman Allah untuk menjawab pertanyaan lancang itu,

“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” Surah Az-Zumar (39:67)

Ajaran Yahudi tidak pernah menarik hati orang Arab karena orang Yahudi kurang mengajarkan nilai-nilai kesatriaan yang dijunjung tinggi orang Arab. Mereka juga sering menyembunyikan Taurat dan tidak mau mengajarkannya kepada orang lain.

 

Bani Israil

 

Dalam Al-Qur'an, orang Yahudi disebut Bani Israil, artinya keturunan Israil. Israil adalah panggilan orang untuk Nabi Ya'qub. Nabi Ya'qub-lah yang menurunkan bangsa Yahudi. (bersambung)


------

Kisah sebelumnya:

Diinginkan Jadi Raja, Rasulullah Malah Belajar Bertani

Rasulullah Mencontohkan Kasih Sayang dan Kesederhanaan

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama