Mantan Pemred Pedoman Rakyat HL Arumahi Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum

PELUK ISTRI. Arumahi memeluk istrinya usai dinyatakan lulus dalam ujian promosi doktor dalam bidang Ilmu Hukum pada Program Pascasarjana (PPs) Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, di Kampus Program Pascasarjana UMI, Jl Urip Sumohardjo, Makassar, Selasa, 17 Mei 2022.

 




-----

Rabu, 18 Mei 2022

 

 

Mantan Pemred Pedoman Rakyat HL Arumahi Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum

 

 

Teliti Hakikat Peradilan Khusus Pemilu

Usulkan Amandemen UUD 1945

 

 

MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA). Mantan Pemimpin Redaksi Harian Pedoman Rakyat, Haji Laode Arumahi, berhasil meraih gelar doktor dalam bidanag Ilmu Hukum pada Program Pascasarjana (PPs) Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Selasa, 17 Mei 2022.

Arumahi yang sudah dua periode berturut-turut menjabat Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Selatan, lulus dengan yudisium “sangat memuaskan” setelah mempertahankan disertasinya berjudul “Hakikat Peradilan Khusus Pemilu dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia (Suatu Konstruksi Peradilan Pemilu).”

Selama kurang lebih satu jam, pria kelahiran Wanci, Sulawesi Tenggara, 12 Desember 1963, Arumahi menjawab pertanyaan enam orang penguji yang hadir pada ujian promosi yang dipimpin Direktur Program Pascarasarjana UMI, Prof Sufirman Rahman, di Kampus Program Pascasarjana UMI, Jl Urip Sumohardjo Makassar.

Arumahi mengatakan, peradilan pemilu di Indonesia belum maksimal karena di Mahkamah Konstitusi hanya melaksanakan peradilan ketatanegaraan, sehingga perlu ada peradilan khusus yang berada di bawah Mahkamah Kosntitusi (MK).

“Dalam hal pengawasan Pemilu pun belum maksimal karena terdapat beberapa lembaga yang diberi kewewenangan sebagai pengawas Pemilu,” kata Arumahi.

Arumahi dalam simpulan disertasinya, promovendus yang dibimbing promotor Prof La Ode Husen, serta dua Ko-promotor Prof Sufirman Rahman, dan Prof Syahruddin Nawi, mengatakan, hakikat keberadaan sistem peradilan khusus Pemilu dalam struktur ketatanegaraan Indonesia merupakan gagasan konstitusional yang muncul dalam perjuangan untuk meningkatkan kualitas demokrasi secara substansial.

Badan peradilan ini merupakan suatu badan yang dibentuk berdasarkan undang-undang guna melaksanakan kekuasaan kehakiman menyelesaikan pelanggaran, sengketa administrasi, sengketa proses, dan kode etik atau perilaku penyelenggara pemilu berdasarkan UU Pemilu demi terwujudnya keadilan Pemilu.

Dia menyebutkan, pelaksanaan peradilan dalam penyelenggaraan Pemilu di Indonesia, dalam hal pengaturan pelanggaran dan sengketa diatur oleh dua UU, yakni UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan UU No.10 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Pengaturan Pemerintah Pengganti UU No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi UU.

“Pada kedua Undang-Undang tersebut membagi pelanggaran dan sengketa Pemilu ke dalam enam jenis, yaitu pelanggaran administratif pemilu/pemilihan, tindak pidana pemilu/pemilihan, pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu/pemilihan, sengketa proses, sengketa tata usaha negara pemilu/pemilihan, dan perselisihan hasil-hasil pemilu/pemilihan yang terintegrasi dengan peradilan dalam struktur ketatanegaraan di Indonesia,” papar Arumahi.

Sistem ideal peradilan khusus Pemilu di Indonesia, katanya, yaitu berada di bawah Mahkamah Konstitusi (MK) dengan pemberian kewenangan menjadi Peradilan Politik Ketatanegaraan.

Selain menjalankan kewenangan yang diamanatkan UUD 1945 (pasal 24 dan 24C), Peradilan Khusus Pemilu dapat diberikan kewenangan baru, bukan hanya menangani sengketa hasil Pemilu dan pemilihan, melainkan juga menangani semua jenis pelanggaran peraturan perundang-undangan Pemilu dan pemilihan yang meliputi  pelanggaran administratif, sengketa proses, dan pelanggaran kode etik penyelenggara.

“Kecuali pelanggaran pidana tetap di peradilan umum di bawah Mahkamah Agung, serta melakukan transformasi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai peradilan Khusus Pemilu yang berada di Mahkamah Konstitusi,” kata Arumahi.

 

Usulkan Amandemen UUD 1945

 

Arumahi mengatakan perlu dilakukan amandemen terhadap UUD 1945 pada pasal 22E ayat (2), dengan memberikan nomenklatur Pemilukada agar memperluas pengertian Pemilu, sehingga Pemilukada menjadi rezim (tata pemerintahan negara) Pemilu.

Juga perlu diamandemen pasal 24 ayat (2) dan pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945, terkait penambahan kewenangan Mahkamah Konstitusi menyelesaikan pelanggaran, sengketa administrasi dan sengketa proses pemilu serta berwenang membentuk peradilan khusus di bawahnya pada masa mendatang.

Ujian promosi doktor dipimpin Direktur Program Pascasarjana UMI sekaligus ko-promotor, dengan anggota Prof La Ode Husen (promotor), Prof Syahruddin Nawi (ko-promotor), Prof HA Muin Fahmal SH MH, Dr Kamal Hijaz SH MH, Dr Junaidi Zakariah SE MSi (penguji lintas disiplin ilmu), Prof Abdul Razak SH MH (sedang berada di Bali), Dr Muhammad Syarif Nur SH MH, dan Dr Nasrullah Arsyad SH MH (berhalangan hadir dalam ujian promosi tersebut).

Ujian promosi doktor HL Arumahi dihadiri Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Prof Dr.Muhammad Al Hamid, sejumlah anggota Bawaslu/KPU Provinsi, Kabupaten/Kota, dan sejawat wartawan di Makassar.

 

Dari Wakatobi Sulwesi Tenggara

 

La Ode Arumahi dilahirkan di Wanci, sebuah kelurahan di Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, 12 Desember 1963, putra dari pasangan mendiang La Mbou dan Wa Tima.

Pasangan Arumahi dan Hj Riami STp, dikaruniai empat orang anak, yakni Muhammad Ahmad Nahdi, Nahdatunnisa Arumahi, Muhammad Nahdi Arumahi, dan Imam Mahdi Arumahi.

Arumahi yang tercatat sebagai doktor Ilmu Hukum ke-305 UMI Makassar, menyelesaikan pendidikan di SDN 1 Wanci (1976), MTsn Wanci (1980), MAN Ujungpandang (1983), Fakultas Syariah IAIN Alauddin Ujungpandang (1990), S-2 Fakultas Hukum Unhas (2013), dan S3 Ilmu Hukum UMI (2022).

Selain menjadi wartawan Harian Pedoman Rakyat (1987-2007), Arumahi juga pernah menjadi anggota dan Wakil Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Sulsel (2003-2004), komisioner dan anggota Ombudsman Makassar (2009-2013), Mediator Independen, anggota, Peradilan Negeri Makassar (2011) nonaktif, serta Ketua Bawaslu Provinsi Sulsel (2013-2018, dan 2019-2024).

Ia juga memiliki pengalaman dalam berbagai organisasi dan mengikuti beragam seminar, konferensi, dan pertemuan berskala nasional dan internasional.

Ketika diberi kesempatan memberikan kesan-kesannya selama sekitar tujuh menit oleh pimpinan sidang, Arumahi terdengar terisak saat menyebutkan bahwa keberhasilannya meraih gelar akademik tertinggi (doktor) ini tidak lepas dari doa kedua orang tuanya yang telah tiada.

“Meskipun mereka telah meninggal dunia, namun arwahnya masih melihat keadaan keluarganya yang masih hidup. Hanya saja, mereka dengan kita dibatasi oleh alam yang berbeda,” ujar Arumahi. (dea)


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama