------
PEDOMAN KARYA
Selasa, 25 April 2023
Kisah
Nabi Muhammad SAW (159):
Rasulullah
Wafat, Abu Bakar Diangkat Jadi Khalifah
Penulis:
Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Kafan
dan Persemayaman Tubuh Mulia ke Pembaringan Terakhir
Telah timbul selisih
pendapat di antara para sahabat sebelum mengkafani, mengenai siapa yang akan
ditunjuk menjadi khalifah. Pembahasan dan perdebatan terjadi di antara kaum
Muhajirin dan Anshar di halaman rumah Bani Sa'adah, yang akhirnya mereka semua
setuju melantik Abu Bakar sebagai khalifah Rasulullah.
Pembahasan dan
perdebatan ini memakan waktu hingga petang di hari Senin, bahkan sampai masuk
ke malam berikutnya, menyebabkan semua orang sibuk.
Pemakaman tubuh
Rasulullah tertunda hingga ke malam Selasa bahkan hingga menjelang subuh hari
berikut. Tubuh Rasulullah yang penuh berkah itu terletak di tempat tidurnya,
tertutup dengan kain menyebabkan ahli keluarga Rasulullah menutup pintu
rumahnya.
Pada hari Selasa,
barulah tubuh Rasulullah ﷺ dimandikan, tanpa membuka bajunya, mereka yang
bertugas memandikan Rasulullah adalah Abbas, Ali, Fadhl, dan Qatham (anak
Abbas), Syaqran (hamba Rasulullah), Usamah bin Zaid, dan Aus bin Khawli.
Abbas, Fadhl, dan
Qatham membalikkan badan Rasulullah, Usamah dan Syaqran menyiramkan air, Ali
menggosoknya sedang Aus menyandarkan Rasulullah ke dadanya.
Kemudian mereka semua mengkafani
tubuh Rasulullah ﷺ dengan tiga lapis kain kafan berwarna putih tenunan dari
Yaman, tidak berbaju atau berserban. Pengkafanannya dilakukan dengan cermat dan
hemat.
Terjadi perbedaan
pendapat lagi mengenai tempat pemakaman jenazah Rasulullah ﷺ. Abu Bakar berdiri
dan berkata: “Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah ﷺ pernah berkata:
Tidak dimatikan nabi kecuali di tempat itulah ia disemayamkan.”
Karena itu maka Abu
Talhah pun mengangkat tempat tidur Rasulullah ﷺ dan menggalinya untuk liang
lahat sebagai tempat penguburan.
Sebelum penggalian,
kaum muslimin datang masuk membanjiri ke kamar Rasulullah ﷺ dengan bergantian
sepuluh, sepuluh, untuk menunaikan shalat jenazah, masing-masing tanpa imam.
Sebelumnya, keluarga Rasulullah telah menshalati almarhum, kemudian orang-orang
Muhajirin lalu diikuti oleh orang-orang Anshar.
Kaum wanita shalat
setelah kaum lelaki selesai, dan diakhiri oleh remaja dan anak-anak. Kesemuanya
ini diselenggarakan pada hari selasa sehari penuh, bahkan hingga ke malam Rabu.
Kata Aisyah: “Kami
tidak menyadari akan pemakamannya, kecuali setelah kami mendengar suara cangkul
menggali tanah di tengah malam yakni malam Rabu.”
Muhammad
Nabi Yang Terakhir
Nabi Muhammad ﷺ adalah
Nabi yang terakhir dan tidak akan ada nabi setelahnya. Ini adalah kesepakatan umat
Islam (ijma’). Di dalam agama pun merupakan hal harus dipercayai ('Aqidah).
Hadits Nabi:
“Aku dan para nabi
sebelumku 'ibarat satu bangunan yang dibangun oleh seorang laki-laki. Lalu ia
memeliharanya dengan baik dan terus disempurnakan kecuali tempat sekeping
batu-bata pada suatu sudut. Maka orang banyak datang mengelilinginya dan kagum
melihat dan berkata mengapa tidak diletakkan sepotong batu-bata di tempat yang
kosong itu, maka akulah batu-bata itu dan akulah yang paling akhir dari segala
Nabi.”
Ada kesinambungan
dakwah Nabi Muhammad ﷺ dengan dakwah para para nabi sebelumnya. Muhammad
sebagai nabi terakhir melengkapi dakwah yang dilakukan oleh nabi-nabi
sebelumnya, sebagaimana hadits di atas. Ini jelas sekali bila melihat dakwah
para nabi.
Semua Para nabi
menyandarkan dua asas penting ini: 1. 'Aqidah kepercayaan, 2. Hukum dan akhlaq.
Dari segi aqidah
kepercayaan tidak berubah sejak Nabi Adam 'Alaihi Sallam sampai ke zaman Nabi
Muhammad ﷺ, Nabi yang terakhir, yaitu kepercayaan kepada Allah Yang Esa.
Mensucikan Allah dan
percaya akan hari akhirat, hisab amalan manusia, surga dan neraka. Setiap nabi
menyeru kaumnya pada kepercayaan tersebut dan tiap nabi juga membantu dan
menegaskan apa yang dibawa oleh Nabi yang terdahulu.
Seluruh rangkaian utusan para nabi, semuanya menunjukkan kepada kita bahwa semua nabi diutus agar menyeru manusia kepada keimanan dengan Allah عز وجل Yang Esa, seperti yang dinyatakan dalam kitabnya:
۞ شَرَعَ لَكُمْ مِّنَ الدِّيْنِ
مَا وَصّٰى بِهٖ نُوْحًا وَّالَّذِيْٓ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهٖٓ
اِبْرٰهِيْمَ وَمُوْسٰى وَعِيْسٰٓى اَنْ اَقِيْمُوا الدِّيْنَ وَلَا تَتَفَرَّقُوْا
فِيْهِۗ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِيْنَ مَا تَدْعُوْهُمْ اِلَيْهِۗ اَللّٰهُ يَجْتَبِيْٓ
اِلَيْهِ مَنْ يَّشَاۤءُ وَيَهْدِيْٓ اِلَيْهِ مَنْ يُّنِيْبُۗ
Dia telah
mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan
kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu
berpecah-belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu
seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali
(kepada-Nya). (Asy-Syura 42:13)
Sehingga tergambar kepada kita bahwa para nabi itu tidak akan menyampaikan aqidah yang berlainan di antara satu dengan yang lain. Karena soal aqidah adalah soal wahyu.
Hukum (ahkam) bertujuan
mengatur kehidupan manusia di dalam masyarakat. serta berguna bagi manusia untuk
kehidupan dunia dan akhirat.
Utusan Allah yang
terdahulu hanya diperuntukkan kaumnya saja, bukan utusan untuk seluruh manusia.
Apa yang dibawa oleh Nabi 'Isa lebih sederhana dari apa yang dibawa oleh Nabi Musa. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam kitab Alquran:
وَمُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ
يَدَيَّ مِنَ التَّوْرٰىةِ وَلِاُحِلَّ لَكُمْ بَعْضَ الَّذِيْ حُرِّمَ عَلَيْكُمْ
وَجِئْتُكُمْ بِاٰيَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْۗ فَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوْنِ
Dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu, dan aku datang kepadamu dengan membawa suatu tanda (mukjizat) daripada Tuhanmu. Karena itu bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. (Ali 'Imran: 3: 50). (bersambung)
-----
Kisah sebelumnya: