Membersihkan Sampah dalam Diri

Bahwa para tukang sampah dan siapa saja yang peduli pada kebersihan dan kesehatan, jangan hanya peduli pada sampah duniawi yang kelihatan saja, tetapi yang utama adalan kebersihan sampah rohani yang ada di dalam diri sendiri: sampah malas, sampah tak peduli, sampah sikap bodoh, sampah tak bersahabat, sampah rasa benci, sampah fitnah.

 

-----

PEDOMAN KARYA

Selasa, 20 Februari 2024

 

Ulasan Atas Puisi Aspar Paturusi

 

Membersihkan Sampah dalam Diri

 

Oleh: Yohanes Sehandi

(Universitas Flores, Ende)

 

Sore hari ini sastrawan senior Indonesia, Abah Aspar Paturusi (80 tahun), menyuguhkan kita sebuah puisi bagus dan menyegarkan, berjudul Catatan Jelang: Hari Peduli Sampah.

Seperti sebagian besar puisi penyair Aspar yang lain sederhana dan komunikatif, namun tetap terjaga dengan baik ciri khas sebuah puisi yang baik. Adapun ciri khas puisi yang baik, antara lain menurut A. Teeuw (1984) adalah puisi itu selalu menghadirkan dua realitas sekaligus, yakni realitas fakta (faktual) dan realitas fiksi (imajiner). Kehadiran realitas fiksi ditandai dengan hadirnya bahasa simbol, lambang, metafora, dan lain-lain.

Puisi Aspar Paturusi di atas terdiri atas 4 bait, menghadirkan realitas faktual pada bait 1-3, dan realitas fiksi pada bait ke-4. Penyair Aspar menggunakan metafora jenis perbandingan untuk menghubungkan atau menyatukan dua realitas atau dua dunia tersebut.

Bait pertama, tentang realitas faktual, yakni tentang sampah, tentang kakek Untung si tukang sampah yang tidak beruntung, yang peduli pada kebersihan, dan tak mau kalah dari sampah.

Bait kedua, masih tentang realitas faktual, yakni tentang pertarungan melawan sampah oleh tukang sampah, tentang bahaya sampah plastik yang bergelimpangan, yang dapat mengikis kesuburan tanah, yang dapat meracuni laut dan biotanya.

Bait ketiga, masih tentang realitas faktual, tentang seruan dan ajakan tukang sampah bahwa membersihkan sampah tidak bisa hanya diserahkan kepada para tukang sampah, tetapi harus menjadi kesadaran bersama, menjadi gerakan sosial.

Kalau puisi ini berhenti pada bait 1-3, puisi ini kurang berbobot, karena hanya menggambarkan realitas faktual (dunia nyata) yang nilainya sama dengan berita, informasi, atau laporan pandangan mata. Puisi ini bernilai karena kehadiran bait ke-4, yang menghadirkan realitas fiksi (dunia imajiner) dengan menggunakan metafora perbandingan.

Bait ke-4 tentang realitas fiksi, realitas imajiner, yang diciptakan penyair, yang memuat kandungan makna dan nilai yang universal untuk siapa saja.

Bahwa para tukang sampah dan siapa saja yang peduli pada kebersihan dan kesehatan, jangan hanya peduli pada sampah duniawi yang kelihatan saja, tetapi yang utama adalan kebersihan sampah rohani yang ada di dalam diri sendiri: sampah malas, sampah tak peduli, sampah sikap bodoh, sampah tak bersahabat, sampah rasa benci, sampah fitnah:

/harus kubedah/ harus enyah/ dari tubuh dan jiwa//. *


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama