Menata Jiwa dan Hati untuk Menuntun Perjalanan Hidup di Atas Ketaqwaan (2)

“(yaitu) Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan Kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imran/3: 191) (Foto: Ahmad Hidayat / PEDOMAN KARYA)
 



----------

PEDOMAN KARYA

Sabtu, 15 Mei 2021

 

 

Menata Jiwa dan Hati untuk Menuntun Perjalanan Hidup di Atas Ketaqwaan (2)

 

 

Oleh: Dr KH Muhammad Alwi Uddin, dan Dr H Abdul Rakhim Nanda



-----

Abdul Rakhim Nanda (kiri) dan Alwi Uddin

-----



Ketiga, menata hati menuju keselamatan dan ketaatan. Dalam Al-Qur’anul karim, Allah SWT memperkenalkan kepada kita terkait susunan lapisan hati, yakni (1) Rumah tempat hati yang disebut dada atau shadr/shudûr,

(2) Hati yang berfungsi menangkap informasi ilmu yang disebut fuâd/af-idah, (3) Hati yang mengolah dan memahami serta tempat pergumulan kesesatan dan keselamatan yang disebut qalb/qulûb, serta (4) Inti dari hati yang berfungsi mengingat, berpikir, serta menyimpulkan kebenaran yang disebut Lubb/albâb.

Allah SWT mengajarkan kita menata rumah tempat tinggal hati atau shadr/shudûr dengan jalan; (1) memohon kepada-Nya agar rumah hati ini dilapangkan dan (2) memohon kepada Allah agar rumah hati ini selalu diberi pelajaran (mauizhah) dan penawar (syifa’), petunjuk (hudan) dan rahmat sebagai mana firman-Nya:

“Berkata Musa: Ya Tuhan-ku, lapangkanlah untukku dadaku.” (QS Al Isra’ / 17: 25).

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhan-mu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (pada apa yang ada) di dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS Yunus/10: 57).

Menata hati utau fuâd agar tidak bertindak tanpa didasari ilmu karena dia akan dimintai pertanggungjawaban, sesuai firman Allah;

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS Al Isra’/17: 36)

Oleh karena hati yang disebut Qalb/qulûb ini berfungsi mengolah dan memahami serta tempat pergumulan kesesatan dan keselamatan, maka kita harus menatanya untuk selalu mengarah kepada keselamatan dan ketaqwaan dan menjauhi jalan menuju kesesatan dan kedurhakaan serta memfungsikannya untuk memahami, agar selamat dari ancaman siksa api neraka.

Perhatikan firman Allah SWT berikut ini:

“Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (At Taghabun/64: 11)

“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (Al Kahfi/18:28)

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi) neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS Al A’raf/7: 179)

Menata ‘inti hati’ yang disebut lubb/albâb ini agar selalu menjalankan fungsinya untuk mengingat, berpikir, serta menyimpulkan kebenaran.

“(yaitu) Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan Kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imran/3: 191)

Keempat, menuntun jiwa dan hati menuju ketakwaan. Pada hakekatnya, jiwa manusia akan selalu mengikuti ketetapan hatinya, hati yang tenang (qalbun muthmainnah) akan memandu jiwa menuju jiwa yang tenang (nafsul muthmainnah).

Sementara hati dapat menjadi tenang dengan jalan senantiasa mengingat Allah (dzikrullah), dan hati yang senantiasa mengingat Allah adalah inti hati (lubb/albâb).

Arah yang dituju dalam pembinaan hati/qalbu adalah: Lahirnya hati yang bertobat (qalbun munib).

“Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya), (yaitu) orang yang takut kepada Tuhan yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia (hamba itu) datang dengan hati yang bertaubat.” (QS Qaff / 50: 32-33)

Hati yang selalu mengarah kepada keselamatan (qalbun salim),

“(Ibrahim berdoa): Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat, dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS Asy Syu’ara/26: 83-89)

Hati yang bertaqwa (taqwal qalb)

“Demikianlah (perintah Allah), dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati.” (QS Al Hajj/22: 32)

Oleh karena itu, Allah SWT dan Rasulullah s.a.w mengajarkan kita beberapa do’a agar hati (qalbu) senantiasa dibimbing, dikuatkan dan diteguhkan.

“(Mereka berdoa): Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (karunia).” (QS Ali Imran/3: 8)

Dan doa yang diajarkan oleh rasulullah Allahumma yâ muqallibal qulûb, tsabbit qalbî ‘alâ dînika. Wahai Allah! Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu. (HR. An Nasa’i)

“Allahumma Yâ musharrifal qulûb, sharrif qalbî ilâ thâ’atika. “Wahai Allah! Dzat yang mengurus seluruh hati, arahkanlah hati kami terhadap ketaatan kepadaMu” (HR. Muslim)

Selain doa-doa yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya, hati juga harus, bahkan wajib terus diterapi dengan dzikir-dzikir lisan/hati, ritual ibadah khas/ibadah mahdha. Itulah antara lain jalan menata jiwa dan hati menuju jalan ketaqwaan. (bersambung)


---------


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama