Enam Kategori Bentuk Neologisme di Indonesia dan Malaysia

“Dari analisis data yang dilakukan, baik di Indonesia maupun di Malaysia ditemukan ada enam kategori bentuk neologisme, yaitu bentuk penggunaan kata, frasa, klausa, kalimat, singkatan, dan akronim.”

- Andi Sukri Syamsuri - 




-----

PEDOMAN KARYA

Ahad, 06 November 2022

 

 

Andi Sukri Syamsuri Jadi Profesor Setelah 16 Tahun Sandang Doktor (5):

 

 

Enam Kategori Bentuk Neologisme di Indonesia dan Malaysia

 

 

Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia telah membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Perubahan itu tidak hanya terjadi pada aspek kesehatan, ekonomi, dan politik, tetapi juga pada aspek linguistik dan adopsi kata atau frasa baru di seluruh dunia.

“Sepanjang sejarah epidemi dan pandemi Covid-19, telah memunculkan beragam penggunaan konsep, istilah, atau kosakata baru di masyarakat. Penggunaan istilah atau konsep baru ini menunjukkan adanya perkembangan dan dinamisasi bahasa selama pandemi Covid-19,” kata Andi Sukri Syamsuri.

Hal itu ia sampaikan dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Linguistik (Bahasa) Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Senin, 31 Oktober 2022.

Andis, sapaan akrab Andi Sukri Syamsuri, membacakan pidato pengukuhan dengan judul “Neologisme Linguistik di Masa Pandemi Covid-19: Studi Kasus di Indonesia dan Malaysia.”

“World Health Organization (WHO, Organisasi Kesehatan se-Dunia, red) merupakan organisasi internasional yang banyak menciptakan neologisme dalam semua bahasa resminya, termasuk bahasa Indonesia selama wabah Covid-19,” kata Andis.

Berbagai frasa atau terminologis (misalnya coronavirus), akronim (nCov), singkatan (2019-nCoV) telah digunakan untuk merujuk pada hal yang sama selama pandemi Covid-19.

Dalam kasus pandemi Covid-19, penggunaan istilah atau konsep baru banyak bermunculan untuk mengatasi masalah kesenjangan linguistik dalam menyebarkan informasi ilmiah dan menjadi sarana yang menjembatani komunikasi antara profesional dan orang awam.

“Dengan kondisi semacam inilah, neologisme muncul sebagai dimensi komunikatif yang sangat penting. Ini penting untuk menyampaikan informasi sebanyak mungkin kepada setiap individu dan tidak hanya pada satu komunitas,” kata Andis.

Di awal-awal kasus pandemi di Indonesia, misalnya, muncul istilah dari bahasa asing (bahasa Inggris) seperti lowckdown, social distancing, dan lain sebagainya, tanpa melalui proses alih bahasa ke bahasa Indonesia.

Sementara itu, di Malaysia muncul istilah duduk di rumah, endemik, gentayangan, dan lain sebagainya. Beragam istilah yang muncul itu tentu memperkaya kosakata baru bagi penutur bahasa Indonesia dan bahasa Melayu di Malaysia.

Fenomena neologisme sebagai wujud perkembangan bahasa selama pandemi Covid-19 telah meningkatkan minat studi mengenai neologisme dua tahun terakhir ini.

Asif et al. (2021), misalnya, meneliti terkait fenomena neologisme untuk mengeksplorasi wujud penciptaan kata-kata baru pada Covid-19 yang didasarkan pada tiga komponen neologisme, yaitu pembentukan kata, peminjaman, dan penyimpangan leksikal.

Data dalam studi ini bersumber dari artikel, buku, Oxford Corpus, dan media sosial. Hasilnya menunjukkan bahwa selama wabah Covid-19, mayoritas orang di media sosial dan pemerintah negara mengubah cara penggunaan kata dalam bentuk kata benda, kata sifat, dan kata kerja.

“Singkatan dan akronim juga digunakan yang berkaitan dengan situasi Covid-19. Tidak hanya itu, neologisme juga telah membantu penyebaran tanda-tanda peringatan dari berbagai praktik sosial dan keagamaan di seluruh dunia,” tutur Andis.

Fenomena neologisme telah banyak disorot oleh peneliti di beberapa negara di dunia. Namun, neologisme dan relasinya dengan pandemi Covid-19 khususnya di Indonesia dan Malaysia masih merupakan studi yang baru.

“Sepanjang pengetahuan kami, belum ada penelitian yang mencoba menyelidiki fenomena neologisme secara khusus di dalam bahasa Indonesia dan bahasa Melayu pada pandemi Covid-19,” kata Andis.


Oleh karena itu, kami mencoba mengisi kesenjangan ini dengan menyelidiki wujud neologisme dengan menggunakan kerangka kerja neologisme yang berkaitan dengan kata, kalimat, klausa, frasa, akronim, dan singkatan (Gambar 1).

“Perlu dicatat bahwa bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia adalah dua bentuk baku dalam bahasa Melayu Modern pasca-Perang Dunia Kedua,” kata Andis.

Dia mengatakan, sebenarnya tidak banyak perbedaan antara kedua bahasa tersebut. Perbedaan latar belakang sejarah, politik, dan perlakuan yang berbeda menyebabkan munculnya perbedaan tata bahasa, peristilahan dan kosakata, pengucapan, serta tekanan kata pada dua bentuk standar modern yang sekarang dipakai.

 

Perbandingan Neologisme di Indonesia dan Malaysia

 

Andis mengaku penting mengemukakan bahwa kajian neologisme dilakukan pada dua negara, yaitu Indonesia dan Malaysia dengan melibatkan 128 partisipan. Sebanyak 64 partisipan itu berasal dari mahasiswa universitas di Makassar, dan 64 partisipan lainnya berasal dari mahasiswa Tun Hussein Onn University Malaysia.

“Dalam studi ini, jurusan dan jenjang pendidikan partisipan tidak ditentukan atau dipilih secara acak. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner,” ungkap Andis.

Kuesioner terdiri atas 12 pertanyaan dalam bentuk pertanyaan terbuka dan tertutup. Kuesioner dinilai oleh tiga ahli; dua dari Universitas Muhammadiyah dan satu dari Tun Hussein Onn.

Kuesioner yang sudah diuji itu kemudian dibagikan kepada mahasiswa menggunakan formulir google. Dari analisis data dengan mengacu pada jawaban partisipan pada kuesioner yang telah dibagikan itu, diperoleh beberapa bentuk perbandingan neologisme di Indonesia dan Malaysia.


“Dari analisis data yang dilakukan, baik di Indonesia maupun di Malaysia ditemukan ada enam kategori bentuk neologisme, yaitu bentuk penggunaan kata, frasa, klausa, kalimat, singkatan, dan akronim,” sebut Andis.

Dari enam kategori tersebut, neologisme yang ditemukan di Indonesia didominasi oleh penggunaan singkatan, sedangkan neologisme di Malaysia didominasi oleh penggunaan kata.

Perbandingan bentuk neologisme di Indonesia dan Malaysia disajikan dengan menggunakan cloud kata (gambar 2). (asnawin / bersambung)


-----

Artikel sebelumnya:

Andi Sukri Syamsuri: Neologisme Terus Menerus Muncul Sebagai Bagian Alami Evolusi Bahasa

Andi Sukri Syamsuri, Alumni Pertama Unismuh Makassar Yang Dibiayai Kuliah S2

Andi Sukri Syamsuri Aktif Berorganisasi Sekaligus Mahasiswa Berprestasi

Andi Sukri Syamsuri Jadi Profesor Setelah 16 Tahun Sandang Doktor

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama