------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 06 Januari 2023
Kisah
Nabi Muhammad SAW (149):
Penduduk
Mekah Tunduk dan Patuh Kepada Ajaran Islam
Penulis:
Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Hari
Kedua Pembukaan Mekah
Pada keesokan hari
Rasulullah ﷺ tampil kembali di depan masyarakat Quraisy di Mekah, setelah
memuji dan bertahmid kepada Allah سبحانه وتعالى, Rasulullah bersabda:
“Wahai manusia
sekalian, sesungguhnya Allah سبحانه وتعالى telah mengharamkan bumi Mekah sejak
langit dan bumi ini diciptakan, maka Mekah menjadi haram. Pengharaman Allah
itu, sampai dengan tiba hari kiamat. Tidak halal orang yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, menumpahkan darah atau menebang pohon.”
Kemudian apabila ada
orang yang mempermasalahkan peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah, di
Mekah, maka jawab kepada mereka:
“Sebenarnya Allah سبحانه
وتعالى telah mengizinkan kepada Rasul-Nya saja dan tidak kepada yang lainnya,
itu pun hanya untuk saat tertentu saja, nah kini pengharaman berlaku kembali
seperti pada hari kemarin. Oleh karena itu, kepada semua yang hadir di antara
kamu berkewajipan menyampaikan perihal ini kepada yang tidak hadir.”
Dalam riwayat lain
disebutkan:
“Tidak mematahkan
durinya, tidak membuang buruannya, tidak mengambil barang yang tercecer kecuali
orang yang mengenalinya, dan tanah lapangnya tidak bisa untuk buang air (air
kecil atau air besar).”
Abbas menyela:
“Wahai Rasulullah,
kecuali batang Izkhir, karena itu untuk hamba-hamba dan rumah mereka.”
Jawab Rasulullah:
“Ya, kecuali batang
Izkhir.”
Peristiwa sebelumnya,
Khuza’ah telah membunuh seorang lelaki dari Bani Laith untuk membalas dendam
atas pembunuhan seorang anggota qabilah mereka. Sehubungan dengan perkara ini
maka Rasulullah bersabda:
“Wahai kalian Khuza’ah,
hindarkan tanganmu dari pembunuhan, sebenarnya pembunuhan terlalu banyak,
walaupun itu bisa memberi manfaat.
Sebelumnya kamu telah
membunuh mangsa kamu dan kini biarlah aku yang membayar ganti rugi
(pampasan)nya, akan tetapi siapa pun yang membunuh setelah pemberitahuanku ini,
maka keluarganya harus memilih di antara dua pilihan. Bila mereka mau darah,
maka darah pembunuhan, atau bila mereka mau tebusan ganti rugi maka pampasanlah
yang harus dibayar.”
Dalam riwayat lain;
Maka berdirilah seorang
berketurunan Yaman yang dikenali sebagai Abu Syah menyeru: “Wahai Rasulullah!
Tuliskanlah itu untukku”,
maka kata Rasulullah: “Ayo
tuliskanlah untuk Abu Syah.”
Kecurigaan
Kaum Anshar
Setelah selesai semua
urusan mengenai pembukaan Mekah yang merupakan Tanah Air dan Tanah Tumpah Darah
Rasulullah, maka beberapa orang Anshar mencurigai sesuatu, dan mereka
berbisik-bisik di antara mereka:
“Apakah engkau
berpendapat, bahwa setelah membantu Rasulullah hingga kembali di Tanah Air-nya
ini, akankah Rasulullah kemudian menetap di sini?”
Pada saat itu
Rasulullah ﷺ sedang menadah tangannya, berdoa di atas bukit Safa’, setelah
selesai dari doanya itu kemudian Rasulullah bertanya:
“Apa yang kamu bicarakan
tadi?”
Jawab mereka:
“Tidak ada apa-apa,
wahai Rasulullah.”
Rasulullah ﷺ kemudian
mendesak, mengenai apa yang mereka bisikkan itu, sampai kemudian mereka
bercerita yang sebenarnya, maka Rasulullah menegaskan:
“Aku berlindung kepada
Allah سبحانه وتعالى, sebenarnya
penghidupanku adalah di penghidupanmu dan kematianku adalah di persada
kematianmu.”
Baiat
Setelah selesai
pembukaan Mekah, berkat pertolongan Allah
سبحانه وتعالى, maka tampaklah kebenaran Islam di mata penduduk Mekah dan
mereka sudah memastikan, bahwa tidak ada jalan lain menuju kejayaan kecuali
dengan Islam. Karenanya, mereka semua tunduk dan patuh kepada ajaran-ajaran
Islam, mereka semua berkumpul untuk membuat pengakuan taat dan setia dalam
baiat.
Rasulullah ﷺ duduk di
Bukit Safa dengan semua yang hadir, sedangkan Umar Ibnu Khattab di samping agak
ke bawah dari Rasulullah memperhatikan siapa pun yang hadir di situ, semua yang
datang membuat baiat dengan Rasulullah.
Di dalam kitab “Madarik
Tafizil” disebutkan:
Diriwayatkan bahwa
setelah Rasulullah ﷺ selesai menerima baiat kaum lelaki, Rasulullah meneruskan
baiat untuk kaum wanita.
Rasulullah ﷺ duduk di
bukit Safa' sedang Umar bin Khattab duduk di samping Rasulullah membaiat mereka
dengan perintah Rasulullah, juga menyampaikan kepada mereka segala sesuatu dari
Rasulullah.
Hindun bin Utbah,
isteri Abu Sufyan pun datang ke hadapan Rasulullah dengan cara menyamar diri,
karena takut Rasulullah akan mengenali dia, karena Hindun bin Utbah masih ingat
tindakan kejamnya terhadap Hamzah.
Maka Rasulullah ﷺ
berkata:
“Aku membaiatmu untuk
tidak mensyirikkan Allah dengan sesuatu pun”. Tugas ini dilakukan oleh Umar,
dan kata Rasulullah:
“Dan jangan kamu
mencuri.”
Maka jawab Hindun:
“Sebenarnya Abu Sufyan
seorang yang bakhil, bila aku ambil sedikit hartanya dia tidak suka,” menyahut
Abu Sufyan: “Apa yang engkau ambil itu halal.”
Lalu Rasulullah ﷺ pun
tersenyum karena Rasulullah telah mengenali dia katanya: “Engkau Hindun?”
“Ya, wahai Rasulullah.”
Katanya lagi: “Maafkanlah
aku wahai nabi Allah”,
maka Rasulullah ﷺ pun
memaafkan dia.
Kata Rasulullah: “Dan
tidak berzina.”
Kata Hindun: “Apakah
seorang wanita yang merdeka wajar berzina?”
Jawab Rasulullah: “Dan
tidak sekali-kali membunuh anak-anak mereka.”
Kata Hindun pula: “Kami
yang memeliharakan mereka sejak kecil lagi, dan engkaulah yang membunuh mereka
setelah dewasa, dan merekalah yang lebih mengetahui hal ini.”
Karena anaknya,
Hanzalah bin Abi Sufyan, telah terbunuh dalam peperangan Badar, Umar ketawa
hingga dia terduduk, sedang Rasulullah tersenyum saja.
Kata Rasulullah lagi: “Dan
tidak juga melakukan perkara-perkara maksiat.”
Jawab Hindun: “Demi
Allah, kerja maksiat itu suatu yang bodoh dan jelek, sebetulnya apa yang
Rasulullah sampaikan itu adalah perintah yang wajar untuk menjadikan akhlak-akhlak
mulia.”
Selanjutnya kata
Rasulullah ﷺ : “Dan sekali-kali tidak membantah untuk kerja-kerja makruf
(kebaikan).”
Kata Hindun: “Demi
Allah, kami menghadiri majlis dan di dalam hati kami tidak ada sedikit pun rasa
durhaka.”
Ketika dia pulang ke rumahnya
kemudian dia memecahkan berhala-berhalanya sambil berkata: “Kami tertipu oleh
engkau.” (bersambung)