Memproklamirkan Hak untuk Bahagia

TEATER LANSIA. Para lansia menikmati pertunjukan Teater Lansia yang memanggungkan cerita “Waktu Yang Tua” karya Shinta Febriani, di Panti Werdha Teodora, di Jalan Sungai Saddang, Makassar. (Foto: Yudhistira Suktanya)

 




----

PEDOMAN KARYA

Kamis, 16 Februari 2023

 

Catatan pertunjukan beruntun WYT - bagian kedua:

 

 

Memproklamirkan Hak untuk Bahagia

 

 

Oleh: Yudhistira Sukatanya

(Sastrawan, Sutradara)

 

 

Hidup, terdiri atas yang sementara dan yang abadi

Yang sementara seperti serpihan-serpihan debu

yang terusir oleh angin

Yang abadi harus terus coba kita maknai di dalam hati

 

(Paulo Coelho, Gunung Kelima)

 

 

Setiap tahun sejumlah orang dengan serius menyusun daftar resolusinya tahun itu. Salah satu resolusi yang paling banyak dipilih adalah; “aku ingin bahagia”. Bahagia menjadi agenda penting tahunan yang dianggap paling urgen.

Sangat logis jika pada tahun 2012, Majelis Umum PBB menetapkan tanggal 20 Maret sebagai Hari Kebahagiaan Dunia. Meski demikian, menemukan kebahagiaan bukanlah hal yang mudah, sebab perasaan merupakan bagian penting dan dominan dari bahagia dengan fenomenanya masing-masing.

Tema bahagia itu pula menjadi pilihan Kala Teater untuk dikomunikasikan melalui pertunjukan “Waktu Yang Tua” di beberapa panti jompo.

 

Murni

Mau berbahagia juga? Gabunglah.

 

Syamsul

Siapa manusia di dunia ini yang tidak mau bahagia?

Rita

Semua manusia mau bahagia. Muda tua dan muda semua tentu mau bahagia.

 

Murni

Makanya, marilah kita melakukan hal-hal yang bisa membuat kita bahagia.

 

Rita

……yang penting kita selalu berupaya untuk bahagia. Ayo kita teriakkan, “Saya Mau Berbahagia.”

( Cuplikan naskah WYT )

 

Kepiawaian akting ketiga aktor Luna Vidia, Gunawan Monoharto, dan Dewi Ritayana telah berhasil membuat tema tersebut dapat tersampaikan dengan baik melalui pendekatan persuasif, bahkan mampu membuat para lansia ikut bergairah meneriakkan, “Saya Mau Berbahagia”. Mereka dengan antusias memproklamirkan haknya untuk bahagia.

Secara sederhana dapat diketahui bahwa indikator indeks kebahagiaan pada dasarnya dapat diukur dalam dua dimensi. Pertama, dimensi perasaan. Indikator kebahagiaan dalam dimensi ini adalah wujud dari perasaan tidak tertekan, perasaan tidak khawatir, serta perasaan senang.

Kedua, dimensi makna hidup. Indikatornya adalah penerimaan keadaan diri, tujuan hidup, relasi interaktif yang positif dengan orang lain, kemauan untuk mengembangkan potensi diri, penguasaan lingkungan, dan kemandirian.

Poin-poin dari dua dimensi indikator kebahagiaan tersebut terungkap dalam rangkaian diskusi Pertunjukan Teater Lansia, Senin, 30 Januari 2023, Pukul 11.00 Wita, di Sentra Gau Mabaji, Kabupaten Gowa.

Dengan narasumber: Syahruni Djunaid MPd (Dosen Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Alauddin), Dr Subhan Kadir Msi (Kepala Sentra Gau Mabaji, Gowa) dan Sutradara Wawan Aprilianto, dengan moderator Eka Wulandari (seorang Penulis dan Seniman Kriya).

Syahruni Djunaid memberi apresiasi yang tinggi pada kegiatan pertunjukan “Waktu Yang Tua” (WYT). Ia berpendapat bahwa pesan dalam pertunjukan yang interaktif berkaitan masalah umum para lansia yaitu bagaimana hidup positif dan bahagia di masa tua dapat tersampaikan dengan baik.

Dalam kesempatan selanjutnya, Subhan Kadir menyampaikan bahwa Balai Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia (BRSLU) Gau Mabaji Gowa merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Sosial RI di lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial, yang memberi layanan rehabilitasi sosial bagi lansia, penyandang disabilitas dan Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ) yang butuh pelayanan rehabilitasi sosial.

Salah satu paradigma layanan rehabilitasi sosial adalah program ATENSI yang ke depannya pelayanan rehabilitasi sosial bagi lanjut usia selain dilakanakan melalui basis Residensial di Balai/Loka juga akan lebih berfokus pada basis Keluarga dan basis Komunitas.

Melalui pelayanan rehabilitasi sosial yang tepat diharapkan para lansia dapat mandiri, sejahtera dan berdaya guna. Semoga dengan demikian diharapkan para lansia hidup bahagia.

Subhan Kadir menyambut gembira hadirnya pertunjukan WYT. Ia berharap mudah-mudahan ini bukan hanya kali pertama, tapi masih ada kegiatan pertunjukan selanjutnya. Ia bahkan menyatakan kesiapannya untuk sharing pembiayaan jika ada kelanjutan program ini.

Hal yang senada juga terungkap pada Selasa, 31 Januari 2023, jam 10.53 Wita, saat diskusi di Panti Werdha Theodora, dengan narasumber: Wilda Ansar SPsi MA (Dosen Psikologi UNM), B Fifi Nelwan Kambey (Pengurus Panti Werdha Theodora), dan Wawan Aprilianto (Sutradara), dipandu oleh Mega Herdiyanti (Aktor dan Performer).

Panti Werdha Theodora beralamat di Jalan Sungai Saddang, No. 21, Telp 0411 3630491 RT.01/RW.03, Kelurahan Maradekaya Selatan, Kecamatan Maradekaya Selatan, Kota Makassar - Sulawesi Selatan.

Panti Werdha Teodora lebih dikenal dengan nama Rumah Theodora, didirikan oleh Pendeta Gerrit Paul Hendrik Locher dan Pendeta Soleman Undap sebagai wakil dari “Kerkeraad der Protestantse Gemeente te Makassar”, Majelis dari gereja yang sekarang dikenal sebagai Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Immanuel Makassar.

Di hadapan Notaris Bruno Ernst Diets dibuatlah akte pendirian suatu Yayasan Panti Perempuan yang lanjut usia dan memerlukan bantuan (Stichting Protestants Tehjis Van Onde en Hulp behoevende vraueen).

Pada tanggal 22 November 1969, Yayasan Panti Perempuan didaftarkan pada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan nomor C-1400. HT 0102.

Dalam kesempatan kali ini para lansia di Panti Werdha Teodora berharap bahwa pertunjukan semacam WYT dapat diadakan minimal sekali dalam setahun. Bahkan ada yang mengusulkan jangan berselang terlalu lama, karena mereka sangat membutuhkan hiburan yang membawa kebahagiaan.

Wilda Ansar setuju jika pertunjukan semacam WYT dibuat berkelanjutan. Ini dapat menjadi terapi jiwa bagi para lansia. Mereka butuh dukungan lingkungan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi.

“Memang selalu ada sisi positif yang dapat diambil dari suatu kejadian. Artinya, selalu akan ditemukan cara untuk merasakan kebahagiaan di tengah situasi apapun,” ungkap Fifi Nelwan Kambey.

Pertunjukan acara diakhiri dengan nyanyi karaoke dan berdansa bersama.

 

Tamamaung Awal Februari 2023


-----

Artikel sebelumnya:

Di Tapal Batas Waktu yang Tua 


-----

Artikel berikutnya:

Suara Orang Terbuang

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama