Di Tapal Batas Waktu yang Tua

TEATER LANSIA. Pertunjukan Teater Lansia memanggungkan cerita “Waktu Yang Tua” karya Shinta Febriani. Pertunjukan ini dimaksudkan sebagai respons terhadap kondisi psikologis lansia yang berpotensi mengalami gangguan kecemasan, stres dan depresi karena perubahan atas keterlibatannya pada berbagai bidang kehidupan yang kian menurun dan terbatas, sejak mereka berada di panti jompo. (Foto: Yudhistira Sukatanya)
 


----

PEDOMAN KARYA

Rabu, 15 Februari 2023

 

Catatan pertunjukan beruntun - bagian pertama:

 

 

Di Tapal Batas Waktu yang Tua

 

 

Oleh: Yudhistira Sukatanya

(Sastrawan, Sutradara)

 

 

Siapa pun yang mempertahankan

kemampuan untuk melihat keindahan,

tidak akan pernah menjadi tua.

(Franz Kafka)

 

Tidak ada manusia, siapa pun, yang mampu menghambat perubahan waktu, pertambahan usia dan perubahan kondisi fisik. Setiap manusia yang mendapat kesempatan berumur panjang, akan melewati fase-fase di mana dirinya terus berproses secara pasti, menjadi semakin menua.

Aging atau proses menua adalah proses alami yang ditandai dengan penurunan kemampuan fisik, penurunan fungsi sistem tubuh, kegundahan psikologis, kelelahan mental maupun kerenggangan hubungan sosial karena berkurangnya kesempatan untuk saling berinteraksi dengan orang lain. Seseorang yang menua membuatnya lebih banyak beraktivitas sendiri, lebih sensitif.

Menua terasa sejak seseorang menyadari kian berkurangnya peran dan fungsi dirinya, hilangnya pekerjaan, hilangnya perhatian karena mesti berpisah dengan anak yang sudah hidup mandiri lalu pindah rumah, berkurangnya penghormatan, minimnya aktivitas interaksi dengan keluarga dan kerabat, berkurangnya kemandirian hingga semakin mengandalkan bantuan orang lain dalam melakukan berbagai kegiatan. Hilangnya kesempatan mendapat perhatian, kasih sayang, kebahagiaan.

Pertunjukan Teater Lansia dilaksanakan pada tanggal 30 Januari, 31 Januari, dan 02 Februari 2023, memanggungkan cerita “Waktu Yang Tua” karya Shinta Febriani. Pertunjukan ini dimaksudkan sebagai respons terhadap kondisi psikologis lansia yang berpotensi mengalami gangguan kecemasan, stres dan depresi karena perubahan atas keterlibatannya pada berbagai bidang kehidupan yang kian menurun dan terbatas, sejak mereka berada di panti jompo.

Selanjutnya pada mereka ditawarkan solusi untuk membangun kesadaran pentingnya berpikir dan bersikap positif guna meraih kebahagiaan. Simpulan itu dirumuskan tim kerja Kala Teater setelah melakukan observasi di tiga Panti Jompo di Sulawesi Selatan.

Program ini diinisiasi oleh Wawan Aprilianto, aktor dan sutradara di Kala Teater, yang mengajak tiga aktor senior, Goenawan Monoharto, Luna Vidya, dan Dewi Ritayana, untuk menghidupkan karakter dan peran masing-masing.  

Nurul Inayah selaku Manajer Produksi menyampaikan bahwa pertunjukan dilaksanakan secara khusus di tiga panti Jompo di Sulawesi Selatan yaitu, Sentra Gau Mabaji, Kabupaten Gowa, Panti Werdha Theodora, Kota Makassar, dan PPSLU Mappakasunggu di Kota Pare-pare. Penontonnya adalah para lansia di panti itu.

Pertunjukan Teater Lansia ini didukung oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Dana Indonesiana, LPDP, Meditatif Films, dan Kalbe.

Menurut Wawan, pertunjukannya bertujuan mendekatkan kesenian teater dengan kelompok lanjut usia. Pertunjukan ini tidak dikonsep untuk didatangi, tetapi mendatangi penontonnya.

Narasi-narasi yang dikomunikasikan pada pertunjukan ini diformulasi dengan cara bersahaja. Narasi yang sangat lekat dan akrab dengan kenangan masa lalu para lansia namun masih relevan dengan masa kini. Berkisah tentang lagu, surat cinta, pengalaman masa lalu, persahabatan, perhatian dan harapan para lansia di panti.

Durasi pertunjukan memanfaatkan waktu sekira 30-an menit. Digarap sangat natural, interaktif dengan penontonnya namun sangat mempertimbangkan respons dan ketahanan fisik penonton lansia.

“Kebanyakan adegan dibuat semacam duplikasi peristiwa untuk memandu kilas balik kenangan yang diduga juga pernah dialami para lansia ketika masa muda. Dengan demikian, diharapkan dapat menjadi jembatan perenungan pentingnya berbahagia di masa tua, ungkap Wawan.

Wawan menambahkan bahwa pertunjukan ini merupakan upaya membangun kesadaran kolektif bahwa teater dapat menjadi medium guna membantu penguatan jiwa dalam upaya membangkitkan kebahagiaan bagi kaum lansia. Agar lebih optimis untuk menjalani aktivitas kesehariannya di panti jompo.

Demikian pula diharapkan pertunjukan ini memberi inspirasi bahwa seni teater sesungguhnya tidak mengenal batas usia, tidak menyekat pemilihan tempat, juga bisa menyesuaikan waktu.  

Seusai pertunjukan di tiap lokasi dilanjutkan dengan diskusi bersama pimpinan panti, akademisi juga obrolan bersama para lansia bagaimana mereka menanggapi kehadiran pertunjukan di panti. (bersambung)

 

Tamamaung Awal Februari 2023


-----

Artikel berikutnya:

Memproklamirkan Hak untuk Bahagia

Suara Orang Terbuang

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama