-----
Rabu, 23 Juli 2025
Kisah SD Inpres
Bontonompo Canrego Takalar Sempat Digembok Kini Dibuka Kembali
TAKALAR, (PEDOMAN KARYA). Tangis bahagia dan tawa ceria kembali terdengar di halaman SD Negeri 153 Inpres Bontonompo, Kelurahan Canrego, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar.
Setelah lebih dari enam tahun
terkatung-katung dalam sengketa lahan, Rabu, 23 Juli 2025, gerbang sekolah itu
kembali terbuka. Anak-anak yang sebelumnya hanya bisa belajar sambil
“menumpang” di gedung lain, kini bisa kembali ke ruang kelas mereka sendiri.
Tak ada momen yang lebih membahagiakan
pagi itu selain melihat seragam merah putih memenuhi halaman sekolah yang lama
sunyi. Sebuah pemandangan yang seolah menghapus bayang-bayang kelam yang
menyelimuti sekolah ini sejak tahun 2017, ketika konflik antara pemerintah dan
ahli waris pemilik tanah belum juga menemukan jalan keluar.
Masih segar dalam ingatan warga Canrego,
pada 4 Mei 2019, sekolah ini digembok oleh Muhammad Tahir Mappasissing Dg.
Nompo, ahli waris dari Karesunggu Dg. Sugi bin Mannyuluri, yang mengklaim
sebagai pemilik sah lahan tempat sekolah itu berdiri. Aksi tersebut bukan
dilakukan tanpa peringatan.
Sebelumnya, Dg. Nompo telah memasang papan
pemberitahuan di halaman sekolah. Namun, karena tak kunjung ada tanggapan dari
Pemerintah Kabupaten Takalar, akhirnya ia menggembok pagar sekolah sebagai
bentuk protes.
Akibatnya, para murid terpaksa
“mengungsi”. Sejak 28 Agustus 2019, sekitar seratus siswa SDN 153 Inpres
Bontonompo harus belajar di gedung kampus milik Yayasan Pendidikan Nasional
(Yapenas) di dekat sekolah. Mereka belajar di ruang seadanya, dengan jadwal
terbatas, dan semangat yang nyaris padam.
Kala itu, situasi semakin memprihatinkan
karena tak ada kejelasan dari Pemkab Takalar. Bahkan, nama Bupati Takalar saat
itu, Syamsari Kitta, sempat disorot karena dianggap tidak tanggap terhadap
kondisi dunia pendidikan di wilayahnya.
Satu hal yang sesungguhnya bisa
diselesaikan secara sederhana—yakni dengan menjamin ganti rugi kepada pemilik
lahan—malah terkesan diabaikan.
Waktu pun berjalan. Harapan yang sempat
pudar perlahan menemukan sinarnya kembali. Dalam suasana yang hangat dan penuh
kekeluargaan, pihak keluarga ahli waris dan Pemkab Takalar akhirnya duduk
bersama. Hasilnya: Sengketa diselesaikan secara damai, dan SDN 153 Inpres
Bontonompo kembali dibuka.
Dalam seremoni pembukaan sekolah, Bupati
Takalar saat ini, Mohammad Firdaus Daeng Manye, menyampaikan rasa syukur yang
mendalam.
“Alhamdulillah, hari ini menjadi momen
yang sangat bersejarah. Setelah bertahun-tahun tertutup, sekolah ini kembali
dibuka. Anak-anak kita bisa kembali belajar di tempat mereka seharusnya
berada,” ujarnya dengan mata berbinar.
Ia juga menyampaikan terima kasih yang
tulus kepada Muhammad Tahir Mappasissing Dg. Nompo dan keluarga, yang dengan
lapang dada dan niat tulus, mengizinkan kembali penggunaan lahan tersebut untuk
kegiatan pendidikan.
“Pendidikan adalah amal jariyah. Setiap
anak yang belajar di sini, ilmunya akan mengalir menjadi pahala tak terputus.
Semoga ini menjadi ladang kebaikan bagi kita semua,” tambah Firdaus.
Turut hadir dalam pembukaan tersebut, Kepala
Dinas Pendidikan Takalar H. Muhammad Darwis bersama jajarannya, Camat Pololongbangkeng
Selatan Syarief Haris, Kapolsek Polongbangkeng Selatan Muhammad Nasir Arleza, Plt Lurah Canrego
Safruddin.
Kepala Lingkungan Bontonompo, Hasdar Sikki, Kepala SDN 153 Inpres Bontonompo Muchtiar Muluk, Ketua Komite Sekolah SDN 153 Inpres Bontonompo Siswadi Kr Sila, para kepala sekolah se-Kecamatan Polongbangkeng Selatan, guru-guru SDN 153 Inpres Bontonompo, serta orang tua murid.
Lebih dari Sekadar Sekolah
SDN 153 Inpres Bontonompo bukan hanya
gedung berdinding beton dan beratap seng. Ia adalah rumah bagi cita-cita,
tempat anak-anak Canrego bermimpi menjadi guru, dokter, insinyur, bahkan
bupati. Selama bertahun-tahun sekolah ini terkunci, banyak harapan terpaksa
digantung.
Kini, pintu itu telah terbuka. Gembok
telah dilepas, dan semangat baru telah lahir. Ini bukan hanya kemenangan sebuah
sekolah, tapi juga kemenangan akal sehat dan kemanusiaan. Bahwa ketika ego
dikesampingkan dan masa depan anak-anak dijadikan prioritas, segala konflik
bisa diselesaikan dengan damai.
Catatan Redaksi
Kisah SDN 153 Inpres Bontonompo adalah
pengingat bahwa pendidikan bukan hanya soal kurikulum dan infrastruktur, tapi
tentang keberpihakan. Ketika anak-anak harus berjuang hanya untuk masuk ke
ruang kelas, maka sesungguhnya kita semua sedang diuji: sejauh mana kita peduli
pada masa depan bangsa. (Hasdar Sikki)

