Isradi Zainal Unggah Kembali Sepuluh Tuntutan Rakyat


SEPULTURA. Pendiri dan inspirator Aliansi Mahasiswa Pro Demokrasi (AMPD) dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Dr Isradi Zainal, mengunggah kembali Sepuluh Tuntutan Rakyat (Sepultura) pada akun Facebook-nya, Kamis, 10 Januari 2019.





---------

PEDOMAN KARYA
Jumat, 11 Januari 2019


Isradi Zainal Unggah Kembali Sepuluh Tuntutan Rakyat


MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA). Pendiri dan inspirator Aliansi Mahasiswa Pro Demokrasi (AMPD) dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Dr Isradi Zainal, mengunggah kembali Sepuluh Tuntutan Rakyat (Sepultura) pada akun Facebook-nya, Kamis, 10 Januari 2019.

Isradi yang kini maju sebagai Calon Legislator (Caleg) DPR RI dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Dapil Sulsel 1, nomor urut 4, mengatakan, 10 Januari merupakan Hari Peringatan Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat).

“Pada tahun 1995, Aliansi Mahasiswa Pro Demorasi (AMPD) Makassar menggelar Aksi SEPULTURA (Sepuluh Tuntutan Rakyat) sebagai peringatan 28 tahun TRITURA,” tulis Isradi di akun Facebook-nya.

Hari ini (10 Januari 2019), katanya, adalah peringatan ke-53 tahun TRITURA, dan 24 tahun SEPULTURA.

“Akar masalah Orde Lama dan Orde Baru pun masih terulang saat ini dan tidak ada keseriusan menyelesaikan Tuntutan Rakyat, karena itu kita harus tetap menggaungkan seluruh tuntutan rakyat di manapun di seluruh Indonesia,” tegas Isradi.

Pada bagian bawah tulisannya, Isradi mengajak masyarakat membaca kembali tulisan Ostaf Al Mustafa yang dianggapnya sangat menarik tentang peringatan SEPULTURA yang dilakukan AMPD pada tahun 1995.

Berikut tulisan Ostaf Al Mustafa yang berjudul “SEPULUH TUNTUTAN RAKYAT (SEPULTURA), Mengenang Aksi 10 Januari 1995.”

Biasanya aksi mahasiswa terfokus pada suatu realitas masalah di masyarakat. Ketika terjadi konflik agraria yang melibatkan petani gula melawan PTPN, maka FDT langsung turun dengan timnya untuk melakukan advokasi.

FKSKP masuk di wilayah lingkungan hidup, khususnya pencemaran dari limbah RS Wahidin Sudirohusodo yang masuk ke danau Unhas. Begitu pun ketika di Kerung-kerung terjadi operasi pembakaran pemukiman, FDTS langsung cepat tanggap mengunjungi dan memberikan bantuan materil dan dukungan moral.

Pembakaran ini bermotif standar agar penggusuran lebih mudah dijalankan oleh pemilik modal bersama sekutunya di pemerintahan. Motif ini masih selalu diwariskan kepada para birokrat selanjutnya untuk menyetujui pembakaran kampung sebagai cara tergampang untuk mengggusur.

Begitulah mahasiswa Makassar melawan kesewenang-wenangan, di era pra-AMPD. Setelah AMPD terbentuk sebagai kekuatan yang lebih besar dari FDT dan FDTS maupun FKSKP, maka aksi pun lebih kuat jangkauan permasalahannya.

Aksi-aksi awal AMPD mengangkat isu-isu nasional dengan mengusung tuntutan-tuntutan yang juga banyak diangkat aktivis-aktivis lain di Jawa. Aksi Sepultura (Sepuluh Tuntutan Rakyat) pada 10 Januari 1995 mengangkat isu seperti suksesi nasional, pemberantasan KKN, turunkan harga, pembersihan partai politik (parpol) dan Golkar dari unsur PKI dan lain-lain.

Pada aksi semacam ini, biasanya fungsionaris mahasiswa jarang yang mau melibatkan diri secara langsung. Pihak birokrat kampus di tingkat fakultas dan universitas, dipastikan melakukan pelarangan resmi bila fungsionaris lembaga kemahasiswaan melakukan aksi yang membahas isu sensitif seperti suksesi nasional yang tentu saja berarti “turunkan Soeharto” dan “Bubarkan Orde Baru”.

Keterwakilan lembaga-lembaga kemahasiswaan se-Makassar, terpenuhi oleh perutusan dua atau lima orang. Aksi Sepultura AMPD ini, merupakan kekuatan aksi yang diwakili lembaga kemahasiswaan intra dan ekstra-kampus, yang menyepelekan rasa takut mereka terhadap kekuatan penindas dari pihak birokrat kampus.

Membahas isu nasional berupa suksesi merupakan bahaya terbesar, karena bisa dianggap sebagai makar atau hendak merebut kekuasaan. Ada trauma yang ditakuti terulang seperti yang terjadi pada 1966, ketika Soekarno diambil paksa kekuasaaanya oleh Soeharto.

Mantan elit-elit mahasiswa 66 yang sudah masuk dalam ranjang empuk kekuasaan merasa kelambunya disibak kala di peraduan. Tindakan AMPD membuat mereka kurang enak tidur dan mengalami imsomnia temporer. Tuntutan ala AMPD itu terjadi juga secara paralel di seluruh Indonesia, meski untuk luar Jawa, tanah Makassar lebih berdentam lebih keras.

Di luar dari aksi berdasarkan masalah masyarakat secara langsung, AMPD mengumpulkan berbagai ragam masalah nasional untuk mendapatkan solusi secepatnya. Namun AMPD juga selalu saja dibohongi oleh pihak DPRD Sulsel dan Pemda Sulsel, karena berbagai masalah lokal yang diajukan tak pernah ditindak-lanjuti.

AMPD bukan hanya mengajukan usul, tapi juga memantau langsung ke lapangan, untuk memastikan apakah tuntutan itu hanya sekedar diterima sebagai bentuk lipatan kertas dan diiyakan dalam format janji-janji angin. Kondisi miris itulah yang terjadi dalam pengajuan memorandum Sepultura.

AMPD mengajukan memorandum berisi sepuluh tuntutan, di gedung DPRD Sulsel. Isradi Zainal mengatakan, “Setidaknya ada dua dari tiga tuntutan yang termaktub dalam Tritura yang masih memiliki keterkaitan dengan kondisi sekarang. Dua tuntutan itu berkaitan dengan orang-orang PKI dan perombakan kabinet. Tritura secara lengkap yakni pembubaran PKI, rombak kabinet dan turunkan harga. Ketiganya kami aksentuasikan dalam Sepultura” (Jawa Pos 11/01/).

Pada berita Jawa Pos berjudul, “Mahasiswa Ujungpandang Ajukan Sepultura, ke DPRD Sulsel untuk Peringati Tritura 10 Januari,” terdapat sepuluh tuntutan itu mencakup masalah nasional dan lokal yang sedang aktual. (bersambung)

-------
Artikel terkait:

Bersihkan Parpol dari Unsur-unsur PKI 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama