Tidak Mauma’ Saya ke Mesjid


“Streski karena anakna tidak maumi ke mesjid beng. Nabilang beng anakna, tetta, tidak mauma’ saya ke mesjid,” ungkap Daeng Tompo’.

“Matemija. Kenapai beng na tidak maumi ke mesjid?” tanya Daeng Nappa’. (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA)




--------
PEDOMAN KARYA
Selasa, 18 Agustus 2020


Obrolan Daeng Tompo’ dan Daeng Nappa’:



Tidak Mauma’ Saya ke Mesjid



“Dua kalika’ ketemu Daeng Rate di warkop dalam minggu ini,” kata Daeng Tompo’ kepada Daeng Nappa’ saat ngopi malam di balai-balai bambu dekat sawah kompleks.perumahan.

“Bagaimana kabarna Daeng Rate’, lamaku’mo tidak ketemu,” tanya Daeng Nappa’.

“Waktu ketemuka pertama streski sekali kodong,” kata Daeng Tompo’.

“Kenapai na stres kodong? Ada utangna mau nabayar kah?” tanya Daeng Nappa’.

“Bukanji soal utang,” jawab Daeng Tompo’.

“Soal apaji padeng?” tanya Daeng Nappa’ lagi.

“Streski karena anakna tidak maumi ke mesjid beng. Nabilang beng anakna, tetta, tidak mauma’ saya ke mesjid,” ungkap Daeng Tompo’.

“Matemija. Kenapai beng na tidak maumi ke mesjid?” tanya Daeng Nappa’.

“Nabilang Daeng Rate, anakna tidak mau ke mesjid karena di masjid banyak orang suka bawa hape dan mereka main hape sebelum dan sesudah shalat,” tutur Daeng Tompo’.

“Oh begitu,” gumam Daeng Nappa’.

“Anakna juga bilang, di masjid juga biasa orang cerita yang tidak bermanfaat, bahkan kadang-kadang menceritakan keburukan orang lain,” lanjut Daeng Tompo’.

“Jadi apa kita bilang sama Daeng Rate?” tanya Daeng Nappa’.

“Saya bilang besok temani anatta ke mesjid. Bawakki’ gelas bening. Selesai shalat, isi itu gelas dengan air putih, baru suruh anatta keliling masjid sambil memegang gelas yang berisi air itu. Bilangki’ sama anatta, air dalam gelas ini tidak boleh tumpah, bahkan tidak boleh berkurang sedikitpun,” ungkap Daeng Tompo’.

“Jadi nalakukanji?” tanya Daeng Nappa’ penasaran.

“Baa, nalakukangi beng,” jawab Daeng Tompo’.

“Jadi bagaimana kelanjutanna?” tanya Daeng Nappa’.

“Setelah anakna selesai keliling masjid, natanya’mi anakna, bilang bagaimana air ta’ tidak adaji yang tumpah. Anakna bilang, tidak adaji tetta. Terus natanyaki lagi anakna, kita dengarki pembicaraanna orang yang ada di dalam masjid? Nabilang anakna, tidak tetta. Natanyaki lagi anakna, kita lihatki orang pegang hape di dalam masjid? Nabilang anakna, tidak tetta,” tutur Daeng Tompo’.

“Terus,” potong Daeng Nappa’.

“Terus natanyaki lagi anakna, kenapa kita tidak lihatki orang pegang hape, kenapa kita tidak dengarki pembicaraanna orang-orang yang ada di dalam masjid? Nabilang anakna, karena saya konsentrasi dengan gelas dan air. Takut sekalika' ada yang tumpah,” lanjut Daeng Tompo’.

“Terus,” potong Daeng Nappa’ lagi.

“Terus nabilangmi sama anakna, begitumo juga yang kita lakukan kalau ke mesjidki’. Shalatmaki’ saja, janganmaki’ peduli orang-orang yang bicara atau yang pegang hape,” lanjut Daeng Tompo’.

“Terus bagaimanami beng itu anakna?” tanya Daeng Nappa’.

“Itu juga yang kutanyakan kemarin waktu ketemuka lagi di warkop,” kata Daeng Tompo’.

“Jadi apa nabilang Daeng Rate?” tanya Daeng Nappa’.

“Nabilang, anakna rajinmi beng lagi ke mesjid, bahkan anaknami yang selalu adzan,” kata Daeng Tompo’.

“Wah, ternyata ampuh juga saranta’ di’?” kata Daeng Nappa’ sambil tersenyum kepada Daeng Tompo’.

“Kita ini ustadz tongjaki’ sedikit to,” kata Daeng Tompo’ sambil tertawa dan keduanya pun tertawa-tawa. (asnawin)

Selasa, 18 Agustus 2020

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama