Anekdot: Dimana Letak Kehormatan?


Seekor monyet tua menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Setelah menurunkan tangannya, ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tak habis pikir melihat situasi dan kondisil di hutan belantara. Sang monyet tua melihat tidak ada lagi kehormatan di hutan belantara. Tidak ada lagi pimpinan yang bisa dihormati, termasuk Raja Hutan.



--------
Selasa, 15 Desember 2015

Anekdot:

Dimana Letak Kehormatan?


Oleh: Asnawin Aminuddin

Seekor monyet tua menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Setelah menurunkan tangannya, ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tak habis pikir melihat situasi dan kondisil di hutan belantara.
Sang monyet tua melihat tidak ada lagi kehormatan di hutan belantara. Tidak ada lagi pimpinan yang bisa dihormati, termasuk Raja Hutan.
Dewan Kehormatan Hutan yang dibentuk untuk memberikan nasehat kepada raja hutan dan sekaligus memberi perlindungan jika ada warga hutan yang mengalami masalah hukum, juga tak mampu menjaga kehormatannya.
Bukannya membela dan memberi perlindungan, Ketua Dewan Kehormatan Hutan yang ternyata mudah tersinggung dan kekanak-kanakan, malah melaporkan kepada polisi hutan, seekor burung beo, dengan pasal pencemaran nama baik dan membuat perasaan tidak enak, karena menganggap kicauan sang burung terlalu nyaring dan mengandung unsur ejekan kepadanya.
“Ini tidak bisa dibiarkan. Ini tidak bisa dibiarkan,” kata monyet tua sambil duduk termenung.
Ia kemudian berdiri dan berjalan mondar-mandir. Ia melihat ke arah pohon-pohon besar. Ia menatap puncak gunung. Ia melompat ke salah satu gundukan tanah berumput, lalu duduk pada sebuah batu besar sambil memegang tongkat kayu.
“Saya harus cari tahu dimana letak kehormatan itu sesungguhnya,” ujarnya lagi.
Monyet tua yang memang dituakan dan cukup dihormati itu kemudian berjalan ke tengah hutan. Ia tidak punya arah tujuan. Ia hanya berjalan dan berjalan tak tentu arah. Di tengah perjalanan ia bertemu seekor kambing.
“Bing (sapaan akrab sang kambing), di hutan ini saya melihat tidak ada lagi kehormatan. Menurut kamu, dimana sesungguhnya letak kehormatan?” tanya monyet tua.
Mendengar pertanyaan itu, kambing langsung mengembik dan tertawa-tawa.
“Nyet (sapaan akrab monyet), kalau kamu mau tahu dimana letak kehormatan, cium dulu pantat saya,” kata kambing lalu kembali tertawa-tawa.
Monyet tua kecewa sekali dengan sikap dan jawaban kambing. Ia pun berlalu dan kembali berjalan tak tentu arah. Di tengah perjalanan, ia bertemu seekor sapi.
“Pi (sapaan akrab sapi), saya melihat di hutan ini tidak ada lagi kehormatan. Menurut kamu, dimana sesungguhnya letak kehormatan itu,” tanya monyet tua.
“Nyet, saya tidak terlalu ambil pusing dengan segala macam kehormatan yang kamu cari itu. Bagi saya, yang penting masih banyak rumput dan saya bisa makan sampai kenyang itu sudah cukup. Tapi kalau kamu mau tahu dimana letak kehormatan, cium dulu pantat saya,” kata sapi sambil tertawa-tawa.
Monyet tua kembali menelan kekecewaan. Ia pun melanjutkan perjalanannya. Dalam perjalanan, ia bertemu seekor gajah.
“Jah (sapaan akrab gajah), di hutan kita ini rasa-rasanya tidak ada lagi kehormatan. Menurut kamu, dimana sesungguhnya letak kehormatan?” tanya monyet.
“Nyet, Nyet... Untuk apa kamu mencari tahu dimana letak kehormatan. Lebih baik kita cuek saja dengan apa pun yang terjadi. Badan saya bisa besar begini, karena saya tak peduli dengan semua yang terjadi di hutan ini. Tapi kalau kamu mau tahu dimana letak kehormatan, cium dulu pantat saya,” kata gajah sambil tertawa-tawa.
Alangkah kecewanya sang monyet tua. Ia pun melangkahkan kaki berjalan tak tentu arah. Ia berjalan sambil menunduk. Tiba-tiba kepalanya terantuk pada sebuah benda besar tetapi terasa lembut sehingga kepalanya tidak terasa sakit.
Ia kemudian mendongakkan kepala dan melihat seekor rubung berdiri sambil tertawa-tawa. Sang monyet pun ikut tertawa.
Para pembaca tahu sejenis apa binatang rubung itu? Pembaca mau tahu?

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama