Kampung KB Hapus Keterisolasian


KAMPUNG KB. Bupati Sinjai Andi Seto Gadhista Asapa memberikan kata sambutan pada peresmian salah satu Kampung KB di Sinjai. (sinjaikab.go.id)







-------
PEDOMAN KARYA
Rabu, 07 November 2018


Kampung KB Hapus Keterisolasian

Oleh: M Dahlan Abubakar
(Ketua Ikatan Penulis Keluarga Berencana/IPKB Sulsel)

Jumat, 01 November 2018, saya bertemu dengan Kepala Bidang Adpin BKKBN Sulsel H Amrullah Hamzah SH MH. Beliau bercerita tentang perjalanan mengikuti acara peresmian Kampung KB pada salah satu dusun di Kabupaten Sinjai. Peresmian Kampung KB seperti ini sudah berulangkali dihadiri Pak Ulla, panggilan kakek sejumlah cucu ini.

Dalam pembicaraannya dengan saya, Pak Ulla mengisahkan terpencilnya lokasi Kampung KB tersebut. Tetapi beliau tidak perlu kecewa, karena Bupati Sinjai yang baru beberapa bulan dilantik, A Seto Gadhista Asapa, juga hadir. Meskipun kondisi jalan untuk tiba di lokasi tidak mudah, tetapi Pak Ulla tidak sendiri. Ada Bupati Sinjai yang bersama dengan beliau menikmati sajian pisang goreng yang hanya itu disajikan warga.

Desa itu sangat terpencil. Listrik tidak ada, apatah lagi jaringan untuk berkomunikasi telepon seluler seperti orang di kota. Televisi pun tidak ada. Maka jika banyak anak remaja yang meninggalkan kampung halamannya tidak perlu heran. Mereka yang pergi sekolah mencari dan mencoba peruntungan di kota. Menikmati kehidupan dengan gaya hidup kota yang tentu saja jauh berbeda dengan di kampung mereka.

Salah satu tolok ukur kemajuan dan ketidakterisolasian suatu desa saat ini rasa-rasanya adalah ada tidaknya jaringan komunikasi telepon seluler.

Kehadiran Bupati Sinjai ke lokasi peresmian Kampung KB tersebut, sangat positif jika sang pemimpin mampu membaca dan merealisasikan kebutuhan yang diperlukan masyarakatnya setelah melihat situasi dan kondisi infrastruktur yang dilewatinya.

Saat ini memang dibutuhkan pemimpin yang mau mendengar suara tentang kebutuhan masyarakatnya, bukan hanya dari waktu ke waktu mendengar laporan asal bapak senang (ABS) di balik meja.

Kampung KB adalah satuan wilayah yang setingkat rukun warga, dusun atau setara yang memiliki kriteria tertentu untuk mempunyai perencanaan, pelaksanaan dalam tata kehidupan dalam membangun kebersamaan. Juga di situ akan ada rasa silih asah, asih, dan asuh dalam bingkai program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) yang ditata secara sistemik.

Program ini diintegrasikan dengan sektor-sektor lain, khususnya dalam melaksanakan tugas-tugas keluarga demi mewujudkan keluarga yang sejahtera, terbebas dari kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan.

Kampung KB sebenarnya ditujukan untuk membina dan meningkatkan kesertaan ber-KB  dengan memantapkan 8 fungsi keluarga. Pelayanan di Kampung KB ini terintegrasi antara program KKBPK dengan apa yang diprogramkan lintas sektor terkait yang diagendakan oleh organisasi perangkat daerah (OPD) di kabupaten tersebut.

Kampung KB diarahkan untuk menjadi sebuah gerakan yang diprakarsai oleh masyarakat bukan proyek pemerintah dan swasta. Tentu saja, tidak ada muatan politis di dalamnya, meskipun kadang-kadang orang selalu mengait-ngaitkannya.

Tujuan umum Kampung KB adalah meningkatkan partisipasi keluarga, masyarakat, peran pemerintah, lembaga nonpemerintah serta swasta dalam melaksanakan program KKBPK sesuai dengan kebutuhan dan kondisi wilayah.

Sedangkan tujuan khususnya adalah meningkatkan komitmen mitra dan pemangku kepentingan, peran serta masyarakat, meningkat komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) program KKBPK, meningkatkan koordinasi, kerja sama, dan terintegrasinya program, kualitas data, dan informasi keluarga, dan meningkatkan cakupan program KKBPK.

Sasaran Kampung KB tentu saja keluarga, pasangan usia subur (PUS), masyarakat, dan balita, rajama, dan lanjur usia (lansia). Sasaran tidak langsungnya adalah tokoh masyarakat, organisasi masyarakat (PPKBD, sub-PPKBD, DKM, karang taruna, petugas lapangan, provider’s, balita, temaja, dan  lansia.

Hapus Keterisolasian

Mengingat program ini diintegrasikan dengan sektor-sektor lain, maka jelas akan melibatkan semua OPD yang mengusung program sesuai sektornya masing-masing, jelas Kampung KB nantinya akan merupakan akumulasi dari sejumlah agenda kegiatan OPD. Kegiatan-kegiatan OPD ini dilaksanakan untuk mewujudkan keluarga yang sejahtera, terbebas dari kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan.

Kehadiran OPD melaksanakan kegiatan terintegrasi di Kampung KB, memang tidak dapat berjalan sendiri, tetapi memerlukan komitmen kuat dari pemimpinnya. Kehadiran tiap OPD dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi warga di Kampung KB. Misalnya saja, jalan rusak ke Kampung KB, tentu menjadi tugas Dinas PU. Masalah air minum ditugaskan kepada PDAM untuk mengatasinya. Masalah pertanian diserahkan kepada Dinas Pertanian. Demikianlah setiap OPD itu dapat berperan sesuai “kompetensi”-nya masing-masing.

Jika penanganan Kampung KB merujuk kepada “teori” atau format yang dikemukakan itu, boleh jadi akan mampu menghapus keterisolasian suatu Kampung KB dan daerah yang selama ini seolah dimarginalkan.

Jika setiap kecamatan dapat mengagendakan dapat membangun satu Kampung KB saja setiap tahun, maka dalam beberapa tahun saja, kampung-kampung yang selama ini mengalami kemajuan lambat akan menjadi satu permukiman yang maju. Tidak akan ada lagi kampung dan desa yang terisolasi. Baik berupa jalan yang rusak, sarana komunikasi selular yang tidak ada, atau pun siaran TV yang tidak tertangkap.

Hanya saja, di era otonomi dan reformasi yang sudah berlangsung dua dasawarsa ini perlu ada perubahan paradigma kepemimpinan di tingkat kabupaten/kota, yakni lebih mengarahkan perhatian ke daerah pinggiran.

Ya, sesuai dengan program Nawacita Presiden Joko Widodo, membangun dari daerah pinggiran. Jika setiap pemimpin melakukan memperbaiki pembangunan satu kampung saja sebagai Kampung KB setiap tahun per kecamatan, maka dalam satu dekade akan dapat dientaskan banyak kampung sehingga keterisolasian dapat dihapuskan.

Dengan demikian slogan pemerataan pembangunan akan terwujud. Jangan sampai, sudah lebih dari 73 tahun merdeka, masih ada warga yang tinggal di desa-desa yang terisolasi belum “merdeka” dari masalah transportasi, komunikasi, kecukupan hidup, dan fasilitas-fasilitas dasar yang lainnya.

Sebab, jika program ini hanya dalam tataran wacana saja di pusat dan daerah, tidak terealisasi di tataran daerah bawahan, maka pemerataan pembangunan yang selama ini digaung-gaungkan itu hanya “lips service” belaka. Jadi, perlu komitmen kuat dari pusat hingga ke daerah melalui pengawasan yang kuat.**

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama