Bantu Pengusaha, Sahban Langsung Jadi Jutawan


Sahban membantu pendiri perusahaan penerbangan Bouraq, Tuan Jarry Albert Sumendap, untuk mengurus sertifikat tanah di Jakarta dan Sahban diberi uang jasa dalam jumlah yang cukup besar dan membuatnya jadi jutawan. 

 




-----

PEDOMAN KARYA
Rabu, 12 Juni 2019


Biografi Sahban Liba (19):


Bantu Pengusaha, Sahban Langsung Jadi Jutawan


Penulis: Hernita Sahban Liba


Pada tahun-tahun pertama pernikahan Sahban dan Andi Lala, kondisi ekonomi mereka belum stabil. Gaji dan pendapatan Sahban pas-pasan untuk memenuhi biaya hidup di Jakarta. Malahan mereka kadang-kadang mengalami kekurangan biaya hidup.

Beban biaya hidup semakin terasa setelah anak pertama mereka, yakni Hernita, lahir. Sahban kadang-kadang menerawang dan pandangan matanya sering diarahkan ke langit sambil berpikir bagaimana membesarkan seorang anak dengan kondisi ekonomi yang terbilang pas-pasan.

Dalam setiap usai melaksanakan shalat lima waktu dan shalat lail (tahajjud), Sahban selalu memohon ampun kepada Allah SWT atas dosa-dosanya dan berdoa agar pintu rezekinya dibuka, sehingga dirinya mampu menghidupi isteri dan anaknya.

Suatu hari, seorang pengusaha bernama Tuan Jarry Albert Sumendap bermaksud membeli tanah seluas satu hektar yang ada di sekitar pinggir kali, termasuk tanah yang ditempati Sahban. Tuan Jarry Albert Sumendap adalah Direktur Pesawat Bouraq, perusahaan penerbangan besar pada masa itu. Beliau adalah orang Manado.

Saat itu, Bouraq baru berusia empat tahun dan Tuan Sumendap yang sangat baik hati itu memiliki visi yang jauh ke depan. Dengan membeli tanah seluas satu hektar di pinggir kali tersebut, ia berharap dapat mengembangkan usahanya.

-----
Artikel terkait:

Menikah di Enrekang dan Boyong Isteri ke Jakarta

------

Tuan Sumendap awalnya merintis bisnisnya sebagai pebisnis kayu di Kalimantan dengan nama perusahaan PT. Pordisa. Ia membeli pesawat untuk melancarkan transportasi karyawannya. Tuan Sumendap prihatin dengan kondisi perhubungan dan transportasi di Kalimantan, yang jauh lebih terbelakang dari Pulau Jawa.

Untuk itu, ia memulai proyek perusahaan penerbangan Bouraq pada April 1969. Cita-citanya adalah menyediakan fasilitas udara yang menghubungkan Kalimantan dan pulau-pulau lainnya di Indonesia.

Nama Bouraq diambil dari kendaraan yang dipercaya  digunakan Nabi Muhammad SAW saat melakukan perjalanan Isra Mi’raj. Dengan nama ini, beliau berharap agar Bouraq juga mampu mengantarkan masyarakat Indonesia melakukan perjalanan melintasi Nusantara untuk tujuan yang mulia.

Proyek ini semakin mantap seiring bangkrutnya perusahaan kayu Sumendap. Bouraq terus berkembang hingga akhirnya Tuan Sumendap wafat pada tanggal 6 Juni 1995 dalam usia 69 tahun. Sepuluh tahun kemudian, Bouraq tutup usaha karena kalah persaingan dengan berbagai perusahaan penerbangan yang muncul belakangan.

Pada saat jayanya, Bouraq memiliki 30 unit pesawat dengan 100 awak pilot/kopilot, tiga orang di antaranya perempuan. Bouraq juga turut membantu dalam pembangunan Bandara Sam Ratulangi, Manado, dan Bandara Ngurah Rai, Denpasar. Tahun 1990-an, Bouraq mendapat predikat sebagai maskapai swasta paling tepat waktu.

Pada saat itu, Tuan Sumendap meminta tolong pada Sahban untuk menguruskan sertifikat tanahnya. Hal ini karena Tuan Sumendap tahu kalau Sahban bekerja di Pemda DKI Jakarta. Sahban juga dititipi biaya pengurusan sebesar Rp5 juta (lima juta rupiah).

Saat itu, 1975, nilai tukar dollar terhadap rupiah sebesar Rp415, sedangkan kurs dollar tahun 2019 saat buku ini ditulis yaitu sekitar Rp14.000. Dengan demikian, nilai uang Rp5 juta tahun 1975 setara dengan uang miliaran rupiah pada tahun 2019.

Sahban kemudian mengurus sertifikat tanah yang dibeli oleh Tuan Sumendap dan ternyata dana yang dihabiskan untuk pengurusan tersebut hanya sebesar Rp475.000.

Sahban segera memberikan sertifikat tanah dan mengembalikan sisa uangnya sebesar Rp4.525.000 kepada Tuan Sumendap. Tidak disangka dan tidak diduga, Tuan Sumendap tidak mengambil sisa uang tersebut dan menyerahkan seluruhnya kepada Sahban untuk keperluan kelahiran anak pertamanya.

Tentu saja Sahban sangat terkejut dan hampir tidak percaya bahwa Tuan Sumendap menyerahkan semua sisa uang pengurusan sertifikat tanahnya kepada Sahban.

Tidak cukup sampai di situ, Tuan Sumendap kemudian memanggil anak perempuannya, Magdalena, dan memerintahkan agar memberikan uang tambahan lagi sebesar Rp1 juta kepada Sahban.

Uang yang ada ditangan dan menjadi milik Sahban saat itu adalah sebesar Rp5.525.000 (lima juta lima ratus dua puluh lima ribu rupiah). Tentu saja Sahban langsung menjadi jutawan untuk ukuran masyarakat Indonesia pada saat itu. (bersambung)

Editor: Asnawin Aminuddin

-----
Artikel terkait:

Langsung Melamar Tanpa Didampingi Keluarga 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama