Sejarah Bahasa Tionghoa – Indonesia (2-habis)


Sekitar seperlima penduduk dunia menggunakan salah satu bentuk Bahasa Tionghoa sebagai penutur asli, maka jika dianggap satu bahasa, Bahasa Tionghoa merupakan bahasa dengan jumlah penutur asli terbanyak di dunia. - Sulaiman Gosalam +






-------

PEDOMAN KARYA
Ahad, 15 September 2019


Sejarah Bahasa Tionghoa – Indonesia (2-habis)



Oleh: Sulaiman Gosalam (Go Tjie Kiong)
(Dosen Unhas Makassar / Pembina PITI Sulsel)


Bahasa Tionghoa
       
Bahasa Tionghoa (汉语/漢語, 华语/華語, atau 中文; Pinyin: Hànyǔ, Huáyǔ, atau Zhōngwén) adalah bagian dari rumpun bahasa Sino-Tibet. Meskipun kebanyakan orang Tionghoa menganggap berbagai varian bahasa Tionghoa lisan sebagai satu bahasa, variasi dalam bahasa-bahasa lisan tersebut sebanding dengan variasi-variasi yang ada dalam misalkan bahasa Roman; bahasa tertulisnya juga telah berubah bentuk seiring dengan perjalanan waktu, meski lebih lambat dibandingkan dengan bentuk lisannya, dan oleh sebab itu mampu melebihi variasi-variasi dalam bentuk lisannya.

Sekitar seperlima penduduk dunia menggunakan salah satu bentuk Bahasa Tionghoa sebagai penutur asli, maka jika dianggap satu bahasa, Bahasa Tionghoa merupakan bahasa dengan jumlah penutur asli terbanyak di dunia.

Bahasa Tionghoa (dituturkan dalam bentuk standarnya, Mandarin) adalah bahasa resmi Tiongkok dan Taiwan, salah satu dari empat bahasa resmi Singapura, dan salah satu dari enam bahasa resmi PBB.
       
Istilah dan konsep yang digunakan orang Tionghoa untuk berpikir tentang bahasa berbeda dengan yang digunakan orang-orang Barat; ini disebabkan oleh efek pemersatu aksara Tionghoa yang digunakan untuk menulis dan juga oleh perbedaan dalam perkembangan politik dan sosial Tiongkok dibandingkan dengan Eropa.

Tiongkok berhasil menjaga persatuan budaya dan politik pada waktu yang bersamaan dengan jatuhnya Kerajaan Romawi, masa di mana Eropa terpecah menjadi negara-negara kecil yang perbedaannya ditentukan oleh bahasa.

Perbedaan utama antara konsep Tiongkok dan konsep Barat tentang bahasa ialah bahwa orang-orang Tiongkok sangat membedakan bahasa tertulis (wen) dari bahasa lisan (yu). Pembedaan ini diperluas sampai menjadi pembedaan antara kata tertulis (zi) dan kata yang diucapkan (hua). Konsep untuk bahasa baku yang berbeda dan mempersatukan bahasa lisan dengan bahasa tertulis ini dalam bahasa Tionghoa tidaklah terlalu menonjol.

Ada beberapa varian bahasa Tionghoa lisan, di mana bahasa Mandarin adalah yang paling penting dan menonjol. Tetapi di sisi lain, hanya ada satu bahasa tertulis saja.
       
Bahasa Tionghoa lisan adalah semacam bahasa intonasi yang berhubungan dengan bahasa Tibet dan bahasa Myanmar, tetapi secara genetis tidak berhubungan dengan bahasa-bahasa tetangga seperti bahasa Korea, bahasa Vietnam, bahasa Thai dan bahasa Jepang. Meskipun begitu, bahasa-bahasa tersebut mendapat pengaruh yang besar dari bahasa Tionghoa dalam proses sejarah, secara linguistik maupun ekstralinguistik. 

Bahasa Korea dan bahasa Jepang sama-sama mempunyai sistem penulisan yang menggunakan aksara Tionghoa, yang masing-masing dipanggil Hanja dan Kanji.

Di Korea Utara, Hanja sudah tidak lagi digunakan dan Hangul ialah satu-satunya cara untuk menampilkan bahasanya sementara di Korea Selatan Hanja masih digunakan. Bahasa Vietnam juga mempunyai banyak kata-kata pinjam dari bahasa Tionghoa dan pada masa dahulu menggunakan aksara Tionghoa.
       
Bahasa Hokkian
       
Bahasa Hokkien atau Bahasa Hokkian (Sederhana: , Tradisional: 閩南語) adalah salah satu dari cabang bahasa Min Selatan (Min-nan) yang merupakan bagian dari bahasa Han.

Bahasa ini terutama digunakan secara luas di provinsi Fujian (Hokkien), Taiwan (Taiwan), sebelah utara Guangdong (Kengtang) dan di Asia Tenggara di mana konsentrasi Tionghoa perantauan adalah mayoritas berasal dari provinsi Fujian. Bahasa Hokkian juga dikenal sebagai bahasa Holo di daratan Tiongkok dan Taiwan.
       
Bahasa Hokkien ini sendiri terbagi atas banyak logat di antaranya logat Ciangciu (Zhangzhou), logat Cuanciu (Quanzhou) dan logat Emui (Xiamen, dulu Amoy). Bahasa Tiochiu (Chaozhou) adalah juga salah satu logat dalam bahasa Hokkien, tetapi karena penduduk Tiochiu tersebar di daerah Guangdong utara, maka bahasa Tiochiu kemudian mendapat pengaruh dari bahasa Kanton menjadi logat dalam bahasa Hokkien yang dekat dengan bahasa Kanton (lihat bahasa Kantonis).

Di Indonesia sendiri, bahasa Hokkien umumnya dikenal sebagai bahasa ibu (mother tongue) komunitas Tionghoa di Medan, Pekanbaru, Palembang, Kepulauan Riau, dan beberapa daerah lainnya.

Bahasa Kanton

Bahasa Kanton (广东话/廣東話, secara harafiah: bahasa Guangdong; di Indonesia sering disebut bahasa Konghu) adalah salah satu dari dialek bahasa Tionghoa Yue yang dituturkan di Guangdong dan sekitarnya di Tiongkok selatan, Hong Kong, Makau, masyarakat keturunan Tionghoa di Asia Tenggara dan juga masyarakat Tionghoa di belahan dunia lain.

Bahasa Kanton merupakan dialek prestise tradisional dari Yue. Bahasa Kanton merupakan bahasa perdagangan kebanyakan orang-orang Tionghoa yang tinggal di luar negeri - dituturkan oleh hampir 70 juta orang di seluruh dunia, jumlah yang hanya bisa disaingi di luar Tiongkok oleh Bahasa Hokkien yang mempunyai sekitar 40 juta penutur.

Sejarah dialek Kanton ini dapat ditarik balik ke zaman Dinasti Tang. Menurut penelitian dari ahli bahasa Han di Tiongkok, dialek Kanton merupakan salah satu dialek bahasa Han tertua yang masih tersisa sekarang ini. Dialek Kanton digunakan secara luas pada zaman Dinasti Tang.

Itu makanya anggapan bahwa melafalkan puisi Li Bai, Du Fu yang hidup pada zaman Dinasti Tang dengan dialek Kanton adalah lebih cocok daripada melafalkannya dengan bahasa Mandarin yang kita kenal sekarang ini. Bahasa Kanton ini juga punya pembicara di kalangan Tionghoa, di Indonesia dan Malaysia. Di Indonesia, bahasa Kanton biasa dikenal dengan sebutan bahasa Konghu.
       
Bahasa Hakka

Bahasa Hakka (Hanzi: 客家話; Pha̍k-fa-sṳ Hak-kâ-fa, Pinyin: Kèjiāhuà; secara harafiah berarti "bahasa keluarga tamu") atau di Indonesia umumnya dipanggil Khek adalah bahasa yang dituturkan oleh orang Hakka, yakni suku Han yang tersebar di kawasan pegunungan provinsi Guangdong, Fujian dan Guangxi di Tiongkok. Masing-masing daerah ini juga memiliki khas dialek Hakka yang agak berbeda tergantung provinsi dan juga bagian gunung sebelah mana mereka tinggal.

Menurut ahli bahasa Hakka di awal abad ke-20 Donald Maciver, bahasa Hakka di satu sisi masih berkerabat dengan Bahasa Kanton dan di satu sisi dengan Bahasa Mandarin. Bahasa Hakka diwariskan dari bahasa rakyat Tiongkok Utara yang mengungsi ke selatan Tiongkok sejak periode Dinasti Song dan Dinasti Yuan. Bahasa ini mendapatkan namanya dari penyebutan kelompok penuturnya oleh orang Kanton di Provinsi Guangdong "Hakka". 

Di daerah lain seperti di Jiangxi atau Fujian, umummnya tidak mengenal istilah Hakka, melainkan "Thú-fa" yang berarti "Bahasa Lokal" untuk membedakan mereka dengan penutur bahasa lain. Meixian, dahulu dinamakan Jiayingzhou (Hakka: Ka-yin-chu) adalah konsentrasi Hakka terbesar di Guangdong, maka bahasa Hakka standar adalah Bahasa Hakka dialek Meixian.

Bahasa Tiochiu
       
Bahasa Tiochiu, Tiociu, Teochew atau Diojiu, Pinyin: Cháozhōu; Wade-Giles: Ch'ao²-chou¹; kadang juga dieja sebagai Chiu Chow (di Amerika Serikat dan Hong Kong) adalah bahasa Orang Tiochiu. Bahasa ini termasuk ke dalam rumpun bahasa Sino-Tibet.

Bahasa ini berkerabat dengan bahasa Hokkien (Tiochiu dan Hokkien/Min-nan diklasifikasikan dalam rumpun Min) dan penutur kedua bahasa dapat cukup mengerti kedua bahasa meski tidak seluruhnya.
       
Bahasa Tiochiu adalah Bahasa Hokkien yang dipengaruhi oleh Bahasa Kantonis dikarenakan letak geografisnya yang berada di utara provinsi Guangdong dekat perbatasan provinsi Fujian. Orang-orang Tiochiu di Indonesia berasal dari berbagai kota di Provinsi Guangdong, Republik Rakyat Tiongkok, antara lain: Jieyang, Chaozhou (ejaan Tiochiu: Tio-chiu) dan Shantou.

Daerah asal orang Tiochiu biasa disebut sebagai Chaoshan, gabungan dari kata Chaozhou dan Shantou. Penduduk asli provinsi Guangdong yang berbahasa Yue, menyebut penutur Tiochiu sebagai orang Hoklo. Di Indonesia, terdapat banyak penutur Tiochiu di Pontianak dan Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat; Jambi, Riau, Kepulauan Riau, Sumatra Utara dan Sumatra Selatan. (habis)

------
Artikel bagian 1:

Sejarah Bahasa Tionghoa – Indonesia (1)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama