Jangan Memakan Harta Sesama dengan Cara Batil dan Jangan Membunuh


Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS An-Nisa/4: 29)




-----------

PEDOMAN KARYA
Selasa, 11 Februari 2020


Al-Qur’an Menyapa Orang-orang Beriman (20):


Jangan Memakan Harta Sesama dengan Cara Batil dan Jangan Membunuh



Oleh: Abdul Rakhim Nanda
(Wakil Rektor I Unismuh / Wakil Sekretaris Muhammadiyah Sulsel)


Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS An-Nisa/4: 29)

Allah SWT menyeru orang-orang yang sudah mengaku beriman agar tidak saling memakan harta sesama dengan jalan batil.

Penggunaan kata makan pada larangan ini menunjukkan bahwa untuk makan saja --yang mana merupakan kebutuhan pokok-- tidak boleh menggunakan cara-cara batil, apalagi jika sudah menyangkut kebutuhan yang bersifat sekunder atau tertier saja.

Demikian disarikan dari penjelasan Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbahnya.

Ibnu Katsir dan Sayyid Quthb merincikan bahwa memakan harta secara batil ini meliputi semua cara mendapatkan harta yang tidak dibenarkan oleh Allah SWT. Bentuk-bentuknya bisa berupa korupsi, menipu, menyuap, berjudi, menimbun barang-barang kebutuhan pokok untuk menaikkan harganya dan semua bentuk jual beli yang haram, serta dengan cara/bentuk ribawi.

Bahkan Buya Hamka dalam tafsir Al-Ahzar juga memasukkan kategori memakan harta sesama dengan jalan batil apabila; Orang kaya yang tidak mau mengeluarkan zakat, sangat berat berderma, berwakaf, bersedekah, dan berkurban untuk kepentingan umum. Demikian juga bagi orang yang sangat menonjolkan kemewahan, sehingga menimbulkan irihati dan benci bagi orang miskin.

Sayyid Quthb dalam Fie Zhilalil Quran menjelaskan bahwa ayat ini memberikan kesan jika larangan ini merupakan tindakan pembersihan dan pensucian terhadap  sisa-sisa kehidupan jahiliyah yang masih terbawa-bawa dalam masyarakat Islam dalam urusan harta.

Allah SWT menggugah keimanan kaum muslimin dengan menyapa Ya Ayyuhalladiena  amanu!,  dihidupkan-Nya konsekwensi iman mereka untuk dilarang memakan harta sesama secara batil, sebagaimana bentuk-bentuknya –korupsi, menipu, hingga cara ribawi-- yang telah disebutkan sebelumnya.

Adapun cara untuk mendapatkan harta yang berputar dalam roda kehidupan ini yang diizinkan adalah dengan cara perniagaan yang saling meridhaiantara sesama pelakunya.

Inilah yang ditekankan oleh Allah SWT pada lanjutan firman-Nya, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.

Perniagaan dalam ayat ini mencakup maksud yang luas, seperti: segala bentuk jual beli, tukar-menukar, gaji-menggaji, sewa-menyewa, inpor dan ekspor, dan semua menimbulkan peredaran harta benda.

Dengan jalan perniagaan inilah, beredar harta benda orang-orang beriman, pindah dari satu tangan ke tangan yang lain dalam garis yang teratur dimana pokok utamanya adalah ridha’, yakni suka sama suka dalam garis yang halal. Demikian penjelasan Buya Hamka dalam tafsir Al-Azharnya.

Lanjutan sapaan Allah SWT kepada orang yang beriman dalam ayat ini; Dan janganlah kamu membunuh dirimu.

Apabila penjelasannya dikaitkan dengan kalimat sebelumnya dalam ayat ini, maka dapat dipahami maknanya bahwa jika seseorang mengambil harta orang lain, sama saja dengan melakukan hal yang dapat membunuh mereka, dan oleh karena mereka kesulitan untuk mendapatkan harta yang seharusnya memang menjadi hak mereka.

Maka mereka pun mencari jalan yang ekstrim di luar cara-cara yang patut untuk mendapatkannya, misalnya dengan membunuh, maka ayat ini mengingatkan agar tidak berperilaku demikian, karena sama saja dengan bunuh diri, dan jangan melakukan pembunuhan dengan alasan mencari makan.

Hendaknya dibangun kesadaran kebersamaan, saling menjaga harta, saling menjaga jiwa. Prinsip Al-Qur’an tentang hak hidup disampaikan dalam surah Al- Maidah ayat 32.

Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka  para Rasul kami dengan  (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh- sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.

Bila kalimat pada penggalan ayat ini difahami secara umum atau terpisah dari kalimat sebelumnya, maka dapat dimaknai bahwa atas kasih sayang Allah SWT kepada orang-orang beriman, maka Dia melarang mereka melakukan tindakan yang mencelakan diri.

Firman Allah SWT: “…dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” (QS Al-Baqarah/2: 195), apalagi sampai melakukan bunuh diri sebagaimana dinyatakan dalam surah An-Nisa ayat 29 ini.

Rasulullah s.a.w mengingatkan kepada umat beliau dalam sebuah hadits dari sahabat beliau Abu Dzar Al-Ghifari yang dikenal dalam periwayatan hadits dengan nama Jundub bin Abdullah.

Abu Dzar Al-Ghifari mengatakan, Rasulullah bersabda: Dahulu, ada seorang laki-laki sebelum kamu yang mengalami luka, lalu dia berkeluh kesah, kemudian dia mengambil pisau, lalau dia mengiris tangannya. Kemudian darah tidak berhenti mengalir sampai dia mati. Allah Azza wa Jalla berfirman, Hambaku mendahuluiku terhadap dirinya, Aku haramkan surga baginya. (HR. Bukhari)

Demikian  pula Rasulullah  s.a.w. melarang manusia saling membunuh, sebagaimana sabda beliau yang bersumber dari Abu Bakrah Nufai bin Harits Ats Tzaqafi: Apabila dua orang Islam bertengkar dengan pedangnya, maka orang yang membunuh dan yang terbunuh sama-sama berada di dalam neraka. Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, sudah wajar yang membunuh masuk neraka, lantas bagaimana gerangan yang terbunuh?” Rasulullah menjawab, karena ia juga sangat berambisi untuk membunuh sahabatnya. (HR. Muttafaqun ‘alaih).

Cukup banyak dijumpai dalam Al-Qur’an dan hadits Rasulullah tentang hal-hal yang berkaitan dengan larangan bertindak yang berakibat mencelakakan dan membinasakan ini, untuk sementra cukup diwakili dengan pembahasan ini.

Demikianlah, Allah SWT mengingatkan orang-orang beriman untuk saling memelihara baik dari hal kepemilikan harta, maupun dalam hal kehidupan (nyawa).

Itulah kandungan yang tersurat dalam firman-Nya: Sesungguhnya Allah amat sayang kepada kamu. (QS An- Nisa/4 akhir ayat 29)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama